MODUL MATA KULIAH :
ULUMUL QURAN (1)
Ringkasan Praktis
Sistematis dari Terjemahan
Kitab " Mabahits Fi Ulumil Qur'an"
karya Syeikh Manna'ul Qathan,
dengan beberapa tambahan, catatan dan penyesuaian
مختصر مبسط
من كتاب مباحث في
علوم القرآن للشيخ مناع القطان
مع بعض الإضافات و
التعليقات
Penyusun
:
Hatta Syamsuddin, Lc
PESANTREN MAHASISWA ARROYAN SURAKARTA
JANUARI
2008 M / SHOFAR 1430 H
PENGANTAR
MODUL
الحمد لله و كفى و الصلاة و السلام على النبي
المصطفى
و على آله و أصحابه و من اهتدى
Ulumul
Qur'an adalah sebuah metode yang lengkap dan menyeluruh untuk membuka pintu
awal dari kedalaman kandungan Al-Quran. Karenanya, umat Islam secara umum,
ataupun secara khusus bagi mahasiswa muslim yang merindukan interaksi lebih
mendalam dengan Al-Quran, secara otomatis akan dituntut untuk mempelajari
Ulumul Quran.
Untuk
menjawab tuntutan tersebut, maka sangat dibutuhkan pengajaran Ulumul Quran pada
mahasiswa muslim sebagai bekal awal dalam berinteraksi lebih lanjut dengan
Al-Quran. Sebuah pengajaran yang sistematis,
sederhana namun tidak kehilangan inti pembahasan ulumul quran.
Modul
ini adalah salah satu usaha riil untuk menjawab tuntutan tersebut, sekaligus
sebagai sebuah bentuk tanggung jawab saya ketika menyampaikan materi Ulumul
Qur'an di kelas dirosah Pesantren Mahasiswa Ar-Royan semester pertama ini.
Bentuk tanggung jawab, karena saya tidak ingin apa yang saya sampaikan dari
Ilmu yang mulia ini hilang begitu saja atau disalah pahami oleh mahasiswa,
hanya karena salah dalam mencatat, atau kurang konsentrasi di perkuliahan. Saya mengharapkan, modul ini tidak sekedar
menjadi teman menjelang ujian, tapi lebih dari itu menjadi amanah bagi para
santri/santriwati untuk dipahami,
dikembangkan lalu diajarkan di tengah
masyarakat di kemudian hari.
Modul
ini sejujurnya hanya sekedar "ringkasan" dari sebuah Kitab Ulumul
Qur'an yang terkenal di dunia akademisi di Timur Tengah, yaitu Mabahits fii
Ulumul Qur'an karya Syeikh Manna'ul Qatthan, yang penyusun berkesempatan
mempelajarinya di semester pertama perkuliahan di Sudan. Awalnya saya ingin
menyarankan agar para santri menggunakan terjemahan buku ini sebagai rujukan
utama di mata kuliah Ulumul Qur'an ini, namun saya menyadari dari sisi biaya
yang cukup merepotkan, plus bahasa terjemahan yang terkadang membingungkan,
belum lagi gaya bahasa khas timur tengah yang panjang dan naratif, membuat saya
berpikir bahwa para santri akan kerepotan. Apalagi jika melihat kesibukan
mereka juga di perkuliahan umumnya sehari-hari. Maka akhirnya muncullah ide
untuk membuat ringkasan dari terjemahan Kitab tersebut, tentu saja ditambah
beberapa catatan, tambahan dan penyesuaian yang didapat dari referensi Ulumul
Quran yang lain.
Akhirnya,
terima kasih penyusun ucapkan terima kasih pada segenap jajaran pimpinan dan
pengurus Pesma Arroyan atas kerja sama dan kepercayaannya selama ini, juga
kepada seluruh santri/santriwati yang selalu memberi inspirasi dan motivasi
bagi penyusun untuk terus berkarya. Modul ini bisa digandakan sebanyak mungkin,
dan tidak untuk dijualbelikan. Penyusun akui, karena terbatasnya waktu maka
masih banyak "PR" di kemudian hari untuk menyempurnakan Modul ini.
Segala kritik dan saran bisa dikirimkan ke ibnu_kamal@yahoo.com.
Solo,
30 Januari 2008
Hatta
Syamsuddin, Lc
www.hattasyamsuddin.blogspot.com
SILABUS
MATERI
ULUMUL
QURAN (1)
NO
|
TEMA
|
POKOK-POKOK MATERI
|
1
|
Pengantar
Ulumul Quran
|
a.
Arti Ulumul Quran
b.
Sejarah dan Latar Belakang
c.
Perkembangan Ulumul Quran
d.
Objek Pembahasan Ulumul Quran :
|
2
|
Tentang Al-Quran
|
a.
Makna Al-Quran
b.
Nama dan Sifat-sifat Al-Quran
c.
Perbedaan dengan Hadits Nabawi ,Hadits Qudsi
d.
Karakteristik Al-Quran
|
3
|
Mukjizat Al-Quran
|
a.
Pengertian I'jaz dan Mukjizat
b.
Pembagian Jenis Mukjizat
c.
Perbedaan Al-Quran dengan Mukjizat Lainnya
d.
Sisi Mukjizat Al-Quran
|
4
|
Tentang Wahyu
|
a.
Pengertian Wahyu
b.
Proses turunnya wahyu Allah pada Rasul-Nya
c.
Proses turunnya wahyu melalui Jibril as
d.
Tuduhan orientalis seputar wahyu dan
bantahannya
|
5
|
Turunnya Al-Quran
|
a.
Tahapan turunnya Al-Quran
b.
Hikmah turunnya Al-Quran secara
berangsur-angsur
|
6
|
Ayat Mekah dan Madinah
|
a.
Pengertian dan Perbedaan
b.
Kekhususan dan ciri-ciri ayat Makkiyah&
Madaniyah
c.
Hikmah/Manfaat mengetahui Makkiyah &
Madaniyah
|
7
|
Yang Pertama dan Terakhir turun dari
Al-Quran
|
a.
Ayat yang pertama turun dan perbedaan
pendapat
b.
Ayat yang terakhir turun dan perbedaan
pendapat
c.
Hikmah dan manfaat dari pembahasan ini
|
8
|
Asbabun Nuzuul
|
a.
Pengertian asbabun nuzul
b.
Metode mengetahui asbabun nuzul
c.
Hikmah mengetahui asbabun nuzul
d.
Berbagai permasalahan berkaitan asbabun
nuzul
|
9
|
Pengumpulan Al-Quran
|
a.
Pengertian Jam'ul Quran
b.
Tiga Tahapan Pengumpulan Al-Quran
c.
Penertiban Ayat dan Surat
|
10
|
Turunnya Al-Quran dengan Tujuh Huruf
|
a.
Latar Belakang Pembahasan
b.
Dalil diturunkannya Al-Quran dengan tujuh
Huruf
c.
Perbedaan pendapat ulama seputar pengertian
tujuh huruf
d.
Hikmah dari turunnya Al-Quran dengan tujuh
huruf
|
11
|
Qiroat (Tata Baca) Al-Quran dan para Ahlinya
|
a.
Pengertian Qiroat
b.
Sejarah & Perkembangan Ilmu Qiroat
c.
Macam-macam Tata Baca (Qiroat) Al-Quran
d.
Profil Tujuh Qurro' yang Masyhur
e.
Hikmah keragaman Qiroat Al-Quran
|
12
|
Tajwid dan Adab Tilawah
|
a.
Pengantar Singkat Ilmu Tajwid
b.
Kesalahan dalam Praktek Tajwid
c.
Keutamaan Tilawah
d.
Adab Tilawah
|
Pengantar
Ulumul Quran
Kode : UQ/A/01
Pokok-pokok Materi :
- Pengertian Ulumul Quran
- Objek Pembahasan Ulumul-Quran
- Sejarah & Perkembangan Ulumul Quran
- PENGERTIAN ULUMUL QURAN
Kata u`lum jamak dari kata i`lmu. i`lmu
berarti al-fahmu wal idraak (faham dan menguasai). Kemudian arti
kata ini berubah menjadi permasalahan yang beraneka ragam yang disusun secara
ilmiah.
Jadi, yang dimaksud dengan u`luumul qu`ran
ialah ilmu yang membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan Al-Quran dari
segi asbaabu nuzuul."sebab-sebab turunnya al-qur`an", pengumpulan dan
penertiban Qur`an, pengetahuan tentang surah-surah Mekah dan Madinah,An-Nasikh
wal mansukh, Al-Muhkam wal Mutasyaabih dan lain sebagainya yang berhubungan
dengan Qur`an.
Terkadang ilmu ini dinamakan juga ushuulu tafsir
(dasar-dasar tafsir) karena yang dibahas berkaitan dengan beberapa masalah yang
harus diketahui oleh seorang Mufassir sebagai sandaran dalam menafsirkan Qur`an
.
- OBJEK PEMBAHASAN ULUMUL QURAN
Objek Pembahasan Ulumul
Qur'an dibagi menjadi tiga bagian besar :
- Sejarah & Perkembangan Ulumul Qur'an ,
meliputi : sejarah rintisan
ulumul quran di masa Rasulullah SAW, Sahabat, Tabi'in, dan perkembangan
selanjutnya lengkap dengan nama-nama ulama dan karangannya di bidang ulumul
quran di setiap zaman dan tempat.
- Pengetahuan tentang Al-Quran .
Meliputi : Makna Quran,
Karakteristik Al-Quran, Nama-nama al-Quran, Wahyu, Turunnya Al-Quran, Ayat
Mekkah dan Madinah, Asbabun Nuzul, dst.
- Metodologi Penafsiran Al-Quran
Meliputi : Pengertian
Tafsir & Takwil, Syarat-syarat Mufassir dan Adab-adabnya, Sejarah & Perkembangan
ilmu tafsir, Kaidah-kaidah dalam penafsiran Al-Quran, Muhkam & Mutasyabih,
Aam & Khoos, Nasikh wa Mansukh, dst.
- SEJARAH & PERKEMBANGAN ULUMUL QURAN :
Sejarah perkembangan ulumul
quran dimulai menjadi beberapa fase, dimana tiap-tiap fase menjadi dasar bagi
perkembangan menuju fase selanjutnya, hingga ulumul quran menjadi sebuah ilmu
khusus yang dipelajari dan dibahas secara khusus pula. Berikut beberapa fase /
tahapan perkembangan ulumul quran.
- ULUMUL QURAN pada MASA RASULULLAH SAW
Embrio awal ulumul quran
pada masa ini berupa penafsiran ayat Al-Quran langsung dari Rasulullah SAW
kepada para sahabat, begitu pula dengan antusiasime para sahabat dalam bertanya
tentang makna suatu ayat, menghafalkan dan mempelajari hukum-hukumnya.
- Rasulullah SAW menafsirkan kepada sahabat beberapa ayat.
Dari Uqbah bin Amir ia
berkata : " aku pernah mendengar Rasulullah SAW berkata diatas mimbar,
"dan siapkan untuk menghadapi mereka kekuatan yang kamu sanggupi (Anfal
:60 ), ingatlah bahwa kekuatan disini adalah memanah" (HR Muslim)
- Antusiasme sahabat dalam menghafal dan mempelajari Al-Quran.
Diriwayatkan dari Abu
Abdurrrahman as-sulami, ia mengatakan : " mereka yang membacakan qur'an
kepada kami, seperti Ustman bin Affan dan Abdullah bin Mas'ud serta yang lain
menceritakan, bahwa mereka bila belajar dari Nabi sepuluh ayat mereka tidak
melanjutkannya, sebelum mengamalkan ilmu dan amal yang ada didalamnya, mereka
berkata 'kami mempelajari qur'an berikut ilmu dan amalnya sekaligus.'"
- Larangan Rasulullah SAW untuk menulis selain qur'an, sebagai upaya
menjaga kemurnian AlQuran.
Dari Abu Saad al- Khudri,
bahwa Rasulullah SAW berkata: Janganlah kamu tulis dari aku; barang siapa
menuliskan aku selain qur'an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa yang dariku,
dan itu tiada halangan baginya, dan barang siapa sengaja berdusta atas namaku,
ia akan menempati tempatnya di api neraka."(HR Muslim)
- ULUMUL QURAN MASA KHALIFAH
Pada masa khalifah, tahapan
perkembangan awal (embrio) ulumul quran mulai berkembang pesat, diantaranya
dengan kebijakan-kebijakan para khalifah sebagaimana berikut :
- Khalifah Abu Bakar :dengan Kebijakan
Pengumpulan/Penulisan Al-Quran yg pertama yang diprakarsai oleh Umar bin
Khottob dan dipegang oleh Zaid bin Tsabit
- Kekhalifahan Usman Ra : dengan kebijakan menyatukan kaum muslimin pada satu mushaf, dan
hal itupun terlaksana. Mushaf itu disebut mushaf Imam. Salinan-salinan
mushaf ini juga dikirimkan ke beberapa propinsi. Penulisan mushaf tersebut
dinamakan ar-Rosmul 'Usmani yaitu dinisbahkan kepada Usman, dan ini
dianggap sebagai permulaan dari ilmu Rasmil Qur'an.
- kekalifahan Ali Ra :dengan kebijakan perintahnya kepada Abu 'aswad Ad-Du'ali meletakkan
kaidah-kaidah nahwu, cara pengucapan yang tepat dan baku dan memberikan
ketentuan harakat pada qur'an. Ini juga disebut sebagai permulaan Ilmu
I'rabil Qur'an.
- ULUMUL QURAN MASA SAHABAT & TABI'IN
- Peranan Sahabat dalam Penafsiran Al-Quran & Tokoh-tokohnya.
Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka
dalam menyampaikan makna-makna al-qur'an dan penafsiran ayat-ayat yang berbeda
diantara mereka, sesuai dengan kemampuan mereka yang berbeda-beda dalam
memahami dan karena adanya perbedaan lama dan tidaknya mereka hidup bersama
Rasulullah SAW , hal demikian diteruskan oleh murid-murid mereka , yaitu para
tabi'in.
Diantara para Mufasir yang termashur dari para
sahabat adalah:
- Empat orang Khalifah ( Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali )
- Ibnu Masud,
- Ibnu Abbas,
- Ubai bin Kaab,
- Zaid bin sabit,
- Abu Musa al-Asy'ari dan
- Abdullah bin Zubair.
Banyak riwayat mengenai
tafsir yang diambil dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Masud dan Ubai bin
Kaab, dan apa yang diriwayatkan dari mereka tidak berarti merupakan sudah tafsir
Quran yang sempurna. Tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat dengan
penafsiran apa yang masih samar dan penjelasan apa yang masih global.
- Peranan Tabi'in dalam penafsiran Al-Quran & Tokoh-tokohnya
Mengenai para tabi'in, diantara mereka ada satu
kelompok terkenal yang mengambil ilmu ini dari para sahabat disamping mereka
sendiri bersungguh-sungguh atau melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat. Yang
terkenal di antara mereka , masing-masing sebagai berikut :
- Murid Ibnu Abbas di Mekah yang terkenal ialah, Sa'id bin Jubair,
Mujahid, 'iKrimah bekas sahaya ( maula ) Ibnu Abbas, Tawus bin kisan al
Yamani dan 'Ata' bin abu Rabah.
- Murid Ubai bin Kaab, di Madinah : Zaid bin Aslam, abul Aliyah, dan
Muhammad bin Ka'b al Qurazi.
- Abdullah bin Masud di Iraq yang terkenal : 'Alqamah bin Qais, Masruq al Aswad bin
Yazid, 'Amir as Sya'bi, Hasan Al Basyri dan Qatadah bin Di'amah as Sadusi.
Dan yang diriwayatkan mereka itu semua meliputi ilmu
tafsir, ilmu Gharibil Qur'an, ilmu Asbabun Nuzul, ilmu Makki Wal madani dan imu
Nasikh dan Mansukh, tetapi semua ini tetap didasarkan pada riwayat dengan cara
didiktekan.
- MASA PEMBUKUAN (TADWIN)
Perkembangan selanjutnya
dalam ulumul quran adalah masa pembukuan ulumul Quran , yang juga melewati
beberapa perkembangan sebagai berikut :
- Pembukuan Tafsir Al-Quran menurut riwayat dari Hadits, Sahabat
& Tabi'in
Pada abad kedua hijri tiba masa pembukuan ( tadwin )
yang dumulai dengan pembukuan hadist denga segala babnya yang bermacam-macam,
dan itu juga menyangkut hal yang berhubungan dengan tafsir. Maka sebagian ulama
membukukan tafsir Qur'an yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW dari para
sahabat atau dari para tabi'in.
Diantara mereka yang terkenal adalah, Yazid bin Harun
as Sulami, ( wafat 117 H ), Syu'bah bin Hajjaj ( wafat 160 H ), Waqi' bin
Jarrah ( wafat 197 H ), Sufyan bin 'uyainah ( wafat 198 H), dan Aburrazaq bin
Hammam ( wafat 112 H ).
Mereka semua adalah para ahli hadis. Sedang tafsir
yang mereka susun merupakan salah satu bagiannya. Namun tafsir mereka yang
tertulis tidak ada yang sampai ketangan kita.
- Pembukuan Tafsir berdasarkan susunan Ayat
Kemudian langkah mereka itu diikuti oleh para ulama'.
Mereka menyusun tafsir Qur'an yang lebih sempurna berdasarkan susunan ayat. Dan
yang terkenal diantara mereka ada Ibn Jarir at Tabari ( wafat 310 H ).
Demikianlah tafsir pada mulanya dinukil ( dipindahkan
) melalui penerimaan ( dari muluit kemulut ) dari riwayat, kemudian dibukukan
sebagai salah satu bagian hadis, selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri.
Maka berlangsunglah proses kelahiran at Tafsir bil Ma'sur ( berdasarkan riwayat
), lalu diikuti oleh at Tafsir bir Ra'yi ( berdasarkan penalaran ).
- Munculnya Pembahasan Cabang-cabang Ulumul Quran selain Tafsir
Disamping ilmu tafsir lahir pula karangan yang
berdiri sendiri mengenai pokok-pokok pembahasan tertentu yang berhubungan
dengan quran, dan hal ini sangat diperlukan oleh seorang mufasir, diantaranya :
- Ulama abad ke-3 Hijri
§ Ali bin al
Madini ( wafat 234 H ) guru Bukhari, menyusun karangannya mengenai asbabun
nuzul
§ Abu 'Ubaid al
Qasim bin Salam ( wafat 224 H ) menulis tentang Nasikh Mansukh dan qira'at.
§ Ibn Qutaibah (
wafat 276 H ) menyusun tentang problematika Quran ( musykilatul quran ).
- Ulama Abad Ke-4 Hijri
§ Muhammad bin
Khalaf bin Marzaban ( wafat 309 H ) menyusun al- Hawi fa 'Ulumil Qur'an.
§ Abu muhammad
bin Qasim al Anbari ( wafat 751 H ) juga menulis tentang ilmu-ilmu qur'an.
§ Abu Bakar As
Sijistani ( wafat 330 H ) menyusun Garibul Qur'an.
§ Muhammad bin Ali
bin al-Adfawi ( wafat 388 H ) menyusun al Istigna' fi 'Ulumil Qur'an.
- Ulama Abad Ke-5 dan setelahnya
§ Abu Bakar al
Baqalani ( wafat 403 H ) menyusun I'jazul Qur'an,
§ Ali bin Ibrahim
bin Sa'id al Hufi ( wafat 430 H )menulis mengenai I'rabul Qur'an.
§ Al Mawardi (
wafat 450 H ) menegenai tamsil-tamsil dalam Qur'an ( 'Amsalul Qur'an ).
§ Al Izz bin
Abdussalam ( wafat 660 H ) tentang majaz dalam Qur'an.
§ 'Alamuddin
Askhawi ( wafat 643 H ) menulis mengenai ilmu Qira'at ( cara membaca Qur'an )
dan Aqsamul Qur'an.
- Mulai pembukuan secara khusus Ulumul Quran dengan mengumpulkan
cabang-cabangnya.
Pada masa sebelumnya, ilmu-ilmu al-quran dengan
berbagai pembahasannya di tulis secara khusus dan terserak, masing-masing
dengan judul kitab tersendiri. Kemudian, mulailah masa pengumpulan dan
penulisan ilmu-ilmu tersebut dalam pembahasan khusus yang lengkap, yang dikenal
kemudian dengan Ulumul Qur'an. Di antara ulama-ulama yang menyusun secara
khusus ulumul quran adalah sebagai berikut :
- Ali bin Ibrohim Said (330 H) yang dikenal dengan al Hufi
dianggap sebagai orang pertama yang membukukan 'Ulumul Qur'an, ilmu-ilmu
Qur'an.
- Ibnul Jauzi ( wafat 597 H ) mengikutinya dengan menulis sebuah
kitab berjudul fununul Afnan fi 'Aja'ibi 'ulumil Qur'an.
- Badruddin az-Zarkasyi ( wafat 794 H ) menulis sebuah kitab lengkap
dengan judul Al-Burhan fii ulumilQur`an .
- Jalaluddin Al-Balqini (wafat 824 H) memberikan beberapa tambahan
atas Al-Burhan di dalam kitabnya Mawaaqi`ul u`luum min
mawaaqi`innujuum.
- Jalaluddin As-Suyuti ( wafat 911 H ) juga kemudian menyusun sebuah
kitab yang terkenal Al-Itqaan fii u`luumil qur`an.
Catatan : kitab Al-Burhan ( Zarkasyi) dan Al-Itqon (
As-Suyuti) hingga hari ini masih dikenal sebagai referensi induk / terlengkap
dalam masalah Ulumul Qur'an. Tidak ada peneliti tentang ulumul quran, kecuali
pasti akan banyak menyandarkan tulisannya pada kedua kitab tersebut.
- ULUMUL QUR'AN MASA MODERN / KONTEMPORER
Sebagaimana pada periode sebelumnya, perkembangan
ulumul quran pada masa kontemporer ini juga berlanjut seputar penulisan sebuah
metode atau cabang ilmu Al-Quran secara khusus dan terpisah, sebagaimana ada
pula yang kembali membali menyusun atau menyatukan cabang-cabang ulumul quran
dalam kitab tersendiri dengan penulisan yang lebih sederhana dan sistematis dari
kitab-kitab klasik terdahulu.
- Kitab yang terbit membahas khusus tentang cabang-cabang ilmu Quran
atau pembahasan khusus tentang metode penafsiran Al-Quran di antaranya :
a.
Kitab i`jaazul quran yang ditulis oleh Musthafa
Shadiq Ar-Rafi`i,
b.
Kitab At-Tashwirul fanni fiil qu`an dan
masyaahidul qiyaamah fil qur`an oleh Sayyid Qutb,
c.
Tarjamatul qur`an oleh syaikh Muhammad Musthafa
Al-Maraghi yang salah satu pembahasannya ditulis oleh Muhibuddin al-hatib,
d.
Masalatu tarjamatil qur`an Musthafa Sabri,
e.
An-naba`ul adziim oleh DR Muhammad Abdullah Daraz
dan
f.
Muqaddimah tafsir Mahaasilu ta`wil oleh Jamaluddin
Al-qasimi.
- Kitab yang membahas secara umum ulumul quran dengan sistematis,
diantaranya :
a.
Syaikh Thahir Al-jazaairy menyusun sebuah kitab
dengan judul At-tibyaan fii u`luumil qur`an.
b.
Syaikh Muhammad Ali Salamah menulis pula Manhajul
furqan fii u`luumil qur`an yang berisi pembahasan yang sudah ditentukan
untuk fakultas ushuluddin di Mesir dengan spesialisasi da`wah dan bimbingan
masyarakat dan diikuti oleh muridnya,
c.
Muhammad Abdul a`dzim az-zarqani yang menyusun Manaahilul
i`rfaan fii u`lumil qur`an.
d.
Syaikh Ahmad Ali menulis muzakkiraat u`lumil
qur`an yang disampaikan kepada mahasiswanya di fakultas ushuluddin jurusan
dakwah dan bimbingan masyarakat.
e.
Kitab Mahaabisu fii u`lumil qur`an oleh DR
Subhi As-Shalih.
Pembahasan tersebut dikenal
dengan sebutan u`luumul qur`an, dan kata ini kini telah menjadi istilah
atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut.
Catatan : Kitab Mabahitsul
Quran yang ditulis Manna'ul Qattan ini juga termasuk kitab ulumul
quran kontemporer yang banyak mendapat sambutan di universitas-universitas di
Timur Tengah dan Dunia Islam pada umumnya. Kitab ini juga dijadikan modul untuk
perkuliahan Ulumul Quran semester 1 di Universitas International Afrika,
Khartoum Sudan, sebagai Mata Kuliah Umum untuk semua mahasiswa di berbagai
jurusannya.
Tentang Al-Quran
Kode : UQ/A/02
Pokok-pokok Materi
1.
Pengertian/ Definisi Al-Quran
2.
Nama dan Sifat Al-Quran
3.
Perbedaan Al-Quran dengan Hadits Nabawi dan Qudsi
4.
Karakteristik Al-Quran
1.
PENGERTIAN / DEFINISI AL-QURAN
Pengertian Al-Quran
meliputi dua hal, yaitu secara bahasa dan secara istilah, masing-masing sbb :
a.
Pengertian Al-Quran secara bahasa
Lafadzh Qara`a mempunyai arti mengumpulkan dan
menghimpun, dan qira`ah berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata
satu dengan yang lain dalam suatu ucapan yang tersusun rapih. Qur`an pada
mulanya seperti qira`ah , yaitu masdar (infinitif) dari kata qara`
qira`atan, qur`anan. Sebagaimana dalam firman Allah SWT :
إِنَّ عَلَيْنَا
جَمْعَهُ وَقُرْآَنَهُ فَإِذَا
قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآَنَهُ (القيامة 17-18)
ِArtinya :
"Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya dan membacanya.
Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu`.
(Al;-Qiyamah :17-18)
Qur`anah berarti qiraatun (bacaannya/cara
membacanya). Jadi kata itu adalah masdar menurut wazan (tashrif,
konjugasi)`fu`lan` dengan vokal `u` seperti `gufran` dan `syukran`.Kita dapat
mengatakan qara`tuhu , qur`an, qira`atan wa qur`anan, artinya sama saja. Di
sini maqru` (apa yang dibaca) diberi nama Qur`an (bacaan); yakni penamaan
maf`ul dengan masdar.
b.
Pengertian Al-Quran secara Istilah
Para ulama menyebutkan definisi Quran yang mendekati
makananya dan membedakannya dari yang lain dengan menyebutkan bahwa:
القرآن هو كلام
الله المنزل على محمد عليه السلام المتعبد بتلاوته
Artinya : Quran adalah
kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada Muhamad saw. Yang pembacanya
merupakan suatu ibadah`.
Penjelasan Arti Quran
secara istilah, adalah sebagai berikut :
1.
Definisi`kalam`(ucapan) merupakan kelompok jenis
yang meliputi segala kalam. Dan dengan menghubungkannya dengan Allah (
kalamullah ) berarti tidak semua masuk dalam kalam manusia, jin dan malaikat.
2.
Batasan dengan kata-kata (almunazzal)`yang
diturunkan` maka tidak termasuk kalam Allah yang sudah khusus menjadi
milik-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam Firman Allah :`Katakanlah: Sekiranya
lautan menjadi tinta untuk kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu
sebelum habis kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan
sebanyak itu `.(al-Kahfi: 109).
3.
Batasan dengan definisi hanya `kepada Muhammad
saw` Tidak termasuk yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya seperti taurat,
injil dan yang lain.
4.
Sedangkan batasan (al-muta'abbad bi tilawatihi)
`yang pembacanya merupakan suatu ibadah` mengecualikan hadis ahad dan
hadis-hadis qudsi .
Catatan : Perlu saya tambahkan definisi lain tentang Al-Quran yang
lebih lengkap yaitu :
هو كلام الله المعجز
المُنَزل على سيدنا محمد صلى الله عليه وسلم، المكتوب بالمصاحف، المنقول
بالتواتر ، المُُتعَّبد بتلاوته .
Artinya : Kalam Allah yang bersifat mukjizat, yang diturunkan kepada
Muhammad SAW, tertulis di mushaf , diriwayatkan secara mutawattir, dan
membacanya adalah ibadah.
2.
NAMA DAN SIFAT AL-QURAN :
A.
Nama-nama Al-Quran :
Allah menamakan Quran
dengan beberapa nama, diantaranya:
1.
Qur`an
إِنَّ هَذَا
الْقُرْآَنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ
`Al
Qur`an ini memberikan petunjuk kepada yang lebih lurus`.( al-Israa:9)
2.
Kitab
لَقَدْ أَنْزَلْنَا
إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ
`Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di
dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu`.(al-Anbiyaa: 10)
3.
Furqan
تَبَارَكَ الَّذِي
نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا
Maha
suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan kepada hamba-Nya, agar dia menjadi
pemberi peringatan kepada seluruh alam`,(al-Furqan: 1)
4.
Zikr
إِنَّا نَحْنُ
نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
`Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Qur`an, dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya`.(
al-Hijr :9)
5.
Tanzil
وَإِنَّهُ لَتَنْزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Dan sesungguhnya Al Qur`an ini benar-benar
diturunkan oleh Tuhan semesta alam`,(as-Syuaraa:192 ).
Catatan : Penyebutan Al-Quran dan al-kitab lebih
populer dari nama-nama yang lain. Dalam hal ini Dr. Muhammada Daraz berkata: `
ia dinamakan Quran karena ia `dibaca` dengan lisan, dan dinamakan al- kitab
karena ia `ditulis` dengan pena. Kedua kata ini menunjukkan makna yang sesuai
dengan kenyataannya`. Penamaan Quran dengan kedua nama ini memberikan isyarat
bahwa selayaknyalah ia dipelihara dalam bentuk hafalan dan tulisan.
B.
Sifat-sifat Al-Quran :
Allah telah melukiskan
Quran dengan beberapa sifat, diantaranya ;
1.
Nur (cahaya
) :
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ نُورًا مُبِينًا
`Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran
dari Tuhanmu. dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang`.(an-nisaa
: 174 )
2.
Huda ( petunjuk ), Syifa` ( obat ), Rahmah (
rahmat ),dan Mauizah ( nasehat ) :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ
مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
`Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada dan petunjuk serta
rahmat bagi orang-orang yang beriman`.( Yunus : 57 ).
3.
Mubin ( yang menerangkan ) :
قَدْ جَاءَكُمْ مِنَ اللَّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ
مُبِينٌ
`Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang
menerangkan`.( al-Maidah
:15 ).
Dan sifat-sifat yang lain sebagaimana disebutkan dalam banyak ayatnya,
seperti : Mubarak ( yang diberkati ), Busyra ( kabar gembira ),`Aziz ( yang
mulia ), Majid ( yang dihormati ), Basyr ( pembawa kabar gembira ).
3.
PERBEDAAN ANTARA QURAN DENGAN HADIS QUDSI DAN
HADIS NABAWI
Definisi Quran telah
dikemukakan pada halaman terdahulu. Dan untuk mengetahui perbedaan antara
definisi Quran dengan hadis kudsi dan hadis nabawi, maka disini kami kemukakan
dua definisi berikut ini :
a.
Hadis Nabawi
Hadis ( baru ) dalam arti bahasa lawan qadim ( lama ). Sedang menurut
istilah pengertian hadis ialah apa saja yang disandarkan kepada Nabi saw. Baik
berupa perkataan, perbuatan persetujuan atau sifat.
§ Yang berupa
perkataan, seperti perkataan Nabi saw. : `Sesungguhnya sahnya amal itu
disertai dengan niat. Dan setiap orang bergantung pada niatnya….`
§ Yang berupa
perbuatan ialah seperti ajaranya pada sahabat mengenai bagaimana caranya
mengerjakan shalat, kemudian ia mengatakan : `Shalatlah seperti kamu melihat
aku melakukan shalat`. juga mengenai bagaimana ia melakukan ibadah haji,
dalam hal ini Nabi saw. Berkata : `Ambilah dari padaku manasik hajimu`.
§ Sedang yang
berupa persetujuan ialah : seperti ia
menyetujui suatu perkara yang dilakukan salah seorang sahabat, baik perkataan
ataupun perbuatan, dilakukan dihadapannya atau tidak, tetapi beritanya sampai
kepadanya. Misalnya : mengenai makanan baiwak yang dihidangkan kepadanya, dan
persetujuannya
§ Dan yang berupa
sifat adalah riwayat seperti : `bahwa Nabi saw. Itu selalu bermuka cerah,
berperangai halus dan lembut, tidak keras dan tidak pula kasar, tidak suka
berteriak keras, tidak pula bernicara kotor dan tidak juga suka mencela.`.
b.
Hadis Qudsi
Lafadzh qudsi dinisbahkan
sebagai kata quds, nisbah ini mengesankan rasa hormat, karena materi
kata itu menunjukkan kebersihan dan kesucian dalam arti bahasa. Maka kata
taqdis berarti menyucikan Allah. Taqdis sama dengan tathiir, dan taqddasa
sama dengan tatahhara (suci, bersih ) Allah berfirman dengan
kata-kata malaikat-Nya : `……pada hal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan menyucikan diri kami karena Engkau.` (al-Baqarah : 30 )
yakni membersihkan diri untuk-Mu.
Secara Istilah, Hadis
Qudsi ialah hadis yang oleh Nabi saw, disandarkan kepada Allah. Maksudnya Nabi
meriwayatkannya bahwa itu adalah kalam Allah. Maka rasul menjadi perawi kalam
Allah ini dari lafal Nabi sendiri.
Cara Periwayatan Hadits Qudsi :
Bila seseorang
meriwayatkan hadis qudsi maka dia meriwayatkannya dari Rasulullah SAW dengan
disandarkan kepada Allah, dengan mengatakan :
1.
`Rasulullah SAW mengatakan mengenai apa yang
diriwayatkannya dari Tuhannya`, atau ia mengatakan: …..
Contoh : `Dari
Abu Hurairah Ra. Dari Rasulullah SAW mengenai apa yang diriwayatkannya dari
Tuhannya Azza Wa Jalla, tangan Allah itu penuh, tidak dikurangi oleh
nafakah, baik di waktu siang atau malam hari….`
2.
`Rasulullah SAW mengatakan : Allah Ta`ala telah
berfirman atau berfirman Allah Ta`ala.` Contoh: `Dari Abu Hurairah
Ra, bahwa Rasulullah SAW berkata : ` Allah ta`ala berfriman : Aku menurut
sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Aku bersamanya bila ia menyebut-Ku.bila
menyebut-KU didalam dirinya, maka Aku pun menyebutnya didalam diri-Ku. Dan bila
ia menyebut-KU dikalangan orang banyak, maka Aku pun menyebutnya didalam
kalangan orang banyak lebih dari itu….`
c.
Perbedaan
Quran dengan Hadis Qudsi
Ada beberapa perbedaan antara Quran dengan hadis Qudsi,yang
terpenting diantaranya ialah :
1)
Al-Quranul Karim adalah Quran adalah mukjizat yang
abadi hingga hari kiamat, bersifat tantangan (I'jaz) bagi yang ingkar untuk
membuat yang serupa dengannya, sedang hadis Qudsi tidak untuk menantang dan
tidak pula untuk mukjizat.
2)
Al- Quranul karim hanya dinisbahkan kepada Allah,
sehingga dikatakan: Allah ta`ala telah berfirman, sedang hadis Qudsi- seperrti
telah dijelaskan diatas-terkadang diriwayatkan dengan disandarkan kepada Allah;
sehingga nisbah hadis Qudsi kepada Allah itu merupakan nisbah yang dibuatkan.
3)
Seluruh isi Quran dinukil secara mutawatir,
sehingga kepastiannya sudah mutlak. Sedang hadis-hadis Qudsi kebanyakannya
adalah khabar ahad, sehingga kepastiannya masih merupakan dugaan. Ada
kalanya hadis Qudsi itu sahih, terkadang hasan ( baik ) dan terkadang pula da`if
(lemah).
4)
Al-Quranul Karim dari Allah, baik lafal maupun
maknanya. Maka dia adalah wahyu, baik dalam lafal maupun maknanya. Sedang hadis
Qudsi maknanya saja yang dari Allah, sedang lafalnya dari Rasulullah SAW . hadis Qudsi ialah wahyu dalam makna tetapi
bukan dalam lafal.
5)
Membaca Al-Quranul Karim merupakan ibadah, karena
itu ia dibaca didalam salat. Sedang hadis kudsi tidak disuruhnya membaca
didalam salat. Allah memberikan pahala membaca hadis Qudsi secara umum saja.
Maka membaca hadis Qudsi tidak akan memperoleh pahala seperti yang disebutkan
dalam hadis mengenai membaca Quran bahwa pada setiap huruf akan mendapatkan
kebaikan.
4.
KARAKTERISTIK AL-QURAN
Dr. Yusuf
Qaradhawi memaparkan beberapa karakteristik Al-Quran dalam kitabnya " Kaifa
Nata'amal ma'al al-Quran",( Bagaimana berinteraksi dengan Al-Quran),
secara singkatnya sebagai berikut :
1)
Al-Quran adalah Kitab Ilahi
Al-Quran berasal dari Allah
SWT, baik secara lafal maupun makna. Diwahyukan oleh Allah SWT kepada Rasul dan
Nabi-Nya; Muhammad saw melalui 'wahyu al-jaliy' wahyu yang jelas. Yaitu dengan
turunnya malaikat utusan Allah, Jibril a.s untuk menyampaikan wahyu kepada
Rasulullah SAW yang manusia, bukan melalui jalan wahyu yang lain ; seperti
ilham, pemberian inspirasi dalam jiwa, mimpi yang benar atau cara lainnya.
)الر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آَيَاتُهُ ثُمَّ
فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ (
Artinya : Alif laam raa, (Inilah) suatu Kitab yang ayat-ayatNya
disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari
sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha tahu ( Huud 1)
2)
Al-Quran adalah Kitab Suci yang terpelihara
Diantara karakteristik
Al-Quran yang lainnya adalah ia merupakan kitab suci yang terpelihara
keasliannya. Dan Allah SWT sendiri yang menjamin pemeliharaannya, serta tidak
membebankan hal itu pada seorang pun. Tidak seperti yang dilakukan pada
kitab-kitab suci selainnya, yang hanya dipelihara oleh umat yang menerimanya.
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT :
بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ
اللَّهِ
…. disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah … (Al-Maidah 44)
Adapun makna dipeliharanya al-Quran adalah Allah SWT memeliharanya dari
pemalsuan dan perubahaan terhadap teks-teksnya, seperti yang terjadi terhadap
Taurat, Injil, dan sebelumnya.
3)
Al-Quran adalah Kitab suci yang menjadi Mukjizat
Diantara karakteristik
Al-Quran adalah kemukjizatannya. Ia adalah mukjizat terbesar yang diberikan
kepada Nabi Muhammad SAW sehingga bangsa arab hanya menyebut-nyebut mukjizat
itu saja, tidak yang lainnya, meskipun dari beliau terjadi mukjizat yang lain
yang tidak terhitung jumlahnya.
4)
Al-Quran adalah Kitab Suci yang menjadi Penjelas
dan dimudahkan Pemahamannya
Al-Quran adalah kitab yang
memberi penjelasan dan mudah dipahami. Tidak seperti kitab filsafat, yang
cenderung untuk menggunakan simbol-simbol dan penjelasan yang sulit, tidak pula
seperti kitab sastra yang menggunakan perlambang-perlambang, yang berlebihan
dalam menyembunyikan substansi, sehingga sulit dipahami akal.
Allah SWT menurunkan
Al-Quran agar makna-maknanya dapat ditangkap, hukum-hukumnya dapat dimengerti,
rahasia-rahasianya dapat dipahami, serta ayat-ayatnya dapat ditadabburi. Oleh
karena itu Allah SWT menurunkan Al-Quran dengan jelas dan memberi penjelasan,
tidak samar dan sulit dipahami. Sebagaimana firman Allah SWT :
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآَنَ لِلذِّكْرِ
فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ
Artinya : Dan Sesungguhnya Telah kami mudahkan Al-Quran untuk
pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran? (Al-Qomar 17)
5)
Al-Quran adalah Kitab Suci yang Lengkap
Al-Quran adalah kitab agama
yang menyeluruh, pokok agama dan ruh wujud islam. Darinya disimpulkan konsep
akidah Islam, tatacara ibadah, tuntutan akhlak, juga pokok-pokok legislasi dan
hukum. Allah SWT berfirman :
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا
لِكُلِّ شَيْءٍ
Artinya : ..dan kami
turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu (An-Nahl
89)
6)
Al-Quran adalah Kitab Suci Seluruh Zaman
Makna Al-Quran sebagai
kitab keseluruhan zaman adalah ia merupakan kitab yang abadi, bukan kitab bagi
suatu masa tertentu, yang kemudian habis masa berlakunya. Maksudnya,
hukum-hukum Al-Quran, perintah dan larangannya, tidak berlaku secara temporer
dengan suatu kurun waktu tertentu, kemudian habis masanya.
7)
Al-Quran adalah Kitab suci bagi Seluruh Umat
Manusia
Al-Quran bukanlah kitab
yang hanya ditujukan pada suatu bangsa, sementara tidak kepada bangsa yang
lain, tidak juga untuk hanya satu warna kulit manusia, atau suatu wilayah
tertentu. Tidak juga hanya bagi kalangan yang rasional, dan tidak menyentuh
mereka yang emosional dan berdasarkan intuisi.Tidak juga hanya bagi rohaniawan,
sementara tidak menyentuh mereka yang materialis. Al-Quran adalah kitab bagi
seluruh golongan manusia.
Allah SWT berfirman :
إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ
Artinya : Al-Quran itu tiada lain hanyalah peringatan bagi alam
semesta (At-Takwir 27)
Demikian beberapa
karakteristik Al-Quran, untuk penjelasan yang lebih lengkap dan menyeluruh,
rujuk kembali kitab Qardhawi yang disebutkan di atas.
I'jaz Al-Quran (Kemukjizatan Al-Quran)
Kode UQ/A/03
Pokok-pokok Materi :
1.
Pengertian I'jaz dan Mukjizat
2.
Pembagian Jenis Mukjizat & Hikmahnya
3.
Perbedaan Mukjizat Quran dengan Nabi sebelumnya
4.
Macam-macam Mukjizat Quran
1.
PENGERTIAN IJAZ QURAN DAN MUKJIZAT
a.
Pengertian
i’jaz menurut bahasa:
Kata
I’jaz adalah isim mashdar dari ‘ajaza-yu’jizu-i’jazan yang
mempunyai arti “ketidakberdayaan atau keluputan” (naqid al-hazm). Kata i’jaz
juga berarti “terwujudnya ketidakmampuan”, seperti dalam contoh: a’jaztu zaidan
“aku mendapati Zaid tidak mampu".
b.
Pengertian
i’jaz secara istilah:
-
Penampakan
kebenaran pengklaiman kerasulan nabi Muhammad SAW dalam ketidakmampuan orang
Arab untu menandingi mukjizat nabi yang abadi, yaitu al-Quran.
-
Perbuatan
seseorang pengklaim bahwa ia menjalankan fungsi ilahiyah dengan cara melanggar
ketentuan hukum alam dan membuat orang lain tidak mampu melakukannya dan
bersaksi akan kebenaran klaimnya.
c.
Pengertian
mukjizat:
هي أمر خارق للعادة مقرون بالتحدي
سالم عن المعارضة يظهر على يد مدعي النبوة موافقاً لدعواه
Mukjizat adalah Sebuah perkara luar biasa (khoriqun lil
‘adah) yang disertai tantangan (untuk menirunya), yang Selamat dari pengingkaran,
dan muncul pada diri seorang yang mengaku nabi menguatkan /menyesuaikan
dakwahnya.
Catatan : Dari pengertian mukjizat di atas, maka ada
beberapa syarat disebut mukjizat,yaitu :
1)
Hal
yang di luar kebiasaan : seperti tongkat berubah ular, menghidupkan orang mati,
dll
2)
Disertai
Tantangan : untuk meniru, agar mereka yang ditantang merasa 'tidak mampu' untuk
kemudian mengakui bahwa itu dari Allah SWT
3)
Selamat
dari pengingkaran : artinya tantangan itu berupa sebuah tantangan yang layak
bukan sesuatu yang tidak masuk akal. Misalnya : tantangan membuat Al-Quran
untuk orang Arab yg berbahasa Arab, bukan untuk orang Jawa.
4)
Muncul
dari Nabi : untuk menguatkan risalah kenabiannya, jika bukan dari nabi biasa
disebut dengan Karomah.
2.
PEMBAGIAN
JENIS MUKJIZAT & HIKMAHNYA
Secara umum mukjizat dapat digolongkan menjadi dua
klasifikasi, yaitu:
a)
Mu’jizat
Indrawi (Hissiyyah)
Mukjizat jenis ini
diderivasikan pada kekuatan yang muncul dari segi fisik yang mengisyaratkan
adanya kesaktian seorang nabi. Secara umum dapat diambil contoh adalah mukjizat
nabi Musa dapat membelah lautan, mukjizat nabi Daud dapat melunakkan besi serta
mukjizat nabi-nabi dari bani Israil yang lain.
b)
Mukjizat
Rasional (’aqliyah)
Mukjizat ini
tentunya sesuai dengan namanya lebih banyak ditopang oleh kemampuan intelektual
yang rasional. Dalam kasus al-Quran sebagai mukjizat nabi Muhammad atas umatnya
dapat dilihat dari segi keajaiban ilmiah yang rasional dan oleh karena itulah
mukjizat al-Quran ini bias abadi sampai hari Qiamat.
Hikmah pembagian Mukjizat
:
Imam
Jalaludin as-Suyuthi, berkomentar mengenai hikmah pembagian mukjizat
tersebut dimana beliau berpendapat bahwa
kebanyakan maukjizat yang ditanpakkan Allah pada diri para nabi yang diutus
kepada bani Israil adalah mukjizat jenis fisik. Beliau menambahkan hal itu dikarenakan atas lemah
dan keterbelakangan tingkat intelegensi bani Israil.
Sementara, sebab yang
melatarbelakangi diberikannya mukjizat rasional atas umat nabi Muhammad adalah
keberadaan mereka yang sudah relative matang dibidang intelektual. Beliau
menambahkan, oleh karena itu al-Quran adalam meukjizat rasional, maka sisi
i’jaznya hanya bisa diketahui dengan kemampuan intelektual, lain halnya dengan
mukjizat fisik yang bias diketahui dengan instrument indrawi.
Meskipun al-Quran diklasifikasian sebagai mukjizat
rasional ini tidak serta merta menafikan mukjizat-mukjizat fisik yang telah
dianugerahkan Allah kepadanya untuk memperkuat dakwahnya.
3.
PERBEDAAN MUKJIZAT QURAN DENGAN NABi-NABI
SEBELUMNYA
Ada beberapa perbedaan
besar antara mukjizat Al-Quran dengan mukjizat para Nabi-nabi sebelumnya,
antara lain :
a)
Mukjizat Nabi sebelumnya bersifat fisik
(hissiyah), maka habis sesuai dengan berlalunya zaman. Generasi setelahnya
tidak lagi bisa menyaksikan mukjizat tersebut. Sementara Al-Quran adalah
mukjizat yang terjaga, abadi dan berkelanjutan. Karenanya hingga hari ini masih
banyak temuan-temuan tentang mukjizat Al-Quran.
b)
Mukjizat Nabi-nabi sebelumnya terfokus pada
'penakjuban pandangan', sementara mukjizat Al-Quran mengarah pada 'pembukaan
hati dan penundukan akal', karena itu daya pengaruhnya lama dan bertahan.
Sementara mukjizat 'pandangan' kadang begitu mudah terlupakan.
c)
Mukjizat Nabi sebelumnya di luar konteks isi
risalah mereka dan tidak bersesuain, karena fungsinya utamanya hanya untuk
menguatkan kenabian atau membuktikan bahwa mereka adalah utusan Allah SWT.
Contoh : menghidupkan orang mati, tongkat menjadi ular, tidak ada hubungan
langsung dengan isi kitab Taurat dan Injil. Sementara Al-Quran benar-benar
mukjizat yang bersesuaian dan menguatkan isi risalah kenabian.
4.
BIDANG MUKJIZAT AL-QURAN
Mukjizat al-Quran terdiri
dari berbagai macam segi mukjizat, antara lain :
A.
Segi
bahasa dan susunan redaksinya ( I'jaz Lughowi)
Sejarah telah menyaksikan bahwa
bangsa Arab pada saat turunnya al-Quran telah mencapai tingkat yang belum
pernah dicapai oleh bangsa satu pun yang ada didunia ini, baik sebelum dan sesudah
mereka dalam bidang kefashihan bahasa (balaghah). Mereka juga telah meramba
jalan yang belum pernah diinjak orang lain dalam kesempurnaan menyampaikan
penjelasan (al-bayan), keserasian dalam menyusun kata-kata, serta kelancaran
logika.
Oleh karena bangsa Arab telah mencapai taraf yang
begitu jauh dalam bahasa dan seni sastra, karena sebab itulah al-Quran
menantang mereka. Padahal mereka memiliki kemampuan bahasa yang tidak bias
dicapai orang lain seperti kemahiran dalam berpuisi, syi’ir atau prosa
(natsar), memberikan penjelasan dalam langgam sastra yang tidak sampai oleh
selain mereka. Namun walaupun begitu mereka tetap dalam ketidakberdayaan ketika
dihadapkan dengan al-Quran.
B.
Segi
isyarat ilmiah ( I'jaz Ilmi)
Pemaknaan kemukjizatan al-Quran dalam segi ilmiyyah diantaranya :
1)
Dorongan
serta stimulasi al-Quran kepada manusia untuk selalu berfikir keras atas
dirinya sendiri dan alam semesta yang mengitarinya.
2)
Al-Quran
memberikan ruangan sebebas-bebasnya pada pergulan pemikiran ilmu pengetahuan
sebagaimana halnya tidak ditemukan pada kitab-kitab agama lainnya yang malah
cenderung restriktif.
3)
Al-Quran
dalam mengemukakan dalil-dalil, argument serta penjelasan ayat-ayat ilmiah,
menyebutkan isyarat-isyarat ilmiah yang sebagaiannya baru terungkap pada zaman
atom, planet dan penaklukan angkasa luar sekarang ini. Diantaranya adalah :
a.
Isyarat
tentang Sejarah Tata Surya .
Allah SWT berfirman
: “Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan
bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara
keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah
mereka tiada juga beriman?” (QS. Al-Anbiya’: 30).
b.
Isyarat
tentang Fungsi Angin dalam Penyerbukan Bunga
Allah SWT berfirman : “Dan Kami telah
meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan
dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah
kamu yang menyimpannya.” (QS. Al-Hijr: 22)
c.
Isyarat
tentang Sidik Jari manusia
Allah SWT berfirman
: “ Bukan demikian, Sebenarnya kami Kuasa menyusun (kembali) jari
jemarinya dengan sempurna" . (QS Al-Qiyamah 4)
Catatan : Banyak buku yang sudah di tulis mengenai
masalah Keajaiban Ilmiah Al-Quran, ada yang menyebutnya dengan Mukjizat Ilmiah,
dan ada pula yang membuat bahasan lain dan menyebutnya dengan Tafsir Ilmiah.
Beberapa ulama berbeda pendapat tentang tafsir Ilmiah, khususnya jika yang
terjadi adalah memaksakan ayat-ayat Quran untuk koheren dengan teori-teori
ilmiah hasil penelitian manusia. Rujuk kembali perbedaan seputar ini dalam
kitab : Bagaimana berinteraksi dengan Al-Quran (Kaifa nata'amal ma'al quran)
-Dr.Yusuf Qaradhawi.
C.
Segi
Sejarah & pemberitaan yang ghaib (I'jaz tarikhiy)
Surat-surat
dalam al-Quran mencakup banyak berita tentang hal ghaib. Kapabilitas al-Quran
dalam memberikan informasi-informasi tentang hal-hal yang ghaib seakan menjadi
prasyarat utama penopang eksistensinya sebgai kitab mukjizat. Diantara contohnya
adalah:
1.
Sejarah
/ Keghaiban masa lampau.
Al-Quran sangat
jelas dan fasih seklai dalam menjelaskan cerita masa lalu seakan-akan menjadi
saksi mata yang langsung mengikuti jalannya cerita. Dan tidak ada satupun dari
kisah-kisah tersebut yang tidak terbukti kebenarannya. Diantaranya adalah:
Kisah nabi Musa & Firaun, Ibrahim, Nabi Yusuf, bahkan percakapan antara
anak-anak Adam as.
2.
Kegaiban
Masa Kini
Diantaranya terbukanya
niat busuk orang munafik di masa rasulullah. Allah SWT berfirman : Dan di antara
manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan
dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, Padahal ia adalah
penantang yang paling keras.(QS. Al-Baqoroh: 204)
3.
Ramalan
kejadian masa mendatang
Diantaranya ramalan
kemenangan Romawi atas Persia di awal surat ar-Ruum.
D.
Segi
petunjuk penetapan hukum ( I'jaz Tasyri'i)
Diantara
hal-hal yang mencengangkan akal dan tak mungkin dicari penyebabnya selain bahwa
al-Quran adalah wahyu Allah, adalah terkandungnya syari’at paling ideal bagi
umat manusia, undang-undang yang paling lurus bagi kehidupan, yang dibawa
al-Quran untuk mengatur kehidupan manusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan
manusia. Meskipun memang banyak aturan hukum dari Al-Quran yang secara 'kasat
mata' terlihat tidak adil, kejam dan sebagainya, tetapi sesungguhnya di balik
itu ada kesempurnaan hukum yang tidak terhingga.
Diantara
produk hukum Al-Quran yang menakjubkan dan penuh hikmah tersebut antara lain :
a.
Hukuman
Hudud bagi pelaku Zina, Pencurian, dsb (QS An-Nuur 2-3)
b.
Hukuman
Qishos bagi Pembunuhan ( QS Al-Baqoroh 178-180)
c.
Hukum
Waris yang detil (QS An- Nisa 11-12)
d.
Hukum
Transaksi Keuangan dan Perdagangan.(QS Al-Baqoroh 282)
e.
Hukum
Perang & Perdamaian. (QS Al-Anfal 61)
f.
Dan
lain-lain
Tentang
Wahyu
Kode UQ/A/04
Pokok-pokok Materi :
1.
Arti
Wahyu
2.
Proses
Wahyu Allah pada Malaikat
3.
Proses
Turunnya Wahyu Kepada Nabi
4.
Beberapa
Tuduhan & Jawaban seputar Wahyu
1.
ARTI
WAHYU
a.
Pengertian
Wahyu secara Bahasa
Dikatakan wahaitu ilaih dan auhaitu,
bila kita berbicara kepadanya agar tidak diketahui orang lain. Wahyu adalah
isyarat yang cepat. Itu terjadi melalui pembicaran yang berupa rumus dan
lambang, dan terkadang melalui suara semata, dan terkadang pula melalui isyarat
dengan sebagian anggota badan.
Al-wahy atau wahyu adalah kata masdar ( infinitif );
dan materi kata itu menunjukkan dua pengertian dasar, yaitu ; tersembunyi dan
cepat. Oleh sebab itu maka dikatakan bahwa wahyu adalah : pemberitahuan secara tersembunyi dan
cepat dan khusus ditujukan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui orang
lain.
b.
Pengertian
Wahyu dalam Istilah Syar'i
Secara istilah
wahyu didefinisikan sebagai : kalam Allah yang diturunkan kepada seorang
Nabi`. Definisi ini menggunakan pengertian maf`ul, yaitu al muha ( yang
diwahyukan ).
Ustadz Muhammad Abduh
membedakan antara wahyu dengan ilham . Ilham itu intuisi yang diyakini jiwa
sehingga terdorong untuk mengikuti apa yang diminta, tanpa mengetahui dari mana
datangnya. Hal sepeti itu serupa dengan rasa lapar, haus sedih da senang.
2.
CARA
WAHYU TURUN PADA MALAIKAT
Didalam
Al- Quranul Karim terdapat nash mengenai kalam Allah kepada para malaikatnya : diantaranya
:
1)
`Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: `Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.` Mereka berkata: `Mengapa Engkau
hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya .`(
al-Baqarah : 30 ).
2)
Juga
terdapat nash tentang wahyu Allah kepada mereka : `Ketika Tuhanmu mewahyukan
kepada para malaikat : `Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan
orang-orang yang telah beriman`.( al-Anfal : 12 ).
3)
Disamping
itu ada pula nash tentang para malaikat yang mengurus urusan dunia menurut
perintah-Nya. `Demi malaikat yang mebagi-bagi urusan.`( ad-dzariyat : 4 ).
Nash-nash
diatas dengan tegas menunjukkan bahwa Allah berbicara kepada para malaikat
tanpa perantaraan dan dengan pembicaraan yang dipahami oleh para malaikat itu.
Hal itu diperkuat oleh hadis dari Nawas bin Sam`an r.a yang mengatakan :
Rasulullah SAW berkata :
`Apabila
Allah hendak memberikan wahyu mengenai suatu urusan, Dia berbicara melalui
wahyu; maka langitpun tergetarlah dengan getaran- atau Dia mengatakan dengan
goncangan-yang dahsyat karena takut kepada Allah Azza wa jalla. Apa bila
penghuni langit mendengar hal itu, maka pingsan dan bersujudlah mereka itu
kepada Allah. Yang pertama sekali mengangkat muka diantara mereka itu adalah
jibril, maka Allah membicarakan wahyu itu, kepada jibril menurut apa yang
dikehendaki-Nya. Kemudian jibril berjalan melintasi para malikat, setiap kali
dia melalui satu langit, maka bertanyalah kepadanya malaikat langit itu; apa
yang telah dikatakan oleh Tuhan kita wahai jibril ? jibril menjawab : Dia
mengatakan yang hak. Dan Dialah yang maha tinggi lagi Maha Besar. Para malikatpun
mengatakan seperti apa yang dikatakan jibril. Lalu jibril menyampaikan wahyu
itu seperti apa yang diperintahkan Allah azza wajalla.`
Hadits
di atas menjelaskan bagaimana wahyu turun. Pertama Allah berbicara, dan para
malikatnya mendengar-Nya. Dan pengaruh wahyu itupun sangat dahsyat; apa bila
pada lahirnya- didalam perjalanan jibril untuk menyampaikan wahyu-hadis diatas
menunjukkan turunnya wahyu khusus mengenai Quran, akan tetapi hadis tersebut
juga menjelaskan cara turunnya wahyu secara umum.
3.
CARA
WAHYU ALLAH TURUN KEPADA PARA RASUL
Allah
memberikan wahyu kepada para rasul-Nya ada yang melalui perantaraan dan ada
yang tidak.
CARA PERTAMA : TANPA MELALUI PERANTARAAN.
Diantaranya ialah dengan :
1)
Mimpi
yang benar didalam tidur.
`Dari Aisyah r.a dia berkata : sesungguhnya apa yang
mula-mula terjadi pada Rasulullah SAW
adalah mimpi yang benar diwaktu tidur, beliau tidaklah melihat mimpi kecuali
mimpi itu datang bagaikan
terangnya di waktu pagi hari.`
Di
antara alasan yang menunjukkan bahwa mimpi yang benar bagi para Nabi adalah
wahyu yang wajib diikuti, ialah mimpi Nabi Ibrahim agar menyembelih anaknya,
Ismail. `( as-Saffat : 101-112 ).
Mimpi
yang benar itu tidaklah khusus bagi para rasul saja, mimpi yag demikian itu
tetap ada pada kaum mukminin, sekalipun mimpi itu bukan wahyu.hal itu seperti
dikatakan oleh Rasulullah SAW : `Wahyu telah terputus, tetapi berita-berita
gembira tetap ada, yaitu mimpi orang mukmin.`
Mimpi
yang benar bagi para nabi diwaktu tidur itu merupakan bagian pertama dari
sekian macam cara Allah berbicara seperti yang disebutkan didalam firman- Nya:
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ
إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ
مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ
`Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah
berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir
atau dengan mengutus seorang utusan lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya
apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.`(as-Syuraa
: 51 ).
2)
Kalam
ilahi dari balik tabir tanpa melalui perantara.
Yang
demikian itu terjadi pada Nabi Musa a.s. Sebagaimana firman Allah SWT :
لَمَّا جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ
رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ
Artinya :Dan tatkala Musa datang untuk pada waktu
yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman kepadanya, berkatalah Musa:
`Ya Tuhanku, nampakkanlah kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau`.(
al-Araaf : 143 ).
Demikian
pula menurut pendapat yang paling sah, Allah pun telah berbicara secara
langsung kepada Rasul kita Muhammad saw. Pada malam isra` dan mi`raj. Yang
demikian ini yang termasuk bagian kedua dari apa yang disebutkan oleh ayat
diatas ( atau dari balik tabir ).
CARA KEDUA MELALUI PERANTARAAN MALAIKAT
Ada dua cara penyampaian wahyu oleh malaikat kepada
Rasul :
1)
Cara
pertama : Datang kepadanya suara seperti
dencingan lonceng dan suara yang amat kuat yang mempengaruhi faktor-faktor
kesadaran, sehingga ia dengan segala kekuatannya siap menerima pengaruh itu.
Cara ini yang paling berat baat Rasul.
Apa bila wahyu yang turun kepada
Rasulullah SAW dengan cara ini maka ia mengumpulkan semua kekuatan kesadarannya
untuk menerima, menghafal dan memahaminya. Dan mungkin suara itu sekali suara
kepakan sayap-sayap malaikat, seperti diisyaratkan didalam hadis .
2)
Cara kedua : Malaikat menjelma
kepada rasul sebagai seorang laki-laki dalam bentuk manusia. Cara ini lebih
ringan dari pada yang sebelumnya. Karena ada kesesuaian antara pembicara dan
pendengar. Rasul meraa senang sekali mendengar dari utusan pembawa wahyu itu.
Karena merasa seperti manusia yang berhadapan saudaranya sendiri.
Keduanya
cara di atas disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan dari Aisyah Ummul
Mu`minin r.a bahwa haris bin Hisyam r.a bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai
hal itu dan jawab Nabi : ` Kadang-kadang ia datang kepadaku bagaikan
dencingan lonceng, dan itulah yang paling berat bagiku, lalu ia pergi, dan aku
telah menyadari apa yang dikatakannya. Dan terkadang malaikat menjelma kepadaku
sebagai seorang laki-laki, lalu dia berbicara kepadaku, dan akupun memahami apa
yang ia katakan`.
Aisyah
juga meriwayatkan apa yang dialami Rasulullah SAW berupa kepayahan , dia
berkata : `Aku pernah melihatnya tatkala wahyu sedang turun kepadanya pada
suatu hari yang amat dingin, lalu malaikat itu pergi. Sedang keringatpun
mengucur dari dahi Rasulullah`.
4.
TUDUHAN & JAWABAN SINGKAT SEPUTAR WAHYU
Permasalahan wahyu
sering menjadi sasaran tuduhan kaum jahiliyan dari dulu hingga sekarang ( kafir
qurays hingga orientalis masa kini ) dalam rangka mengkaburkan keyakinan kaum
muslimin dan menjauhkan mereka dari Al-Quran, diantaranya sebagai berikut :
Pertama : Meraka
mengira bahwa Qur`an dari pribadi Muhammad; dengan menciptakan maknanya dan dia
pula yang menyusun ` bentuk gaya bahasanya` ; Qur`an bukanlah wahyu.
Kita jawab dengan, bagaimana dengan ayat-ayat
Al-Quran yang jelas-jelas 'memperingatkan' & 'menyalahkan' Rasulullah SAW
dalam beberapa momentum, seperti ketika Rasulullah SAW mendahulukan mendakwahi
pembesar quraiys dan tidak mempedulikan Abdullah bin Ummi Maktum ? (QS Abasa
1-10), atau saat Rasulullah SAW memutuskan untuk menyerahkan tawanan perang
Badr dengan tebusan ?. Maka jika itu benar buatan Nabi, sungguh mustahil Nabi
berbuat sesuatu lalu menegur dirinya sendiri.
Begitu pula saat momentum lain, dengan peristiwa yang
dikenal sebagai haditsul ifki, dimana kehormatan keluarga nabi tercoreng
dengan isu yang melanda seisi kota tentang ketidaksetiaan ibunda Aisyah. Kasus
ini cukup lama membuat Madinah bergejolak, tapi Rasulullah SAW bergeming dan
menunggu jawaban tuntas dari Al-Quran untuk membebaskan ibunda Aisyah dari
tuduhan tersebut. Sekiranya nabi sendirilah yang membuat al-Quran, maka
mestinya ia tidak perlu repot-repot menunggu turunnya wahyu dengan kondisi yang
segenting itu.
Kedua : Mereka menyangka bahwa
Rasulullah SAW mempunyai ketajaman otak, kedalaman penglihatan, kekuatan
firasat, kecerdikan yang hebat, kejernihan jiwa dan renungan yang benar, yang
menjadikannya memahami ukuran ukuran yang baik dan yang buruk, benar dan salah
melalui ilham ( inspirasi ), serta mengenali perkara-perkara yang rumit melalui
kasyaf. Sehingga Qur`an itu tidak lain dari pada hasil penalaran intelektual
dan pemahaman yang diungkapkan oleh Muhammad dengan gaya bahasa dan
retorikanya.
Kita
Jawab, bahwa segi berita yang merupakan bagian terbesar
dalam Quran tidak diragukan oleh orang yang berakal bahwa apa yang diterimanya
hanya berdaarkan kepada penerimaan dan pengajaran. Qur`an telah menyebutkan
berita-berita tentang umat terdahulu, golongan-golongan dan perisiwa sejarah
dengan kejadian-kejadiannya yang benar dan cermat, seperti halnya yang disaksikan
oleh saksi mata. Sekalipun masa yang dilalui oleh sejarah itu sudah amat jauh.
Bahkan sampai pada kejadian pertama alam semesta ini. Begitu pula ayat yang
menjelaskan tentang hari kiamat, serta gambaran surga dan neraka dengan
lengkap. Hal demikian tentu tidak dapat memberikan tempat bagi penggunaan
pikiran dan kecermatan firasat. Secerdas apapun manusia, bahkan hingga hari ini
dengan zaman yang penuh teknologi, tetap tidak bisa menyentuh
pemberitaan-pemberitaan ghaib tersebut.
Ketiga
: Mereka menyangka bahwa Muhammad telah
menerima ilmu-ilmu Quran dari seorang guru.
Kita jawab bahwasanya Muhammad SAW tumbuh dan hidup dalam keadaan buta huruf
dan tak seorang pun diantara masyarakatnya yang membawa simbol ilmu dan
pengajaran, ini adalah kenyataan yang disaksikan oleh sejarah, dan tidak dapat
diragukan. Bahkan kita juga menyaksikan bahwa beliau di masa kecilnya tidak
tumbuh dengan bimbingan khusus dari ayahandanya dan juga kakeknya. Oleh
pamannya Abu Tholib, Muhammad SAW justru lebih diarahkan untuk menjadi
pedagang, hingga ikut serta dalam perjalanan dagangnya ke negri Syam yang
akhirnya bertemu dengan pendeta Bukhaira. Tetapi meskipun dengan pendeta
tersebut, Muhammad SAW yang masih kecil waktu itu tidak sekalipun menimba ilmu
apapun dari pendeta tersebut.
Turunnya Al-Quran
Kode : UQ/A/05
Pokok-pokok Materi :
1.
Tahapan Turunnya Al-Quran dan Pendapat Ulama
seputarnya
2.
Hikmah Turunnya Al-Quran dengan berangsur-angsur
1.
TAHAPAN TURUNNYA AL-QURAN
Allah SWT menjelaskan secara umum tentang turunnya
Al-Quran dalam tiga tempat dalam Al-Quran, masing-masing :
a)
Al-Quran diturunkan pada bulan Ramadhan
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ
الْقُرْآَنُ
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur`an ( al-Baqarah: 185 ).
b)
Al-Quran diturunkan pada malam Lailatul Qadar
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada malam lailatul qadar.` ( al-Qadr : 1 )
c)
Al-Quran diturunkan pada malam yang diberkahi
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya ( Qur`an ) pada malam yang
diberkahi.` (QS ad-Dhukhan:
3 ).
Ketiga ayat diatas tidak bertentangan, karena malam
yang diberkahi adalah malam lailatul qadar dalam bulan ramadhan. Tetapi lahir (
zahir ) ayat-ayat itu bertentangan dengan kehidupan nyata Rasulullah SAW ,
dimana Qur`an turun kepadanya selama dua puluh tiga tahun.
Dalam hal ini para ulama mempunyai dua madzab pokok ,
dan satu madzhab lainnya:
1)
Madzhab pertama yaitu, pendapat Ibn Abbas dan
sejumlah ulama serta yang dijadikan pegangan oleh umumnya para ulama.
Yang dimaksud dengan turunnya Qur`an dalam ketiga ayat
diatas adalah turunnya Qur`an sekaligus di Baitul `Izzah dilangit dunia agar
para malaikat menghormati kebesarannya. Kemudian sesudah itu Qur`an diturunkan
kepada rasul kita Muhammad saw. Secara bertahap selama dua puluh tiga tahun.
sesuai dengan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian sejak dia diutus sampai
wafatnya.
Pendapat ini didasarkan pada berita-berita yang sahih
dari Ibn Abbas dalam beberapa riwayat. Antara lain:
a.
Ibn Abbas berkata: ` Qur`an sekaligus diturunkan
ke langit dunia pada malam lailatul qadar, kemudian setelah itu ia diturunkan
selama dua puluh tahun.` Lalu ia membacakan: `Tidaklah orang-orang kafir itu
datang kepadamu sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu
yang benar dan yang paling baik penjelasannya .`( al-Furqan : 33 ).
وَقُرْآَنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى
النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا
`Dan Al Qur`an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar
kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian
demi bagian.` (al-Isra` : 106 ).
b.
Ibn Abbas r.a berkata: ` Qur`an itu dipisahkan
dari az-Zikr, lalu diletakkan dai baitul Izzah di langit dunia. Maka jibril
mulai menurunkannya kapada Nabi saw.`
c.
Ibn Abbas r.a mengatakan : ` Allah menurunkan
Qur`an sekaligus kelangit dunia , temmponya turunnya secara berangsur-angsur.
Lalu Dia menurunkannya kepada Rasulnya bagian demi bagian.`
d.
Ibn Abas r.a berkata : `Qur`an diturunkan pada
malam lailatul qadar, pada bulan ramadhan ke langit dunia sekaligus; lali ia
diturunkan secara berangsur-angsur.`
2)
Madzhab kedua, yaitu yang diriwayatkan oleh
as-Sya`bi .
Bahwa yang dimaksud dengan turunnya Quran dalam
ketiga ayat diatas adalah permulaan turunnya Qur`an pada Rasulullah SAW. Permulaan
turunnya Quran itu di mulai pada malam lailatul qadar di bulan ramadhan,
yangv merupakan malam yang di berkahi. Kemudian turunnya berlanjut sesudah itu
secara bertahap sesuai dengan kejadian dan peristiwa-peristiwa selam kurang
lebih dua puluh tiga tahun.
Dengan demikian Qur`an hanya satu macam cara turun,
yaitu turun secara bertahap kepada Rasulullah SAW seba yang demikian inilah
yang dinyatakan dalam Qur`an :
وَقُرْآَنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى
النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا
`Dan Al Qur`an itu telah
Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan
kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.` (al-Isra`: 106 )
3)
Madzhab ketiga
Bahwa Qur`an diturunkan kelangit dunia selama dua
puluh tiga malam lalilatul qadar yang pada setiap malamnya selama malam-malam
lailatul qadar itu ada yang ditentukan Allah untuk diturunkan pada setiap
tahunnya. Dan jumlah wahyu yang diturunkan kelangit dunia pada malam lailatul
qadar , untuk masa satu tahun penuh itu kemudian diturunkan secara
berangsur-angsur kepada Rasulullah SAW sepanjang tahun. Madzab ini adalah hasil
ijtihad sebagian mufasir.. pendapat ini tidak mempunyai dalil.
KESIMPULAN :
Adapun madzab kedua yang diriwayatkan dari as-Sya`bi
, dengan dali-dalil yang sahih dan dapat diterima,tidaklah bertentang dengan
madzab yang pertama yang diriwayatkan dari Ibn Abbas. Dengan demikian maka
pendapat yang kuat ialah bahwa Al-Quran Al-Karim itu dua kali diturunkan:
·
Pertama: diturunkan secara sekaligus pada malam
lailatul qadar ke baitul Izzah di langit dunia.
·
Kedua: diturunkan kelangit dunia ke bumi secara
berangsur-angsur selama dua puluh tiga tahun.
Catatan : Imam Al-Qurtubi telah menukil dari Muqatil bin Hayyan riwayat
tentang kesepakatan ( ijma`) bahwa turunnya Qur`an sekaligus dari lauhul mahfuz
ke baitul izzah di langit dunia. Ibn
Abbas memandang tidak ada pertentangan antara ke tiga ayat diatas yang
berkenaan dengan turunnya Qur`an dengan kejadian nyata dalam kehidupan
Rasulullah SAW bahwa Qur`an itu turun selam dua puluh tiga tahun yang bukan
bulan ramadan.
2.
HIKMAH TURUNNYA QUR`AN SECARA BERTAHAP
Kita dapat menyimpulkan
hikmah turunnya Qur`an secara bertahap dari nash-nash yang berkenaan dengan hal
itu. Dan kami meringkaskannya sebagai berikut :
1)
Menguatkan atau meneguhkan hati Rasulullah SAW .
Rasulullah SAW telah menyampaikan dakwahnya kepada
menusia, tetapi ia menghadapi sikap mereka yang membangkang dan watak yang
begitu keras. Ia ditantang oleh orang-orang yang berhati batu, berperangai
kasar dan keras kepala. Mereka senantiasa melemparkan berbagai macam gangguan
dan ancaman kepada Rasul. Wahyu
turun kepada Rasulullah SAW dari waktu kewaktu sehingga dapat meneguhkan
hatinya atas dasar kebenaran dan memperkuat kemauannya untuk tetap melangkahkan
kaki dijalan dakwah tanpa menghiraukan perlakuan jahil yang dihadapinya dari
masyarakatnya sendiri.
Contoh dari ayat-ayat tersebut, diantaranya sebagai
berikut:
a)
Ayat yang berisi anjuran langsung untuk bersabar
`Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka
dengan cara yang baik. Dan biarkanlah Aku bertindak terhadap orang-orang yang
mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai kemewahan dan beri tangguhlah
mereka barang sebentar.`(al-Muzammil:10-11
)
b)
Ayat dari kisah-kisah nabi dan ajakan mengambil
contoh keteguhan mereka
Demikianlah hikmah yang terkandung dalam kisah para Nabi yang terdapay
dalam Qur`an: `Dan kisah rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah
yang dengannya Kami terguhkan hatimu.` (Hud : 120 )
c)
Ayat yang berisi janji-janji kemenangan
`Allah telah menetapkan: `Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang`.
Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.` (al-Mujadalah: 21 ).
Setiap kali
penderitaan Rasulullah SAW bertambah karena didustakan oleh kaumnya dan merasa
sedih karena penganiayaan mereka, maka Qur`an turun untuk melepaskan derita dan
menghiburnya serta mengancam orang-orang yang mendustakan bahwa Allah
mengetahui hal ihwal mereka dan akan membalas apa yang melakukan hal itu.
2)
Menjawab Tantangan dan sekaligus Mukjizat.
Orang-orang musyrik senantiasa
berkubang dalam kesesatan dan kesombongan hingga melampaui batas. Mereka sering
mangajukan pertanyaan-pertanyaan dengan maksud melemahkan dan menentang. Untuk
menguji kenabian Rasulullah. Mereka juga sering menyampaikan kepadanya hal-hal
batil yang tak masuk akal, seperti menanyakan tentang hari kiamat, lalu
turunlah ayat :
Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat:
"Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan
tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan
waktu kedatangannya selain Dia. kiamat itu amat berat (huru haranya bagi
makhluk) yang di langit dan di bumi. kiamat itu tidak akan datang kepadamu
melainkan dengan tiba-tiba". mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu
benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang
bari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak
Mengetahui". (Al-A'roof
187)
Jadi hikmah yang bisa kita
tangkap disini adalah, bahwasanya turunnya Al-Quran secara berangsur-angsur
juga agar bisa menjawab tantangan-tantangan yang senantiasa dimunculkan oleh
kaum kafir qurays, yahudi, bahkan juga kaum munafik.
Hikmah seperti ini telah diisyaratkan oleh keterangan
yang terdapat dalam beberapa riwayat dalam hadis Ibn Abbas mengenai turunnya Qur`an
: `Apa bila orang-orang musyrik mengadakan sesuatu, maka Allah pun mengadakan
jawabannya atas mereka.`
3)
Mempermudah Hafalan dan Pemahamannya.
Al-Quran Al-Karim turun ditengah-tengah umat yang
ummi, yang tidak pandai membaca dan menulis, catatan mereka adalah daya hafalan
dan daya ingatan. Mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang tata cara
penulisan dan pembukuan yang dapat memungkinkan mereka menuliskan dan
membukukannya, kemudian menghafal dan memuhaminya. Umat yang buta huruf itu
tidaklah mudah untuk menghafal seluruh Qur`an apa bila Al-Quran Al-Karim
diturunkan sekaligus, dan tidak mudah pula bagi mereka untuk memahami maknanya
serta memikirkan ayat-ayatnya, jelasnya bahwa Al-Quran Al-Karim secara
berangsur itu merupakan bantuan terbaik bagi mereka untuk menghafal dan
memahami ayat-ayatnya.
Setiap kali turun satu atau beberapa ayat, para
sahabat segara menghafalkannya. Memikirkan maknanya dan memahami
hukum-hukumnya. Tradisi demikian ini menjadi suatu metode pengajaran dalam
kehidupan para Tabi`in.
·
Abu Nadrah berkata,`Abu Saad al-Khudri mengajar
kan Qur`an kepada kami, lima ayat diwaktu pagi, dan lima ayat di waktu petang.
Dia memberitahukan bahwa jibril menurunkan Al-Quran Al-Karim lima ayat-lima
ayat.`
·
Dari Khalid bin Dinar dikatakan, `Abul `Aliyah
berkata kepada kami `Pelajarilah Qur`an itu lima ayat demi lima ayat; karena
Nabi saw mengambil dari jibril lima ayat demi lima ayat.`
·
Umar berkata, `Pelajarilah Quran itu lima ayat
demi lima ayat, karena jibril menurunkan Quran kepada Nabi saw. Lima ayat demi
lima ayat.`
4)
Kesesuaian dengan Peristiwa-peristiwa Pentahapan
dalam Penetapan Hukum.
Manusia tidak akan mudah mengikuti dan tunduk kepada
agama yang bau ini seandainya Al-Quran Al-Karim tidak menghadapi mereka dengan
cara yang bijaksanadan memberikan kepada mereka beberapa obat penawar yang
ampuh yang dapat menyembuhkan mereka dari kerusakan dan kerendahan martabat.
Setiap kali terjadi suatu peristiwa, diantara mereka , maka turunlah hukum
mengenai peristiwa itu yang menjelaskan statusnya dan penunjuk serta meletakkan
dasar-dasar perundang-undangan bagi mereka, sesuai dengan situasi dan kondisi,
satu demi satu. Dan cara ini menjadi obat bagi hati mereka.
Tahapan Pengharaman Khamr
Contoh yang paling jelas mengenai penetapan hukum
yang berangsur-angsur itu ialah diharamkannya minuman keras, mengenai hal ini
pertama-tama Allah berfirman :
a)
Pertama, Allah SWT berfirman : Dan dari buah korma dan
anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi orang yang memikirkan.`(an-Nahl:
67).
Ayat ini menyebutkan tentang karunia Allah apa
bila yang di maksud dengan `sakar` ialah khamr atau minuman keras dan yang
dimaksud dengan `rezeki` ialah segala yang dimakan dari kedua pohon tersebut
seperti kurma dan kismis-dan inilah pendapat jumhur ulama- maka pemberian
predikat `baik` kepada rezeki sementara sakar tidak diberinya, merupakan
indikasi bahwa dalam hal ini pijian Allah hanya ditujukan kepada rezeki dan
bukan kepada sakar, kemudian turun firman Allah:
b)
Kedua, Allah SWT berfirman : `Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan
judi. Katakanlah: `Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfa`at
bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa`atnya`.(al-Baqarah:219).
Ayat ini
membandingkan antara manfaat minuman keras (khamr) yang timbul sesudah
memminumnya seperti kesenangan dan kegairahan atau keuntungan karena
memperdagangkannya, dengan bahaya yang diakibatkannya seperti dosa, bahaya bagi
kesehatan tubuh, merusak akal, menghabiskan harta dan membangkitkan
dorongan-dorongan untuk berbuat kenistaan dan durhaka. Ayat tersebut menjauhkan
khamr dengan cara menonjolkan segi bahayanya dari pada manfaatnya, kemudian
turun firman Allah:
c)
Ketiga : Allah SWT berfirman : `Wahai orang-orang
yang beriman , janganlah kamu salat sedang kamu dalam keadaan mabuk.`(an-Nisa`:
43 ).
Ayat ini menunjukkan larangan minuman khamr pada
waktu-waktu tertentu bila pengaruh minuman itu akan sampai kewaktu salat, ini
mengingat adanya larangan mendekati salat dalam keadaan mabuk, samppai pengaruh
minuman itu hilang dan mereka mengetahui apa yang mereka baca dalam salatnya,
selanjutnya firman Allah:
d)
Keempat : Firman
Allah :`Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, berhala,
mengundi nasib dengan panah , adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan
itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu
lantaran khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan
sembahyang; maka berhentilah kamu.`(al-Maidah:90-91)
Ini merupakan pengharaman secara pasti dan tegas
terhadap minuman dalam segala waktu.
Hikmah penetapan hukum dengan
sistem bertahap ini lebih lanjut diungkapkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh
Aisyah r.a ketika mengatakan : `Sesungguhnya yang pertama kali turun dari
Qur`an ilah surah Mufassal yang didalamnya disebutkan surga dan neraka,
sehingga ketika manusia telah berlari kepada Islam, maka turunlah hukum haram
dan halal. Kalau sekiranya yang turun pertama kali adalah `jJanganlah kamu
meminum khamr` tentu meraka akan menjawab: ` Kami tidak akan meninggalkan khamr
selamanya.` Dan kalau sekiranya yang pertama kali turun ialah ; janganlah kamu
berzina, tentau mereka akan menjawab: `Kami tidak akan meninggalkan zina
selamanya.`
5)
Bukti Yang Pasti Bahwa Al-Quran Al-Karim
Diturunkan Dari Sisi Yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji.
Qur`an yang turun secara berangsur kepada Rasulullah SAW
dalam waktu lebih dari dua puluh tahun ini ayat-ayatnya turun dalam selang
waktu tertentu, dan selama ini orang membacanya an mengkajinya surah demi
surah. Ketika ia melihat rangkaiannya begitu padat, tersusun cermat sekali
dengan makna yang saling bertaut, dengan gaya yang begitu kuat, serta ayat demi
ayat dan surah demi surah saling terjalin bagaikkan untaian mutiara yang indah
yang belum ada bandingannya dalam perkataan manusia .
Seandainya Qur`an ini perkataan manusia yang
disampaikan dalam berbagai situasi, peristiwa dan kejadian, tentulah didalamnya
terjadi ketidak serasian dan saling bertentangan satu dengan yang lainnya,
serta sulit terjadi keseimbangan.
وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ
لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
`Maka apakah mereka tidak
memperhatikan Al Qur`an ? Kalau kiranya Al Qur`an itu bukan dari sisi Allah,
tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.`(an-Nisa`:82 ).
Ayat Makkiyah dan Madaniyah
Kode UQ/A/06
Pokok-pokok Materi :
1.
Perhatian Ulama tentang Makki dan Madaniyah
2.
Pengertian Makkiyah dan Madaniyah
3.
Kekhususan & Ciri ayat Makkah & ayat
Madaniyah
4.
Hikmah mengetahui Makkah dan Madaniyah
1.
PERHATIAN ULAMA TERHADAP MAKKIYAH & MADANIYAH
Para ulama begitu tertarik untuk menyelidiki
surah-surah makki dan madani. Mereka meneliti Qur`an ayat demi ayat dan
surah-demi surah untuk ditertibkan, sesuai dengan nuzulnya, dengan
memperhatikan waktu, tempat dan pola kalimat. Bahkan lebih dari itu, mereka
mengumpulkan antara waktu, tempat dan pola kalimat. Cara demikian merupakan
ketentuan cermat yang memberikan pada peneliti obyektif, gambaran mengenai
penyelidikan, ilmiah tentang ilmu makki dan madani. Dan itu pula sikap ulama
kita dalam melakukan pembahasan-pembahasan terhadap aspek kajian Qur`an
lainnya.
Yang terpenting dipelajari para ulama dalam
pembahasan ini adalah :
1)
Yang diturunkan di mekkah,
2)
Yang diturunkan di madinah,
3)
Yang diperselisihkan,
4)
Ayat-ayat makiah dalam surah-surah madaniah,
5)
Ayat-ayat madinah dlam surat makkiah,
6)
Yang diturunkan di mekkah sedang hukumnya madani,
7)
Yang diturunkan di mekkah sedang hukumnya madani,
8)
Yang serupa dengan yang diturunkan di mekkah (
makki ) dalam kelompok madani,
9)
Yang serupa dengan yang diturunkan di madinah (
madani ) dalam kelompok makki;
10)
Yang dibawa dari mekkah ke madinah,
11)
Yang dibawa dari madinah ke mekkah,
12)
Yang turun di waktu malam dan siang,
13)
Yang turun dimusim panas dan dingin,
14)
Yang turun diwaktu menetap dan dalam perjalanan.
Inilah macam-macam ilmu
Qur`an yang pokok, berkisar disekitar makki dan madani, oleh karena dinamakan `
ilmul makki dan madani` .
2.
PENGERTIAN MAKKIYAH & MADANIYAH SERTA
PERBEDAANNYA
Cara menentukan Makki dan
Madani :
Untuk mengetahui dan
menentukan makki dan madani para ulama bersandar pada dua cara utama :
·
Manhaj sima`i naqli ( metode pendengaran seperti apa adanya ) dan
·
Manhaj qiyasi ijtihadi ( menganalogikan dan ijtihad ).
Cara sima'i
naqli : didasarkan
pada riwayat sahih dari para sahabat yang hidup pada saat dan menyaksikan
turunnya wahyu. Atau dari para tabi`in yag menerima dan mendengar dari para
sahabat sebagaiamana, dimana dan peristiwa apa yang berkaitan dengan turunnya
wahyu itu. Sebagian besar penentuan makki dan madani itu didasarkan pada cara
pertama. Dan cotoh-contoh diatas adalah bukti paling baik baginya. Penjelasan
tentang penentuan tersebut telah memenuhi kitab-kitab tafsir bil ma`tsur. Kitab
asbabun Nuzul dan pembahasan-pembahasan mengenai ilmu-ilmu Qur`an.
Cara qiysi
ijtihadi : didasarkan pada ciri-ciri makki dan madani.
Apa bila dalam surah makki terdapat suatu ayat yang mengandung ayat madani atau
mengandung persitiwa madani, maka dikatakan bahwa ayat itu madani. Dan
sebaliknya. Bila dalam satu surah terdapat ciri-ciri makki, maka surah itu
dinamakan surah makki. Juga sebaliknya. Inilah yang disebut qiyas ijtihadi.
Perbedaan Makki dan Madani
Untuk membedakan makki dan madani, para ulama
mempunyai tiga cara pandangan yang masing-masing mempunyai dasarnya sendiri.
1)
Pertama: Dari segi waktu turunnya.
Makki adalah yang diturunkan sebelum hijrah meskipun bukan dimekkah.
Madani adalah yang turun sesudah hijrah meskipun bukan di madinah. Yang
diturunkan sesudah hijrah sekalipun dimekkah atau Arafah adalah madani
Contoh : ayat yang
diturunkan pada tahun penaklukan kota makkah , firman Allah: `Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak…` ( an-Nisa` :
58 ). Ayat ini diturunkan di mekkah dalam ka`bah pada tahun penaklukan mekkah.
Pendapat ini lebih baik dari kedua pendapat berikut. Karena ia lebih memberikan
kepastian dan konsisten.
2)
Kedua : Dari segi tempat turunnya.
Makki adalah yang turun di mekkah dan sekitarnya. Seperti Mina, Arafah
dan Hudaibiyah. Dan Madani ialah yang turun di madinah dan sekitarnya. Seperti
Uhud, Quba` dan Sil`. Pendapat ini mengakibatkn tidak adanya pembagian secara
konkrit yang mendua. Sebab yang turun dalam perjalanan, di Tabukh atau di
Baitul Maqdis tidak termasuk kedalam salah satu bagiannya, sehingga ia tidak
dinamakan makki ataupun madani. Juga mengakibatkan bahwa yang diturunkan
dimakkah sesudah hijrah disebut makki.
3)
Ketiga : Dari segi sasaran pembicaraan.
Makki adalah yang seruannya ditujukan kepada penduduk mekkah dan madani
ditujukan kepada penduduk madinah. Berdasarkan pendapat ini, para pendukungnya
menyatakan bahwa ayat Qur`an yang mengandung seruan yaa ayyuhannas (
wahai manusia ) adalah makki, sedang ayat yang mengandung seruan yaa ayyu
halladziina aamanuu ( wahai orang-orang yang beriman ) adalah madani.
Namun melalui pengamatan cermat,
nampak bagi kita bahwa kebanyakan surah Qur`an tidak selalu dibuka dengan salah
satu seruan itu, dan ketentuan demikianpun tidak konsisten. Misalnya surah
baqarah itu madani, tetapi didalamnya terdapat ayat makky.
3.
KETENTUAN & CIRI-CIRI KHAS MAKKI DAN MADANI
Para ulama telag meneliti surah-surah makki dam
madani; dan menyimpulkan beberapa ketentuan analogis bagi keduanya, yang
menerangkan ciri-ciri khas gaya bahasa dan persoalan-persoalan yang
dibicarakannya. Dari situ mereka dapat menghasilkan kaidah-kaidah dengan
ciri-ciri tersebut.
1)
Ketentuan Surat Makkiyah .
a)
Setiap surah yang didalamnya mengandung `sajdah`
maka surah itu makki.
b)
Setiap surah yang mengandung lafal ` kalla`
berarti makki. Lafal ini hanya terdapat dalam separuh terakhir dari Qur`an dan
di sebutkan sebanyak tiga puluh tiga kali dalam lima belas surah.
c)
Setiap surah yang mengandung yaa ayyuhan naas dan
tidak mengandung yaa ayyuhal ladzinaa amanuu, berarti makki. Kecuali surah
al-Hajj yang pada akhir surah terdapat ayat yaa ayyuhal ladziina amanuur ka`u
wasjudu. Namaun demikian sebagian besar ulama berpendapat bahwa ayat tersebut
adalah makki.
d)
Setiap surah yang menngandung kisah para nabi umat
terdahulu adalah makki, kecuali surah baqarah.
e)
Setiap surah yang mengandung kisah Adam dan iblis
adalah makki, kecuali surat baqarah.
f)
setiap surah yang dibuka dengan huruf-huruf
singkatan seperti alif lam mim, alif lam ra, ha mim dll, adalah makki. Kecuali
surah baqarah dan ali-imran, sedang surah Ra`ad masih diperselisihkan.
2)
Tema & Gaya Bahasa Surat Makkiyah
Dari segi ciri tema dan
gaya bahasa, ayat makky dapatlah diringkas sebagai berikut :
a)
Ajakan kepada tauhid dan beribadah hanya kepada
Allah, pembuktian mengenai risalah, kebangkitan dan hari pembalasan, hari
kiamat dan kengeriannya, neraka dan siksanya, surga dan nikmatnya, argumentasi
dengan orang musyrik dengan menggunkan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat
kauniah.
b)
Peletakan dasar-dasar umum bagi perundang-undangan
dan ahlak mulia yang menjadi dasar terbentuknya suatu masyarakat, dan
penyingkapan dosa orang musyrik dalam penumpahan darah, memakan harta anak
yatim secara dzalim. Penguburan hidup-hidup bayi perempuan dn tradisi buruk
lainnya.
c)
Menyebutkan kisah para nabi dan umat-umat
terdahulu sebagai pelaran bagi mereka sehingga megetahui nasib orang yang
mendustakan sebelum mereka, dan sebagai hiburan buat Rasulullah SAW sehingga ia
tabah dalam mengadapi gangguan dari mereka dan yakin akan menang.
d)
Suku katanya pendek-pendek disertai kata-kata yang
mengesankan sekali, pernyataannya singkat, ditelinga terasa menembus dan
terdengar sangat keras. Menggetarkan hati, dan maknanya pun meyakinkan dengan
diperkuat lafal-lafal sumpah, seperti surah-surah yang pendek-pendek . dan
perkecualiannya hanyasedikit.
3)
Ketentuan Surat Madani yah
a)
Setiap surah yang berisi kewajiban atai had (
sanksi ) adalah madani.
b)
Setiap surah yang didalamnya disebutkan
orang-orang munafik adalah madani, kecuali surah al-ankabut adalah makki.
c)
Setiap surah yang didalamnya terdapat dialog
dengan ahli kitab adalah madani.
4)
Tema dan Gaya Bahasa surat Madaniyah
Dari segi ciri khas, tema
dan gaya bahasa, dapatlah diringkaskan sebagai berikut :
a)
Menjelaskan ibadah, muamalah, had, kekeluargaan,
warisan, jihad, hubungan sosial, hubungan internasiaonal baik diwaktu damai
maupun perang, kaidah hukum dan masalah perundang-undangan.
b)
Seruan terhadap ahli kitab, dari kalangan yahudi
dn nasrani. Dan ajakan kepada mereka untuk masuk Islam, penjelasan mengenai
penyimpangan mereka, terhadap kitab-kitab Allah, permusuhan mereka terhadap
kebenaran, dan perselisihan mereka setelah ilmu datang kepada mereka karena
rasa dengki diantara sesama mereka.
c)
Menyingkap perilaku orang munafik, menganalisi
kejiwaannya, membuka kedoknya dan menjelaskan bahwa ia berbahaya bagi agama.
d)
Suku kata dan ayat-ayatnya panjang-panjang dan
dengan gaya bahasa yang memantapkan syariat serta menjelaskan tujuan dan
sasarannya.
4.
FAEDAH
MENGETAHUI MAKKI DAN MADANI
Pengetahuan tentang makkiyah
dan madani banyak faedahnya diantaranya:
Pertama : Untuk dijadikan
alat bantu dalam menafsirkan Qur`an,
Sebab pengetahuan mengenai tempat turun ayat dapat
membantu memahami ayat tersebut dan menmafsirkannya dengan tafsiran yang benar.
Sekalipun yangmenjadi pegangan adalah pengertian umum lafadz, bukan sebab yang
khusus. Berdasarkan hal itu seorang penafsir dapat membedakan antara ayat yang
nasikh dengan yang mansukh, bila diantara kedua ayat terdapat makna yang
kontradiktif. Yang datang kemudian tentu merupakan nasikh yang tedahulu.
Kedua : Meresapi gaya
bahasa Quran dan memanfaatkannya dalam metode dakwah menuju jalan Allah.
Sebab setiap situasi mempunyai bahasa tersendiri.
Memperhatikan apa yang dikehendaki oleh situasi merupakan arti peling khusus
dlam retorika. Karakteristik gaya bahasa makki dan madani dalam Quran pun
memberikan kepada orang yang mempelajarinya sebuah metode dalam penyampaian
dakwah ke jalan Allah yang sesuai dengan kejiwaan lawan berbicara dan menguasai
pikiran dan perasaaannya serta menguasai apa yang ada dalam dirinya dengan
penuh kebijaksanaan.
Ketiga : Mengetahui sejarah
hidup Nabi melalui ayat-ayat Qur`an.
Sebab turunnya wahyu kepada Rasulullah SAW sejalan
dengan sejarah dakwah dengan segala peristiwanya, baik dalam periode mekkah
maupun madinah. Sejak permulaan turun wahyu hingga ayat terakhir diturunkan.
Qur`an adalah sumber pokok bagi peri hidup Rasulullah SAW, peri hidup beliau
yang diriwayatka ahlli sejarah harus sesuai denga Quran; dan Qur`an pun
memberikan kata putus terhadapa perbedaan riwayat yang mereka riwayatkan.
Ayat Yang Turun Pertama dan Terakhir
Kode : UQ/A/07
Pokok-pokok Materi :
1.
Ayat yang pertama turun dan Perbedaan pendapat
ulama seputarnya
2.
Ayat yang terakhir turun dan Perbedaan pendapat
ulama seputarnya
3.
Hikmah dan manfaat pembahasan ini
1.
YANG TURUN PERTAMA KALI.
Ada dua pendapat yang
dikenal tentang ayat yang turun pertama kali, masing-masing dengan dalil sbb:
Pendapat Pertama
: Surat Al-Alaq 1-5
Yang paling sahih mengenai yang pertama kali turun
ialah firman Allah :
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي
خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ
(3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
Artinya : `Bacalah
dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar dengan
perantaran kalam , Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.`
(al-`Alaq : 1-5 ).
Pendapat ini didasarkan pada suatu hadis yang diriwayatkan
oleh dua syeikh ahli hadis dan yang lain, dari Aisyah r.a yang mengatakan :
` Sesungguhnya apa yang
mula-mula terjadi bagi Rasulullah SAW adalah mimpi yang benar diwaktu tidur.
Dia melihat dimimpi itu datangnya bagaikan terangnya dipagi hari. Kemudian dia
suka menyendiri, dia pergi kegua Hira` untuk beribadah beberapa malam. Untuk
itu ia membawa bekal, kemudian ia pulang kepada Khadijah r.a maka Khadijah
membekali seperti bekal yang dulu. Di gua Hira` dia dikejutkan oleh suatu
kebenaran. Seorang malaikat datan kepadanya dan mengatakan : ` Bacalah`
Rasulullah SAW menceritakan, maka akupun menjawab `aku tidak pandai membaca` .
malaikat tersebut kemudian memelukku sehingga aku merasa amat payah. Lalu aku
dilepaskan, dan dia berkata lagi ` Bacalah`! maka akupun menjawab `Aku tidak
pandai membaca`. Kemudian dia merangkulku dengana kedua kali, sehingga aku
merasa amat payah. Kemudian ia lepaskan lagi, dan berkata ` Bacalah` Aku
menjawab ` aku tidak pandai membaca` maka ia merangkulku untuk ketiga kali, sehinggga
aku kepayahan, kemudian ia berkata ` Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang
telah menciptakan…` samapi dengan ….` Apa yang tidak diketahuinya`, (
Hadis ).
Pendapat Kedua
: Surat Al-Muddattsir
Dikatakan pula, bahwa yang
pertama kali turun adalah firman Allah :
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ
(1)
( wahai orang yang berselimut ).
Ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh dua
syaikh ahli hadis :
Dari Abu Salamah bin
Abdurrahman; dia berkata : Aku telah bertanya kepada Abu Jabir bin Abdullah; yang
manakah diantara Qur`an itu yang turun pertama kali ? dia menjawab : Yaa
ayyuhal mudassir. Aku bertanya lagi : ataukah Iqra` Bismi rabbik ? dia
menjawab : Aku katakan kepadamu apa yang dikatakan Rasulullah SAW kepada kami :
` Sesungguhnya aku berdiam diri di gua hira`. Maka ketika habis masa diamku,
aku turun dan aku telusuri lembah. Aku lihat kemuka, kebelakang, kekanan dan
kekiri. Lalu aku lihat kelangit, kemudian aku melihat jibril yang amat
menakutkan. Maka aku pulang ke Khadijah. Khadijah memerintahkan mereka untuk
menyelimuti aku. Lalu Allah menurunkan ` Wahai orang yang berselimut;
bangkitlah lalu berilah peringatan.`
Catatan : selain pendapat
di atas ada juga pendapat yang menyatakan bahwa yang pertama kali turun adalah
surat al-fatihah dan lafal basmallah, tapi dalil kedua pendapat ini lemah dan
kurang berdasar.
Perbandingan dua Pendapat :
Para ulama ulumul quran
dengan kesungguhan mereka mencoba mempertemukan pendapat di atas, dan
menjelaskan beberapa hal sebagai berikut :
a)
Maksud Jabir dalam hadits di atas adalah surah
yang diturunkan secara penuh. Jabir menjelaskan bahwa surah al Mudassirlah yang
turun secara penuh sebelum surah Iqra` selesai diturunkan. Karena yang turun
pertama sekali dari surah Iqra` itu hanya permulaan saja.
b)
Atau maksud
Jabir bahwa surat Mudassir itu adalah surah pertama yang diturunkan setelah masa
terhentinya wahyu.
c)
Ada yang mengatakan maksud Jabir ra : Surat
al-muddatsir adalah yang pertama turun berkaitan dengan kerasulan (risalah)
atau perintah berdakwah. Sedangkan ayat pertama surat al-alaq adalah yang
pertama turun berkaitan dengan kenabian (nubuwwah), atau pelantikan menjadi
nabi.
d)
Ada yang mengatakan juga bahwa maksud Jabir ra :
surat al-mudattsir adalah yang pertama kali turun yang disebabkan dengan
peristiwa khusus (asbabun nuzul).
e)
Ada juga yang menyatakan : Jabir telah
mengeluarkan yang demikian ini dengan ijtihadnya. Akan tetapi riwayat Aisyah
lebih mendahuluinya. Jadi jika ada riwayat-riwayat lain yang shohih mendukung
riwayat Aisyah, maka sebagai hasil ijtihad pendapat Jabir ra bisa ditinggalkan.
2.
YANG TERAKHIR KALI DI TURUNKAN
Pendapat ulama seputar ayat
yang terakhir kali diturunkan begitu banyak, diantaranya sebagai berikut.
1)
Dikatakan bahwa ayat terakhir yang diturunkan itu
adalah ayat mengenai riba.
Ini didasarkan
pada hadis yang dikeluarkan oleh Bukhari dari Ibnu Abbas, yang mengatkan : `
Ayat terakhir yang diturunkan adalah ayat mengenai riba`. Yang dimaksdukan
ialah firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا
`Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba.` (
al-Baqarah : 278 ).
2)
Dan dikatakan pula bahwa ayat Qur`an yang terakhir
turun adalah firman Allah :
وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ
فِيهِ إِلَى اللَّهِ
`Dan peliharalah dirimu dari hari yang pada waktu itu kamu semua
dikembalikan kepada Allah.` (al-Baqarah : 281 ).
Ini didasarkan
pada hadis yang diriwayatkan oleh an-Nasa`i dan lain-lain, dari Ibnu Abbas dan
Said bin Jubair: ` Ayat Qur`an terakhir turun ialah : `Dan peliharalah dirimu
dari hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah.` (
al-Baqarah : 281 ).
3)
Juga dikatakan bahwa yang terakhir turun ialah
ayat mengenai utang .
Berdasarkan hadis
yang diriwayatkan dari Said bin al-Musayyab: ` Telah sampai kepadanya bahwa
ayat Qur`an yang paling muda di arsy ialah ayat mengenai utang.` Yang
dimaksudkan ialah ayat :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا
إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
`Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.`(
al-Baqarah : 282 ).
Catatan : Ketiga riwayat di
atas dapat dipadukan, yaitu bahwa ketiga ayat tersebut diatas diturunkan
sekaligus seperti tertib urutannya didalam mushaf. Ayat mengenai riba, ayat
pelihara dirimu dari azab yang terjadi pada suatu hari kemudian ayat mengenai
utang, karena ayat-ayat itu masih satu kisah. Setiap perawi mengabarkan bahwa
sebagian dari yang diturunkan itu sebagian yang terakhir kali, dan itu memang
benar. Dengan demikian maka ketiga ayat itu tidak saling ber tentangan.
4)
Dikatakan
pula bahwa yang terakhir kali diturunkan ialah ayat mengenai kalalah.
Bukhari dan Muslim
meriwayatkan dari Barra` bin `azib ; dia berkata : ` ayat yang terakhir kali
turun ialah :
يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ
فِي الْكَلَالَةِ
`Mereka
meminta fatwa kepadamu . Katakanlah : `Allah memberi fatwa kepadamu tentang
kalalah ( an-Nisa`: 176 ).
Banyak ragam pendapat lain tentang
masalah ayat yang terakhir kali turun, seperti :
·
Dikatakan pula bahwa Ayat surat ( at-Taubah : 128-129 ) sampai
akhir surah.
·
Dikatakan pula bahwa yang terakhir kali turun
adalah surah al-Maidah.
·
Juga
dikatakan bahwa yang terkhir kali turun ialah ayat surat ( al-Imran : 195 ).
·
juga dikatakan bahwa ayat terakhir yang turun
ialah ayat : ( an-Nisa`: 93 ).
·
Dari Ibn Abbas dikatakan ; Surah terakhir yang
diturunkan ialah: surat An-Nashr
Qadi Abu bakar al Baqalani
dalam kitab intisar ketika mengomentari berbagai riwayat mengenai yang
terakhir kali diturunkan menyebutkan : Pendapat-pendapat
ini sama sekali tidak di sandarkan kepada Nabi saw. Boleh jadi pendapat itu
diucapkan orang karena ijtihad atau dugaan saja. Mungkin masing-masing
menreitahukan mengenai apa yang terakhir kali didengarnya dari Rasulullah SAW
pada saat ia wafat atau tak seberapa lama sebelum ia sakit. Sedang yang lain
mungkin tidak secara langsung mendengar dari Nabi. Mungkin juga ayat itu yang
dibaca terakhir kali oleh Rasulullah SAW bersama-sama dengan ayat yang turun
diwaktu itu. Sehingga disuruh untuk menuliskan sesudahnya, lalu dikiranya ayat
itulah yang terakhir diturunkan menurut tertib urutannya.`
3.
FAEDAH MENGETAHUI PEMBAHASAN INI
Pengetahuan mengenai
ayat-ayat yang pertama kali dan terakhir kali diturunkan itu mempunyai banyak
faedah. Yang terpenting diantaranya ialah.
1)
Menjelaskan perhatian yang diperoleh Al-Quran Al-Karim
guna menjaganya dan menguatkan ayat-ayatnya.
Para sahabat telah menghayati Qur`an ini ayat- demi ayat. Sehingga
mereka mengerti kapan dan dimana ayat itu diturunkan, mereka telah menerima
ayat-ayat dari Rasulullah SAW yang diturunkan kepadanya dengan sepenuh hati,
hati-hati dan percaya bahwa Al-Quran adalah dasar agama, penggerak iman dan
sumber kemuliaan dan kehormatannya. Dan ini membawa akibat positif yaitu bahwa
Al-Quran Al-Karim selamat dari perubahan dan kekacau balauan.
Allah SWT berfirman : `Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Qur`an, dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya.` ( al-hijr: 9)
2)
Mengetahui rahasia perundang-undangan Islam
menurut sumbernya yang paling pokok, yaitu ayat-ayat al-Quran.
Sesungguhnya ayat-ayat al-Quran mengatasi
persoalan kejiwaan manusia dengan petunjuk Ilahi, dan mengantarnya dengan
cara-cara yang bijaksana dan menempatkan mereka ketingkat kesempurnaan. Ia
dapat bertahan dalam menetapkan hukum-hukum, sehingga dengan demikian cara
hidup mereka menjadi benar dan urusan masyarakat berada pada jalan yang lurus
.
3)
Membedakan yang nasikh dan yang mansukh,
Terkadang
terdapat dua ayat atau lebih dalam satu masalah, tetapi ketentuan hukum dalam
satu ayat berbeda dengan ayat lain, apa bila diketahui mana yang pertama kali
diturunkan kemudian menasakh ( menghapus ) ketentuan ayat yang diturunkan
sebelumnya.
Asbabbun Nuzul
Kode : UQ/A/08
Pokok-pokok Materi :
1.
Perhatian Ulama tentang Asbabun Nuzul
2.
Metode Mengetahui Asbabun Nuzul
3.
Definisi Asbabun
Nuzul
4.
Urgensi Mengetahui Asbabun Nuzul
5.
Beberapa Permasalahan seputar Asbabun Nuzul
1.
PERHATIAN PARA ULAMA TERHADAP ASBABUN NUZUL
Para peneliti ilmu-ilmu Qur’an menaruh perhatian
besar terhadap pengetahuan tentang Asbabun Nuzul. Untuk menafsirkan Qur’an ilmu
ini diperlukan sekali, sehingga ada pihak yang mengkhususkan diri mengenai
pembahasan dalam bidang itu. Yang
terkenal diantaranya ialah :
§ Ali bin Madini,
Guru Bukhari,
§ Abul Hasan Ali al-Wahidi
(427 H) dalam kitabnya Asbabun Nuzul,
§ Burhanuddin al-Ja’bari
(732 H) yang meringkaskan kitab
al-Wahidi dengan menghilangkan isnad-isnadnya, tanpa menambahkan sesuatu.
§ Syaikhul Islam
Ibn Hajar al-Atsqolani ( 852 H) yang
mengarang satu kitab mengenai Asbabun Nuzul.
§
Jalaluddin As-Suyuti ( 911 H) yang mengatakan
tentang dirinya : ` Dalam hal ini, aku telah mengarang satu kitab lengkap,
singkat dan sangat baik serta dalam bidang ilmu ini belum aad satu kitab pun
menyamainya. Kitab itu aku namakan Lubabul Manqul fi Asbabin Nuzul.
2.
PEDOMAN MENGETAHUI ASBABUN NUZUL
Pedoman dasar para ulama dalam mengetahui asbabun
nuzul ialah riwayat sahih yang berasal dari Rasulullah SAW atau dari
sahabat. Itu disebabkan pemberitahuan seorang sahabat mengenai hal seperti ini,
bila jelas, maka hal itu bukan sekedar pendapat ( ra’y ), tetapi ia mempunyai
hukum marfu’ (disandarkan pada Rasulullah).
Al- Wahidi mengatakan : ` Tidak halal berpendapat
mengenai asbabun nuzul kitab kecuali dengan berdasarkan pada riwayat atau
mendengar secara langsung dari orang-orang yang menyaksikan turunnya, mengetahui
sebab-sebabnya dan membahas tentang pengertiannya serta bersungguh-sunggguh
dalam mencarinya.` Inilah jalan yang ditempuh oleh ulama salaf. Mereka amat
berhati-hati untuk mengatakan sesuatu mengenai asbabun nuzul tanpa pengetahuan
yang jelas.
Oleh karena itu, yang dapat dijadikan pegangan dalam asbabun
nuzul adalah:
1)
Riwayat-ucapan ucapan sahabat yang bentuknya
seperti musnad, yang secara pasti menunjukkan asababun nuzul.
2)
As- Suyuti berpendapat : bahwa bila ucapan seorang
tabi’in secara jelas menunjukkan asbabun nuzul, maka ucapan itu dapat diterima.
Dan mempunyai kedudukan mursal bila penyandaran kepada tabi’in itu benar dan ia
termasuk salah seorang imam tafsir yang mengambil ilmunya dari para sahabat,
seperti mujahid, Ikrimah dan Said bin Jubair, serta didukung oleh hadis mursal
yang lain.
3.
DEFINISI ASBABUN NUZUL
Setelah diteliti sebab
turunnya sesuatu ayat itu berkisar pada dua hal:
Pertama : Bila terjadi suatu peristiwa, maka turunlah
ayat Qur’an mengenai peristiwa itu.
Contoh dalam hal ini sebagaimana
diriwayatkan dari Ibn Abbas, yang mengatakan :
" Ketika turun, ayat : dan peringatkanlah kerabat-kerabatmu yang
terdekat (QS Hijr 94), nabi pergi
dan naik ke bukit safa , lalu berseru : ` Wahai kaumku !". maka
mereka berkumpul mendekat ke nabi. Ia berkata lagi : ` bagaimana pendapatmu
bila aku beritahukan kepadamu bahwa dibalik gunung itu ada sepasukan berkuda
yang hendak menyerangmu, percayakah kamu apa yang aku katakan ? Mereka menjawab : : kami belum pernah melihat
engkau berdusta.` Dan nabi melanjutkan: ‘aku memperingatkanmu tentang siksa
yang pedih,’ ketika itu Abu Lahab berkata : `celakalah engkau; apakah
engkau mengumpulkan kami hanya untuk urusan ini ?’Lalu ia berdiri. Maka turunlah surah ini :
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ
وَتَبَّ (1) ……..
Artinya : " celakalah
kedua tangan Abu lahab…..(Surat Al-Masad)
Kedua : Bila Rasulullah
ditanya tentang sesuatu hal, maka turunlah ayat Quran menerangkan tentang
hukumnya.
Contoh hal ini seperti
ketika Khaulah binti Sa’labah dikenakan Zihar oleh suaminya Aus bin Samit.lalu
ia datang kepada Rasulullah SAW mengadukan hal itu.
Aisyah berkata : ‘Maha suci Allah yang pendengarannya
meliputi segalanya` aku menden gar ucapan Khaulah binti Sa’labah itu, sekalipun
tidak seluruhnya, ia mengadukan suaminya kepada Rasulullah SAW , katanya :
Rasulullah SAW suamiku telah menghabiskan masa mudaku dan sudah beberapa kali
aku mengandung karenanya, sekarang setelah aku menjadi tua, dan tidak beranak
lagi ia menjatuhkan zihar kepdaku! Ya Allah sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu`
Aisyah berkata : ` tiba-tiba jibril turun membawa
ayat-ayat ini :
قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ
الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا
Artinya : Sesungguhnya
Allah telah mendengar perkataan perempuan yang mengadu kepadamu tentang
suaminya ( yakni aus bin samit).`(QS Mujadalah )
Catatan : Tidak setiap ayat Quran diturunkan karena adanya
timbul suatu peristiwa dan kejadian yang mendahuluinya, atau karena suatu
pertanyaan. Tetapi ada diantara ayat Qur’an diturunkan sebagai permulaan, tanpa
sebab, mengenai akidah iman, kewajiban Islam dan syariat Allah dalam kehidupan
pribadi dan sosial.
4.
PERLUNYA MENGETAHUI ASBABUN NUZUL
Pengetahuan mengenai asbabun
nuzul mempunyai banyak faedah yang terpenting diantaranya :
1)
Mengetahui hikmah diundangkannya suatu hukum dan
perhatian syariat terhadap kepentingan umum dalam menghadapi segala peristiwa sebagai
bentuk rahmat terhadap umat. Ini karena setiap peristiwa penting ternyata
mendapat jawaban dari al-Quran.
2)
Mengkhususkan ( membatasi ) hukum yang diturunkan
dengan sebab yang terjadi. Bila hukum itu dinyatakan dalam bentuk umum. Ini
bagi mereka yang berpendapat bahwa ` yang menjadi pegangan adalah sebab
yang khusus dan bukannya lafal yang umum.`
Sebagai contoh dapat dikemukakan disini firman Allah :
لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَفْرَحُونَ
بِمَا أَتَوْا وَيُحِبُّونَ أَنْ يُحْمَدُوا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا فَلَا تَحْسَبَنَّهُمْ
بِمَفَازَةٍ مِنَ الْعَذَابِ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Artinya
: Janganlah sekali-kali kamu menyangka, hahwa orang-orang yang gembira
dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap
perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka
terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih.` (al-Imran : 188 ).
Ada beberapa sahabat yang khawatir dengan penjelasan
ayat diatas lalu menanyakan pada Ibnu Abbas : sekiranya setiap orang diantar
kita yang bergembira dengan apa yang telah dikerjakn dan ingin dipuji dengan
perbuatan yang belum dikerjakannya iti akan disiksa, tentulah kita semua akan
disiksa.` Ibn Abbas menjawab : ` mengapa kamu berpendapat demikian mengenai
ayat ini ? ayat ini turun berkenan dengan ahli kitab.` Kemudian ia membaca
ayat sebelumnya yang berkaitan dengan ahli kitab.
3)
Apa bila lafal yang diturunkan itu lafal yang umum
('aam) dan terdapat dalil
pengkhususannya maka pengetahuan mengenai asbabun nuzul membatasi
pengkhususan itu hanya terhadap yang selain bentuk sebab.
Contoh yang demikian digambarkan dalam dua firman-Nya:
Pertama
: Bahwa orang yang menuduh wanita baik-baik berzina tidak akan diampuni
Allah SWT berfirman : `Sesungguhnya
orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman , mereka
kena la`nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar, pada
hari , lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa
yang dahulu mereka kerjakan. Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yag
setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah-lah yang Benar,
lagi Yang menjelaskan .( an-Nur : 23-25 ).
Kedua : Bahwa orang yang menuduh wanita baik-baik
berzina, masih bisa diampuni
Allah SWT berfirman : Dan
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka
tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan
puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat
selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.Kecuali orang-orang
yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), Maka Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS An-Nuur 4-5)
Sekilas ada pertentangan
dari dua ayat di atas, yaitu orang-orang yang menuduh wanita baik-baik berbuat
zina dikatakan tidak akan diampuni dalam ayat yang pertama, dan masih bisa
diampuni pada ayat kedua. Maka Ibnu Abbas memberitahukan asbabun nazal ayat
yang pertama : bahwa ayat tersebut turun dalam masalah Aisyah dalam peristiwa Haditsul
ifk. Maka mereka yang menuduh Aisyah ra berzina tidak akan diampuni dunia
akhirat, sementara ayat kedua hukumnya masih berlaku umum, bahwa mereka yang
menuduh wanita baik-baik (secara umum) , masih mempunyai kemungkinan taubat dan
diampuni. Wallahu a'lam.
4)
Mengetahui sebab nuzul adalah cara terbaik untuk
memahami makna Al-Quran Al-Karim menyingkap kesamaran yang tersembunyi dalam
ayat-ayat yang tidak dapat ditafsirkan tanpa mengetahui sebab nuzulnya.
Contoh dalam masalah ini adalah ayat:
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ
اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ
بِهِمَا
Artinya : `Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari
syi`ar Allah . Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau
ber-`umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa`i antara keduanya. (
al-Baqarah : 158 ).
Lafal ini secara
tekstual tidak menunjukkan bahwa sa’i itu wajib, sebab ketiadaan dosa untuk
mengerjakan hal itu menunjukkan `kebolehan` dan bukannya ` kewajiban` sebagian
ulama juga berpendapat demikian, karena berpegang kepada arti tekstual ayat
itu.
Padahal hukum
sebenarnya dari sa'I adalah wajib, bukan sekedar boleh. Lafal ayat di atas
turun karena para sahabat awalnya merasa keberatan bersa’i antara safa dan
marwa karena perbuatan itu berasal dari perbuatan jahiliyah. Mereka takut itu
masuk pada perbuatan dosa, karenanya Al-Quran turun dengan lafad "tidak
ada dosa", untuk menjelaskan tentang bahwa sa'I bukan seperti apa yang
mereka takutkan/khawatirkan.Jadi bukan untuk menjelaskan bahwa hukum sa'I itu
'boleh', karena sa'I adalah wajib.
5)
Sebab nuzul dapat menerangkan tentang siapa ayat
itu diturunkan sehingga ayat tersebut tidak diterapkan kepada orang lain karena
dorongan permusuhan dan perselisihan.
Contoh adalah : Bahwa ketika Marwan meminta agar Yazid di baiat, ia
berkata: ‘( pembaiatan ini adalah ) tradisi Abu Bakar dan Umar.’ Abdurrahman menolak
dan menentang seraya mengatakan : ‘Tradisi Hercules dan kaisar’. Maka
kata Marwan ; Inilah orang yang dikatakan Allah dalam Qur’an :
وَالَّذِي قَالَ لِوَالِدَيْهِ أُفٍّ لَكُمَا
Artinya : Dan orang yang
berkata kepada ibu bapaknya: cis bagi kamu berdua….(Al-Ahqof 17)
Maksudnya
adalah Marwan menuduh Abdurrahman durhakan dengan menyandarkan pada ayat di
atas. Kemudian perkataan Marwan yang demikian itu sampai kepada Aisyah, maka
kata Aisyah: ‘Marwan telah
berdusta.demi Allah, maksud ayat itu tidaklah demikian, sekiranya aku mau
menyebutkan mengenai siapa ayat itu turun, tentulah aku sudah menyebutkannya.`
5.
BEBERAPA PERMASALAHAN SEPUTAR ASBABUN NUZUL
Dalam pembahasan tentang
asbabun nuzul, ada juga permasalahan-permasahan lain yang berkaitan dengannya,
yang masing-masing mempunyai bahasannya secara khusus, misalnya :
§ Pembahasan
Kaidah : Al-Ibroh bi umumi al-lafdhi Laa bi khususi as-sababi ( Yang
Menjadi Pegangan Adalah Lafal yang Umum, Bukan Sebab yang Khusus )
§ Pembahasan
seputar redaksi periwayatan asbabun nuzul
§ Pembahasan
seputar banyaknya riwayat dalam asbabun nuzul sebuah ayat
§ Pembahasan
seputar banyaknya ayat yang turun dengan satu sebab yang sama
§ Pembahasan
seputar beberapa ayat yang turun pada seorang yang sama.
Catatan : Karena
waktu yang terbatas dan untuk memudahkan santri, maka untuk pembahasan asbabun
nuzul ini yang kita bahas dalam perkuliahan (dirosah) adalah yang
berkaitan dengan kaidah : Al-Ibroh bi umumi al-lafdhi Laa bi khususi
as-sababi ( Yang Menjadi Pegangan Adalah Lafal yang Umum, Bukan Sebab yang
Khusus ). Sehingga diharapkan mahasiswa/santri bisa memperdalam pembahasan
lainnya di buku-buku Ulumul Quran yang ada.
KAIDAH : AL-IBROH BI UMUMI AL-LAFDHI LAA BI KHUSUSI AS-SABAB
( YANG MENJADI PEGANGAN ADALAH LAFAL YANG UMUM, BUKAN SEBAB YANG KHUSUS
).
قاعدة : العبرة
بعموم اللفض لا بخصوص السبب
Pertama kali, mari
kita membedakan antara dua hal, yaitu antara LAFADZ ayat dan SEBAB turunnya
ayat. Begitu pula kita perlu membedakan dengan UMUM dan KHUSUS, yang disebut
"umum" dalam pembahasan ini adalah ('aam) yaitu yang mencakup
seluruh manusia atau kaum muslimin, sedangkan "khusus" yang berkaitan
dengan person-person tertentu dan terbatas.
Karenanya, dalam
kaitan antara LAFAL ayat dan SEBAB turunnya ayat, ada tiga kemungkinan yang
bisa terjadi yang masih-masing mempunyai konsekwensi atau hukumnya
masing-masing. Tiga kemungkinan tersebut adalah sebagai berikut :
Pertama : Apa bila lafal ayat bersifat
umum dan sebab turunnya pun secara umum. Maka yang diambil adalah bahwa hukum
ayat tersebut bersifat UMUM
Contoh dalam masalah ini adalah seperti firman Allah SWT :
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ
أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ
…
Artinya : `Mereka
bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: `Haidh itu adalah suatu kotoran`.
Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci . ..`( al-Baqarah :
222 )
Lafadz " al-mahiid" di atas bersifat umum yang berarti semua
wanita yang haid, begitu pula sebab turunnya ayat itu bersifat umum,
sebagaimana diriwayatkan oleh Anas bin Malik : bahwa orang-orang Yahudi pada
waktu itu, ketika istri-istri mereka sedang haidh mereka mengusirnya dari
rumah, dan tidak memberi mereka makan minum dan tidak berhubungan badan dengan
mereka. Maka Rasulullah pun ditanya masalah ini. Maka turunlah ayat di atas,
dan Rasulullah SAW bersabda : "
Lakukan apa saja selain jimak " .
Jadi peristiswa
atau pertanyaan dari sahabat kepada Rasul bersifat umum, mereka menanyakan
secara umum tentang bergaul dengan istri-istri mereka yang haid secara umum,
bukan satu dua perempuan atau istri mereka secara khusus. Karenanya, hukum ini
juga berlaku umum bagi semua wanita haid.
Kedua : Apabila lafal ayat bersifat khusus dan sebab turunnya pun
khusus pada perseorangan tertentu, maka yang diambil adalah bahwa hukum ayat
tersebut bersifat KHUSUS
Contoh dalam hal ini adalah
firman Allah SWT:
وَسَيُجَنَّبُهَا الْأَتْقَى
(17) الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّى (18) وَمَا لِأَحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِعْمَةٍ
تُجْزَى (19) إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَى (20) وَلَسَوْفَ يَرْضَى
(21
Artinya : `Dan kelak
akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, yang menafkahkan
hartanya untuk membersihkannya, padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu
ni`mat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi karena mencari keridhaan
Tuhannya yang Maha TInggi. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.` (
al-Lail : 17-21 )
Ayat-ayat diatas diturunkan
mengenai Abu Bakar. Kata al-atqa ( orang yang paling taqwa ) menurut tasyrif
terbentuk af’al untuk menunjukkan arti superlatif, tafdil yang
disertai al-‘adiyah ( kata sandang yang menunjukkan bahwa kata yang dimasukinya
itu telah diketahui maksudnya ), sehingga ia dikhususkan bagi orang yang
karenanya ayat itu diturunkan. Jadi secara lafal memang khusus dan sebabnya
adalah khusus, karena itu ayat ini harus ditafsiri khusus tentang Abu Bakar
As-Shiddiq, bukan umum kepada kaum muslimin.
Ketiga : Jika sebab ayat itu
adalah hal khusus berkaitan dengan orang tertentu, sedang lafal ayat yang turun
berbentuk umum.
Dalam kasus inilah, kaidah
diatas menjadi perdebatan di antara ulama ushul, apakah yang dijadikan pegangan
adalah "lafal yang umum" ataukah "sebab yang khusus" .
Berikut masing-masing pendapat dan dalil-dalinya.
1) Jumhur ulama
berpendapat : bahwa yang menjadi pegangan adalah lafal yang
umum dan bukan sebab yang khusus, sehingga hukum/pelajaran yang diambil adalah
umum berlaku pada semua orang.
Misalnya : ayat Li’an (prosesi sumpah antara suami
istri untuk menolak dari tuduhan zina) yang turun mengenai tuduhan Hilal bin
Umaah kepada isterinya : `
Dari Ibn Abbas, Hilal bin
Umayah menuduh isterinya telah berbuat zina dengan Syuraik bin Sahma dihadapan
Nabi.
Maka Nabi berkata : ‘ Harus ada bukti, bila tidak
maka punggungmu yang didera.’
Hilal berkata : ‘Wahai Rasulullah , apa
bila salah seorang diantara kami melihat seorang laki-laki mendatangi
isterinya; apakah ia harus mencari bukti `.
Rasulullah menjawab : ‘Harus ada bukti, bila tidak maka
punggungmu akan yang didera.’
Hilal berkata :Demi
yang mengutus engkau dengan kebenaran, sesungguhnya perkataanku itu benar dan
Allah benar-benar akan menurunkan apa yang membebaskan punggungku dari dera.’
Maka turunlah Jibril as dan menurunkan kepada Nabi ayat
:
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ
وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ شُهَدَاءُ إِلَّا أَنْفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ
شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ (6) وَالْخَامِسَةُ أَنَّ لَعْنَةَ
اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ مِنَ الْكَاذِبِينَ (7) وَيَدْرَأُ عَنْهَا الْعَذَابَ
أَنْ تَشْهَدَ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ (8) وَالْخَامِسَةَ
أَنَّ غَضَبَ اللَّهِ عَلَيْهَا إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ (9)
Dan
orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada
mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu
ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya dia adalah termasuk
orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya,
jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari
hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu
benar-benar termasuk orang-orang yang dusta.Dan (sumpah) yang kelima: bahwa
laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar. (QS Nuur 6-9)
Hukum yang diambil dari lafal yang umum ini : " walladzi
yarmuuna azwajahum" ( dan orang-orang yang menuduh isterinya ) tidak
hanya khusus mengenai peristiwa Hilal bin Umayyah, tetapi diterapkan pula pada
kasus yang serupa lainnya tanpa memerlukan dalil lain. Inilah pendapat yang
kuat dan paling sahih. Pendapat ini sesuai dengan keumuman ( universalitas )
hukum-hukum syariat.
Dan ini pulalah jalan yang ditempuh para sahabat dan para
mujtahid umat ini. Mereka menerapkan hukum ayat tertentu kepada
peristiwa-peristiwa lain yang bukan merupakan sebab turunnya ayat-ayat
tersebut. Misalnya ayat zihar dalam kasus Aus bin Samit, atau Salamah bin Sakhr
sesuai dengan riwayat mengenai hal itu berbeda-beda. Berdalil dengan keumuman
redaksi ayat-ayat yang diturunkan untuk sebab-sebab khusus sudah populer
dikalangan ahli.
2) Segolongan
ulama berpendapat
: bahwa yang menjadi pegangan adalah
sebab yang khusus, bukan lafal yang umum, karena lafal yang umum itu
menunjukkan bentuk sebab yang khusus. Oleh karena itu untuk dapat diberlakukan
kepada kasus selain sebab diperlukan dalil lain seperti qiyas dan
sebagainya, sehingga pemindahan riwayat sebab yang khusus itu mengandung
faedah; dan sebab tersebut sesuai dengan musababnya seperti halnya pertanyaan
dengan jawabannya.
Pengumpulan
dan Penertiban Al-Quran
Kode Materi : UQ/A/09
Poko-pokok Materi :
1.
Pengertian Jam'ul Qur'an (Pengumpulan
Al-Quran)
2.
Pengumpulan Al-Quran pada masa Rasulullah SAW
3.
Pengumpulan Al-Quran pada masa Abu Bakar ra
4.
Pengumpulan Al-Quran pada masa Utsman Ra
5.
Penertiban Susunan Ayat dan Surat
1.
PENGERTIAN JAM'UL QUR'AN / PENGUMPULAN AL-QURAN
Yang dimaksud
dengan pengumpulan Qur'an ( Jam'ul Qur'an ) oleh para ulama adalah salah satu dari
dua pengertian berikut :
Pertama : Pengumpulan
dalam arti menghafalkan Hifdzuhu ( menghafalkannya dalam hati).
Jumma'ul Quran
artinya huffazuhu ( penghafal-penghafalnya, orang yang menghafalkannya
didalam hati). Inilah makna yang dimaksudkan dalam firman Allah kepada
Nabi-Nabi senantiasa menggerak-gerakkan kedua bibir dan lidahnya untuk membaca
Qur'an ketika itu turun kepadanya sebelum jibril selesai membacakannya, karena
ingin menghafalkannya:
لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ
لِتَعْجَلَ بِهِ (16) إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآَنَهُ (17) فَإِذَا قَرَأْنَاهُ
فَاتَّبِعْ قُرْآَنَهُ (18) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ (19)
"Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk Al Qur'an karena hendak
cepat-cepat nya . Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya dan
membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya
itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya." (al-Qiyamah:16-19 ).
Kedua : Pengumpulan dalam arti kitabatuhu ( penulisan Qur'an)
Yaitu menuliskannyan baik dengan memisah-misahkan ayat-ayat dan
surah-surahnya, atau menertibkan ayat-ayat semata dan setiap surah ditulis
dalam satu lembaran secara terpisah, atau menertibkan ayat-ayat dan
surah-surahnya dalam lembaran-lembaran yang terkumpul yang menghimpun semua
surah, sebagiannya ditulis sesudah bagian yang lain.
2.
PENGUMPULAN QUR'AN DALAM PADA MASA NABI
Realitas penghimpunan Al-Quran pada masa nabi dapat dijelaskan dengan
point-point sebagai berikut :
a.
Pengumpulan Al-Quran dalam Penghafalan di masa Nabi.
Para sahabat telah dikenal dengan kecintaan mereka dan semangat mereka
dalam menghafal Al-Quran. Dalam kitab sahihnya Bukhari telah mengemukakan
adanya tujuh huffadzh di masa sahabat, melalui tiga riwayat. Mereka adalah:
§ Abdullah bin
Mas'ud,
§ Salim bin
Ma'qal bekas budak Abu Huzaifah,
§ Muaz bin Jabal,
§ Ubai bin Kaab,
§ Zaid bin Sabit,
§ Abu Zaid bin
Sakan dan Abu Darda'.
Penyebutan para
hafiz yang tujuh atau delapan ini tidak berarti pembatasan, karena beberapa
keterangan dalam kitab-kitab sejarah dan sunan menunjukkan bahwa para sahabat
berlomba menghafalkan Qur'an dan mereka memerintahkan anak-anak dan
ister-isteri mereka untuk menghafalkannya.
b.
Pengumpulan Qur'an dalam Arti Penulisannya pada
Masa Nabi
Beberapa penjelasan terkait penulisan al-Quran dimasa nabi adalah
sebagai berikut :
1) Rasulullah
meminta beberapa sahabat untuk menuliskan wahyu
Rasullullah telah
mengangkat para penulis wahyu Qur'an dari sahabat-sahabat terkemuka, seperti
Ali, Muawiyah, 'Ubai bin K'ab dan Zaid bin Sabit, bila ayat turun ia
memerintahkan mereka menulisnya dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam
surah, sehingga penulisan pada lembar itu membantu penghafalan didalam hati.
2) Beberapa
sahabat berinisiatif menuliskan secara sendiri-sendiri.
Sebagian sahabat
menuliskan Qur'an yang turun itu atas kemauan mereka sendiri, tanpa diperintah
oleh nabi; mereka menuliskannya pada pelepah kurma , lempengan batu, daun
lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Zaid bin Sabit mengatakan : " Kami menyusun
Qur'an dihadapan Rasulullah pada kulit binatang "
3) Para sahabat
senantiasa menyodorkan Qur'an kepada Rasulullah baik dalam bentuk hafalan
maupun tulisan,
Tulisan-tulisan Qur'an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf
; yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki orang lain. Rasulullah berpulang
kerahmatullah disaat Qur'an telah dihafal dan tertulis dalam mushaf dengan
susunan seperti disebutkan diatas; ayat-ayat dan surah-surah dipisah-pisahkan,
atau diterbitkan ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu lembar
secara terpisah dalam tujuh huruf. Tetapi Qur'an belum dikumpulkan dalam satu
mushaf yang menyuruh (lengkap).
KENAPA AL-QUR'AN TIDAK DIBUKUKAN DALAM SATU MUSHHAF (PADA MASA NABI) ?
Ada beberapa jawaban yang bisa menjelaskan pertanyaan diatas,
diantaranya sebagai berikut, sebagaimana disebutkan oleh Muhammad Ali
Ash-Shobuni dalam At-Tibyan fii Ulumul Qur'annya.
1)
Al-Qur'an diturunkan tidak sekaligus, tetapi
berangsur-angsur dan terpisah-pisah. Tidaklah mungkin untuk membukukannya
sebelum secara keseluruhannya selesai.
2)
Sebagian ayat ada yang dimansukh. Bila turun ayat
yang menyatakan nasakh, maka bagaimana mungkin bisa dibukukan datam satu buku.
3)
Susunan ayat dan surat tidaklah berdasarkan urutan
turunnya. Sebagian ayat ada yang turunnya pada saat terakhir wahyu tetapi
urutannya ditempatkan pada awal surat. Yang demikian tentunya menghendaki
perubahan susunan tulisan.
4)
Masa turunnya wahyu terakhir dengan wafatnya
Rasululah SAW adalah sangat pendek/dekat.Kemudian Rasulullah SAW berpulang ke
rahmatullah setelah sembilan hari dari turunnya ayat tersebut. Dengan demikian
masanya sangat relatif singkat, yang tidak memungkinkan untuk menyusun atau
membukukannya sebelum sempurna turunnya wahyu.
5)
Belum ada motifasi/ alasan yang mendorong untuk
mengumpulkan Al-Qur'an menjadi satu mushhaf sebagaimana yang timbul pada masa
Abu Bakar. Orang-orang Islam ada dalam keadaan baik, ahli baca qur'an begitu
banyak, fitnah-fitnah dapat diatasi. Berbeda pada masa Abu Bakar dimana
gejala-gejala telah ada; banyaknya yang gugur, sehingga khawatir kalau
Al-Qur'an akan lenyap.
3.
PENGUMPULAN QUR'AN PADA MASA ABU BAKAR
a.
Latar Belakang Pengumpulan Quran :
Abu Bakar
menjalankan pemerintahan Islam sesudah Rasulullah. Ia dihadapkan kepada
peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan sebagian orang arab.
Karena itu ia segera menyiapkan pasukan dan mengirimkannya untuk memerangi
orang-orang yang murtad itu. Peperangan Yamamah yang terjadi pada tahun 12 H
melibatkan sejumlah besar sahabat yang hafal Qur'an. Dalam peperangan ini tujuh
puluh qari dari para sahabat gugur. Umar bin Khatab merasa sangat kuatir
melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu Bakar dan mengajukan usul
kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Qur'an karena dikhawatirkan akan
musnah, sebab peperangan Yamamah telah banyak membunuh para qarri'.
Disegi lain Umar
merasa khawatir juga kalau-kalau peperangan ditempat-tempat lain akan membunuh
banyak qari' pula sehingga Qur'an akan hilang dan musnah, Abu Bakar menolak
usulan itu dan berkeberatan melakukan apa yang tidak pernah dilakukan oleh
Rasulullah. Tetapi Umar tetap membujuknya, sehingga Allah membukakan hati Abu
Bakar untuk menerima usulan Umar tersebut
b.
Pemilihan Zaid bin Tsabit
Kemudian Abu Bakar
memerintahkan Zaid bin Sabit, mengingat beberapa hal :
§ kedudukannya
dalam qiraat dan penulisan al-quran
§ pemahaman dan
kecerdasannya,
§ serta
kehadirannya pada pembacaan yang terakhir kali.
Abu Bakar
menceritakan kepadanya kekhawatiran dan usulan Umar. Pada mulanya Zaid menolak
seperti halnya Abu Bakar sebelum itu. Keduanya lalu bertukar pendapat, sampai
akhirnya Zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan Qur'an itu.
Zaid bin Sabit melalui tugasnya yang berat ini dengan bersadar pada hafalan
yang ada dalam hati para qurra dan catatan yang ada pada para penulis. Kemudian
lembaran-lembaran ( kumpulan) itu disimpan ditangan Abu Bakar. Setelah ia wafat
pada tahun 13 H, lembaran-lembaran itu berpindah ke tangan Umar dan tetap
berada ditangannya hingga ia wafat. Kemudian mushaf itu berpindah ketangan
Hafsah putri Umar. Pada permulaan kekalifahan Usman, Usman memintanya dari
tangan Hafsah.
c.
Metode Zaid bin Tsabit & Ketelitiannya dalam
Pengumpulan Al-Quran
Dalam usaha
pengumpulan Al-Qur'an Zaid bin Tsabit telah mengambil langkah yang tepat,
teliti dan mantap. Langkah tersebut adalah suatu jaminan (yang pantas) dalam
penulisan Al-Qur'an dengan mantap dan penuh ketelitian.
Zaid bin Tsabit
tidak menganggap cukup menurut yang dihafal dalam hati dan yang ditulis dengan
tangannya serta hasil pendengaran, tetapi ia bertitik-tolak pada penyelidikan
yang mendalam dari dua sumber:
1)
Sumber hafalan yang tersimpan dalam hati para
sahabat; dan
2)
Sumber tulisan yang ditulis pada zaman Rasulullah
SAW.
Dua hal tersebut
yaitu hafalan dan tulisan harus terpenuhi. Karena sangat bersungguh-sungguh dan
berhati-hatinya ia tidak menerima data berupa tulisan sebelum disaksikan oleh
dua orang yang adil bahwa tulisan tersebut ditulis di hadapan Rasulullah SAW.
Hal ini
dikemukakan oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleb Abu Daud dalam kitab
sunnahnya; dimana ia berkata: Umar datang seraya mengatakan: "Siapa
yang menerima Al-Qur'an dari Rasulullah SAW maka cobalah datangkan, mereka
menulisnya dalam lembaran-lembaran kertas, papan kayu dan pelepah kurma".
Sekalipun demikian
ia (Umar) tidak mau menerimanya begitu saja sebelum disaksikan oleh dua orang
saksi. Hadits ini didukung pula oleh hadits lain yang juga diriwayatkan oleb
Abu Daud; bahwa Abu Bakar mengatakan kepada Umar dan Zaid: "Duduklah anda
berdua di pintu masjid. Bila ada orang yang mendatangimu perihal Al-Qur'an
(Kitabullah) dengan membawa dua orang saksi, maka tulislah!"
Ibnu Hajar
mengatakan: "Yang dimaksud dengan dua orang saksi adalah hafalan dan
tulisan, sedangkan as-Sakhawy mengatakan bahwa yang dimaksud, adalah mereka
berdua menyaksikan tulisan tersebut di hadapan Rasulullah SAW itu karena
benar-benarnya usaha pemantapan, ketelitian dan kesungguhan yang digariskan
oleb Abu Bakar Shiddiq kepada Zaid bin Tsabit.
d.
Beberapa Keistimewaan Mushaf Abu Bakar
Lembaran-lembaran yang dikumpulkan dalam satu mushhaf pada masa Abu
Bakar memiliki beberapa keistimewaan yang terpenting:
1)
Diperoleh dari hasil penelitian yang sangat
mendetail dan kemantapan yang sempurna.
2)
Yang tercatat dalam mushhaf banyalah bacaan yang
pasti, tidak ada nasakh bacaannya.
3)
Ijma' ummat terhadap mushhaf tersebut secara
mutawatir bahwa yang tercatat adalah ayat-ayat Al-Qur'an.
4)
Mushhaf mencakup huruf sab'ah (tujuh huruf)
yang dinukil berdasarkan riwayat yang benar-benar shahih.
Keistimewaan-keistimewaan tersebut membuat para sahabat kagum dan
terpesona terhadap usaha Abu Bakar, dimana ia memelihara Al-Qur'an dari bahaya
kemusnahan, dan itu berkat taufiq serta hidayah dari Allah Azza wa Jalla.Ali
berkata: "Orang yang paling berjasa dalam hal Al-Qur'an ialah Abu Bakar
r.a. ia adalah orang yang pertama mengumpulkan Al-Qur'an/Kitabullah.
4.
PENGUMPULAN QUR'AN PADA MASA USMAN
a.
Latar Belakang Pengumpulan
Penyebaran Islam
bertambah dan para Qurra pun tersebar di berbagai wilayah, dan penduduk disetiap
wilayah itu mempelajari qira'at (bacaan) dari qari yang dikirim kepada mereka.
Cara-cara pembacaan (qiraat) Qur'an yang mereka bawakan berbeda-beda sejalan
dengan perbedaan 'huruf ' yang dengannya Qur'an diturunkan. Apa bila mereka
berkumpul disuatu pertemuan atau disuatu medan peperangan, sebagian mereka
merasa heran dengan adanya perbedaan qiraat ini. Sebagian mereka menganggapnya
wahar, karena mengetahui bahwa perbedaan-perbedaan itu semuanya disandarkan
kepada Rasulullah.
Ketika terjadi
perang Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk Iraq, diantara orang yang ikut
menyerbu kedua tempat itu ialah Huzaifah bin al-Yaman. Ia banyak melihat perbedaan
dalam cara-cara membaca Quran. Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan;
tetapi masing-masing mempertahankan dan berpegang pada bacaannya, serta
menentang setiap orang yang menyalahi bacaannya dan bahkan mereka saling
mengkafirkan. Melihat kenyataan demikian Huzaifah segara menghadap Usman dan
melaporkan kepadanya apa yang telah dilihatnya. Usman juga memberitahukan
kepada Huzaifah bahwa sebagian perbedaan itu pun akan terjadi pada orang-orang
yang mengajarkan Qiraat pada anak-anak. Anak-anak itu akan tumbuh, sedang
diantara mereka terdapat perbedaan dalam qiraat. Para sahabat amat
memprihatinkan kenyataan ini karena takut kalau-kalau perbedaan itu akan
menimbulkan penyimpangan dan perubahan. Mereka bersepakat untuk menyalin
lembaran-lembaran yang pertama yang ada pada Abu Bakar dan menyatukan umat
islam pada lembaran-lembaran itu dengan bacaan tetap pada satu huruf.
b.
Metode Pengumpulan Al-Quran masa Utsman
Utsman kemudian
mengirimkan utusan kepada Hafsah (untuk meminjamkan mushaf Abu Bakar yang ada
padanya) dan Hafsah pun mengirimkan lembaran-lembaran itu kepadanya. Kemudian
Usman memmanggil :
§ Zaid bin Sabit
al-Ansari,
§ Abdullah bin
Zubair,
§ Said bin 'As,
dan
§ Abdurrahman bin
Haris bin Hisyam.
Ketiga orang terkahir ini adalah orang quraisy, lalu Ustman memerintahkan
mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, serta memerintahkan pula agar apa
yang diperselisihkan Zaid dengan ketiga orang quraisy itu ditulis dalam bahasa
quraisy, karena Qur'an turun dengan logat mereka.
Mushaf-mushaf itu
ditulis dengan satu huruf (dialek) dari tujuh huruf Qur'an seperti yang
diturunkan agar orang bersatu dalam satu qiraat. Dan Usman telah mengembalikan
lembaran-lembaran yang asli kepada Hafsah, lalu dikirimkannya pula pada setiap
wilayah yaitu masing-masing satu mushaf. Dan ditahannya satu mushaf untuk
dimadinah, yaitu mushafnya sendiri yang dikenal dengan nama "mushaf
Imam". Kemudian ia memerintahkan untuk membakar mushaf yang selain itu.
Umatpun menerima perintah dengan patuh, sedang qiraat dengan enam huruf lainnya
ditingalkan.
c.
Permasalahan seputar penyatuan huruf al-quran
dalam Mushaf Ustman
Utsman ra
memutuskan untuk menghilangkan enam huruf yang lain. Keputusan ini tidak salah,
sebab qiraat dengan tujuh huruf itu tidak wajib. Seandainya Rasulullah
mewajibkan qiraat dengan tujuh huruf itu semua, tentu setiap huruf harus
disampaikan secara mutawatir sehingga menjadi hujjah. Tetapi mereka tidak
melakukannya. Ini menunjukkan bahwa qiraat dengan tujuh huruf itu termasuk
dalam katergori keringanan (rukhsoh).
Apa bila sebagian
orang lemah pengetahuan berkata : Bagaimana mereka boleh meninggalkan qiraat
yang telah dibacakan oleh Rasulullah dan diperintahkan pula membaca dengan cara
itu ? maka Jawabnya ialah : 'Sesungguhnya perintah Rasulullah kepada mereka
untuk membacanya itu bukanlah perintah yang menunjukkan wajib dan fardu, tetapi
menunjukkan kebolehan dan keringanan (rukshah). Sebab andaikata qiraat dengan
tujuh huruf itu diwajibkan kepada mereka, tentulah pengetahuan tentang setiap
huruf dari ketujuh huruf itu wajib pula bagi orang yang mempunyai hujjah untuk
menyampaikannya, bertianya harus pasti dan keraguan harus dihilangkan dari para
qari. Dan karena mereka tidak menyampaikan hal tersebut, maka ini merupakan
bukti bahwa dalam masalah qiraat mereka boleh memilih, sesudah adanya orang
yang menyampaikan Qur'an dikalangan umat yang penyampaiannya menjadi hujjah bagi
sebagian ketujuh huruf itu.
PERBEDAAN ANTARA PENGUMPULAN ABU BAKAR DENGAN USMAN
Dari teks-teks
diatas jelaslah bahwa pengumpulan (mushaf oleh) Abu Bakar berbeda dengan
pengumpulam yang dilakukan Usman dalam motif dan caranya. Diantaranya sebagai
berikut :
1)
Motif Abu Bakar adalah kekhawatiran beliau akan
hilangnya Qur'an karena banyaknya para huffaz yang gugur dalam peperangan yang
banyak menelan korban dari para qari. Sedang motif Usman dalam mengumpulkan
Qur'an ialah karena banyaknya perbedaan dalam cara-cara membaca Qur'an yang
disaksikannnya sendiri didaerah-daerah dan mereka saling menyalahkan antara
satu dengan yang lain.
2)
Pengumpulan Qur'an yang dilakukan Abu Bakar ialah
memindahkan satu tulisan atau catatan Qur'an yang semula bertebaran dikulit-kulit
binatang, tulang, dan pelepah kurma, kemudian dikumpulkan dalam satu mushaf,
dengan ayat-ayat dan surah-surahnya yang tersusun serta terbatas dalam satu
mushaf, dengan ayat-ayat dan surah-surahnya serta terbatas dengan bacaan yang
tidak dimansukh dan tidak mencakup ketujuh huruf sebagaimana ketika Qur'an itu
diturunkan.
Sedangkan
pengumpulan yang dilakukan Usman adalah menyalinnya menjadi satu huruf diantar
ketujuh huruf itu, untuk mempersatukan kaum muslimin dalam satu mushaf dan satu
huruf yang mereka baca tanpa keenam huruf lainnya.
5.
PENYUSUNAN TERTIB AYAT & SURAT
a.
Penyusunan Tertib Ayat
Qur'an terdiri
atas surah-surah dan ayat-ayat, baik yang pendek maupun yang panjang. Ayat
adalah sejumlah kalam Allah yang terdapat dalam sebuah surah dari Qur'an. Surah
ialah sejumlah ayat Qur'an yang mempunyai permulaan dan kesudahan, tertib atau
urutan ayat-ayat Qur'an ini adalah tauqifi, ketentuan dariRasulullah,
sebagian ulama meriwayatkan bahwa pendapat ini adalah ijma' diantaranya
az-Zarkasyi dalam al-Burhan dan Abu Ja'far Ibnuz Zubeir dalam munasabahnya.
Diantara
dalil-dalilnya adalah sebagai berikut :
§ Usman bin 'Abil
'As berkata: "Aku tengah duduk
disamping Rasulullah, tiba-tiba panadangannya menjadi tajam lalu kembali
seperti semula. Kemudian katanya 'Jibril telah datang kepadaku dan
memerintahkan agar aku meletakkan ayat ini ditempat anu dari surah ini :
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan serta
memberi kepada kaum kerabat…..(an-Nahl: 90)
§ Terdapat
sejumlah hadis yang menunjukkan keutamaan beberapa ayat dari surah-surah
tertentu. Ini menunjukkan bahwa tertib ayat-ayat bersifat tauqifi. Sebab jika
tertibnya dapat diubah, tentulah ayat-ayat itu tidak akan didukung oleh
hadis-hadis tersebut.
Diriwayatkan dari Abu
Darda' dalam hadis marfu' : "Barang siapa hafal sepuluh ayat dari awal
surah kahfi, Allah akan melindunginya dari Dajjal." Dan dalam redaksi
lain dikatakan: "Barang siapa membaca sepuluh ayat terakhir dari surah
kahfi…"
§ Disamping itu
terima pula bahwa Rasulullah telah membaca sejumlah surah dengan tertib
ayat-ayatnya dalam salat atau dalam khutbah jumat, seperti surah Baqarah, Ali
imran dan Annisa'. Juga hadis sahih mengatakan bahwa Rasulullah membaca surah
A'raf dalam salat maghrib dan dalam salat subuh hari jum'at membaca surah Alif
Lam Mim, Tanzilul Kitabi La Raibafihi" (as-Sajdah) dan Hal Ata Alal Insani
(ad-Dahr) juga membaca surah Qaf pada waktu Kutbah. Surah Jumu'ah dan surah
Munafikun dalam salat jum'at.
§ Jibril selalu
mengulangi dan memeriksa Qur'an yang telah disampaikannya kepada Rasulullah
sekali setiap tahun, pada bulan ramadhan dan pada tahun terakhir kehidupannya
sebanyak dua kali. Dan pengulangan Jibril terakhir ini seperti tertib yang
dikenal sekarang ini.
Dengan demikan
tertib ayat-ayat Qur'an seperti yang ada dalam mushaf yang beredar diantara
kita adalah tauqifi. Tanpa diragukan lagi.
b.
Penyusunan Tertib Surah
Para ulama berbeda pendapat tentang tertib surah-surah Qur'an, sebagai
berikut :
Pertama : Bahwa
susunan surat itu tauqifi dan ditangani langsung oleh Nabi sebagaimana
diberitahukan jibril kepadanya atas perintah Tuhan.
Dengan demikian, Qur'an pada masa Nabi telah tersusun surah-surahnya
secara tertib sebagaimana tertib ayat-ayatnya. Seperti yang ada ditangan kita
sekarang ini. Yaitu tertib mushaf Usman yang tak ada seorang sahabatpun
menentangnya. Ini menunjukkan telah terjadi kesepakatan (ijma') atas tertib
surah, tanpa suatu perselisihan apa pun.
Kedua : Dikatakan
bahwa tertib surah itu berdasarkan ijtihad para sahabat, mengingat adanya
perbedaan tertib didalam mushaf-mushaf mereka.
Misalnya : mushaf
Ali disusun menurut tertib nuzul, yakni dimulai dengan Iqra', kemudian
Muddassir, lalu Nun, Qalam, kemudian Muzammil, dst hingga akhir surah Makki dan
madani.Dalam mushaf Ibn Masu'd yang pertama ditulis adaslah surah Baqarah,
Nisa' dan Ali-'Imran. Dalam mushaf Ubai yang pertama ditulis ialah Fatihah,
Baqarah, Niasa' dan Ali-Imran.
Ketiga : Dikatakan
bahwa sebagian surah itu tertibnya tauqifi dan sebagian lainnya berdasarkan
ijtihad para sahabat, hal ini karena terdapat dalil yang menunjukkan tertib
sebagian surah pada masa Nabi.
Mannaul Qatthan
menyatakan : Apa bila membicarakan ketiga pendapat ini, jelaslah bagi kita
bahwa pendapat kedua, yang menyatakan tertib surah-surah itu berdasarkan
ijtihad para sahabat, tidak bersandar dan berdasar pada suatu dalil. Sebab,
ijtihad sebagian sahabat mengenai terib mushaf mereka yang khusus, merupakan
ihtiyar mereka sebelum Qur'an dikumpulkan secara terib. Ketika pada masa Usman
Qur'an dikumpulkan , ditertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya pada suatu huruf
( logat) dan umatpun menyepakatinya, maka mushaf-mushaf yang ada pada mereka
ditinggalkan. Seandainya tertib itu merupakan hasil ijtihad , tentu mereka
tetap berpegang pada mushafnya masing-masing.
Sementara itu,
pendapat ketiga yang menyatakan sebagian surah itu tertibnya tauqifi dan
sebagian lainnya bersifat ijtihadi, dalil-dalilnya hanya berpusat pada nash-nash
yang menunjukkan tertib tauqifi. Adapun bagian yang ijtihadi tidak bersandar
pada dalil yang menunjukkan tertin ijtihadi. Sebab, ketetapan yang tauqifi
dengan dalil-dalilnya tidak berarti bahwa selain itu adalah hasil ijtihad.
Disamping itu pula yang bersifat demikian hanya sedikit sekali.
Dengan demikian bahwa tertib surah itu bersifat tauqifi seperti halnya
tertib ayat-ayat. Wallahu a'lam.
Turunnya
Al-Quran Dengan 7 Huruf
Kode UQ/A/10
Pokok-pokok Materi :
1.
Pengantar Tujuh Huruf dalam Al-Quran
2.
Riwayat diturunkannya tujuh huruf dalam Al-Quran
3.
Pengertian Tujuh Huruf dan perbedaan Pendapat
seputarnya
4.
Hikmah diturunkannya Al-Quran dalam tujuh huruf
1.
PENGANTAR TUJUH HURUF DALAM AL-QURAN
Orang Arab
mempunyai aneka ragam lahjah (dialek) yang timbul dari fitrah mereka
dalam langgam, suara dan huruf-huruf sebagaimana diterangkan secara
komprehensip dalam kitab-kitab sastra. Setiap kabilah mempunyai irama sendiri
dalam mengucapkan kata-kata yang tidak dimiliki oleh kabilah-kabilah lain.
Namun kaum quraisy
mempunyai faktor-faktor yang menyebabkan bahasa mereka lebih unggul daiantara
cabang-cabang bahasa arab lainnya. Yang antara lain karena tugas mereka menjaga
Baitullah, menjamu para jema'ah haji, memakmurkan masjidil Haram dan menguasai
perdagangan. Oleh sebab itu, semua suku bangsa arab menjadikan bahasa quraisy
sebagai bahasa induk bagi bahasa-bahasa mereka karena adanya karak
teristik-karakteristik tersebut. Dengan demikian wajarlah jika Qur'an
diturunkan dalam logat quraisy, kepada Rasullah yang quraisy pula untuk
mempersatukan bangsa arab dan mewujudkan kemukjizatan Qur'an ketika mereka
gagal mendatangkan satu surah yang seperti Qur'an.
Apa bila orang
arab berbeda lahjah dalam pengungkapan sesuatu makna dengan perbedaan tertentu,
maka Qur'an yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Muhammad , menyempurnakan makna
kemukjizatannya karena ia mencakup semua huruf dan wajah qiraah pilihan
diantara lahjah-lahjah itu. Dan ini merupakan salah satu sebab yang
memudahkan mereka untuk membaca , menghafal dan memahaminya.
2.
RIWAYAT / DALIL DITURUNKANNYA AL-QURAN DENGAN
TUJUH HURUF
Nash-nash sunah
cukup banyak mengemukakan hadis mengenai turunnya Qur'an dengan tujuh huruf.
Diantaranya :
a.
Dari Ibn Abbas, ia berkata : "Rasulullah
berkata: 'Jibril membacakan (Qur'an) kepadaku dengan satu huruf. Kemudian
berulang kali aku mendesak dan meminta agar huruf itu ditambah, dan iapun
menambahnya kepadaku sampai dengan tujuh huruf." (HR Bukhori
Muslim)
b.
Dari Ubai bin Ka'ab: "Ketika Nabi berada
didekat parit Bani Ghafar, ia didatangi jibril seraya berkata: 'Allah
memerintahkanmu agar membacakan Qur'an kepada umatmu dengan sau huruf,' ia
menjawab : 'Aku mohon kepada Allah ampunan dan meghfirah-Nya, karena umatku
tidak dapat melaksanakan perintah itu,' kemudian jibril datang lagi untuk yang
kedua kalinya dan berkata : 'Allah memerintahkanmu agar membacakan Qur'an
kepada umatmu dengan dua huruf,' Nabi menjawab : 'Aku memohon kan kepada Allah
ampunan dan maghfirahNya umatku tidak kuat melaksanakannya.' Jibril datang lagi
untuk yang ketiga kalinya, lalu mengatakan : 'Allah memerintahkanmu agar
membacakan Qur'an kepada umatmu dengan tiga huruf,' jawab Nabi : 'Aku memohon
kepada Allah ampunan dan MaghfirhNya, sebab umatku tidak kuat melaksanakannya.'
Kemudian jibril datang lagi untuk yang ketiga kalinya seraya berkata : ' Allah
memerintahkanmu agar membacakan Qur'an kepada umatmu dengan tujuh huruf,'
dengan huruf mana saja mereka membaca, mereka tetap benar."' ( HR
Muslim)
Catatan : Hadis-hadis yang berkenaan dengan hal diatas amat banyak jumlahnya dan sebagian besar telah
diselidiki oleh Ibn Jarir didalam pengantar tafsirnya. As-Suyuti menyebutkan
bahwa hadis-hadis tersebut diriwayatkan dari dua puluh orang sahabat. Abu
'Ubaid al Qasim bin Salam menetapkan kemutawatiran hadis mengenai
turunnya Qur'an dengan tujuh huruf.
3.
PERBEDAAN PENDAPAT TENTANG PENGERTIAN TUJUH HURUF
Para ulama berbeda
pendapat dalam menafsirkan tujuh huruf ini dengan perbedaan yang
bermacam-macam. hingga Ibn Hayyan mengatakan : 'Ahli ilmu berbeda pendapat
tentang arti kata tujuh huruf menjadi tiga puluh lima pendapat." namun
kebanyakan pendapat itu bertumpang tindih. Disini kami akan kemukakan beberapa
pendapat diantaranya yang dianggap paling mendekati kebenaran.
Pendapat Pertama : bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf ialah
tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab mengenai satu makna;
Dengan pengertian
jika bahasa mereka berbeda-beda dalam mengungkapkan satu makna, maka Qur'an pun
diturunkan dengan sejumlah lafal sesuai dengan ragam bahasa tersebut tentang
makna yang satu itu. Dan jika tidak terdapat perbedaan, maka Qur'an hanya mendatangkan
satu lafaz atau lebih saja. Ini adalah pendapat sebagian besar ulama.
Pendapat Kedua
: bahwa yang
dimaksud dengan tujuh huruf ialah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab
dengan nama Qur'an diturunkan, dengan pengertian bahwa kata-kata dalam Qur'an
secara keseluruhan tidak keluar dari ketujuh macam bahasa tadi.
Yaitu bahasa
paling fasih diantara kalangan bangsa arab. Meskipun sebagian besarnya dalam
bahasa Quraisy. Sedang sebagian yang lain dalam bahasa Huzail, Saqif, Hawazin ,
Kinanah, Tamim atau Yaman; karena itu maka secara keseluruhan Qur'an mencakup
ketujuh macam bahasa tersebut.
Catatan : Pendapat ini berbeda dengan pendapat sebelumnya, karena yang dimaksud
dengan tujuh huruf dalam pendapat ini adalah tujuh huruf yang bertebaran diberbagai
surah Qur'an. Bukan tujuh bahasa yang berbeda dalam kata tetapi sama dalam
makna.
Pendapat Ketiga : bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah
tujuh wajah (bentuk/tema), yang
meliputi : amr (perintah), nahyu (larangan), wa'd (janji),
wa'id (ancaman), jadal (perdebatan), qasas (cerita), dan masal
(perumpamaan). Atau amr, nahyu, halal, haram ,muhkam, mutasyabih dan amsal.
Pendapat Keempat : Segolongan ulama berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan tujuh huruf ialah : tujuh macam hal yang diantaranya terjadi
ihtilaf (perbedaan) dalam tata bahasa.
Tujuh ikhtilaf
dalam tata bahasa tersebut meliputi :
1)
Ikhtilaful
asma'(perbedaan kata benda): dalam bentuk mufrad, muzakkar dan
cabang-cabangnya, seperti tasniyah, jamak dan ta'nis.
2)
Perbedaan dalam segi I'rab (harakat akhir kata),
3)
Perbedaan dalam tasrif,
4)
Perbedaan dalam taqdhim (mendahulukan) dan takhir
(mengakhirkan) ,
5)
Perbedaan dalam segi ibdal (penggantian), baik
penggantian huruf dengan huruf, maupun penggantian pada sedikit perbedaan
mahraj atau tempat keluar huruf.
6)
Perbedaan karena ada penambahan dan pengurangan.
Ihtilaf dengan penambahan (ziyadah) misalnya firman Allah: "Wa 'aaddalahum
jannatin tajri tahtahal anhar" (at Taubah:100) yang dibaca juga "Min
tahtihal anhar" dengan tambahan "Min" , keduanya merupakan
qiraat yang mutawatir.
7)
Perbedaan lahjah seperti bacaan tafkhim
(menebalkan) dan tarqiq (menipiskan), fatah dan imalah , idzhar dan idgham,
hamzah dan tashil, isyman dll.
Pendapat Kelima :
bahwa yang dimaksud bilangan tujuh itu tidak diartikan secara harfiah
(maksudnya bukan bilangan antara enam dan delapan), tetapi bilangan tersebut
hanya sebagai lambang kesempurnaan menurut kebiasaan orang arab.
Dengan demikian,
maka kata tujuh adalah isyarat bahwa bahasa dan susunan Qur'an merupakan batas
dan sumber utama bagi perkataan semua orang arab yang telah mencapai puncak
kesempurnaan tertinggi. Sebab lafaz sab'ah (tujuh) dipergunakan pula untuk
menunjukkan jumlah banyak dan sempurna dalam bilangan satuan , seperti kata
tujuh puluh' dalam bilangan bilangan puluhan, dan 'tujuh ratus' dalam ratusan.
Tetapi kata-kata itu tidak dimaksudkan untuk menunjukkan bilangan tertentu.
Pendapat Keenam : Segolongan
ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf tersebut adalah qiraat
tujuh.
Pendapat ini dapat
dijawab bahwa Qur'an itu bukanlah qiraat. Qur'an adalah wahyu yang diturunkan
kepada Muhammad sebagai bukti risalah dan mukjizat. Sedang qiraat adalah
perbedaan dalam cara mengucapkan lafal-lafal wahyu tersebut, seperti
meringankan (takhfif), memberatkan (tasqil) membaca panjang dan sebagainya.
Nampaknya apa yang
menyebabkan mereka terperosok kedalam kesalahan ini ialah adanya kesamaan
"bilangan tujuh" (dalam hadis ini dengan qiraat yang populer),
sehingga permasalahannya menjadi kabur bagi mereka;
Catatan :Setelah menganalisa beberapa pendapat di atas
Mannaul Qathan mengatakan : " Dengan demikian , jelaslah bahwa pendapat
pertama yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh
bahasa dari bahasa orang arab mengenai satu makna yang sama adalah pendapat
yang sesuai dengan zahir nas-nas dan didukung oleh bukti-bukti yang sahih. "
4.
HIKMAH TURUNNYA QUR'AN DENGAN TUJUH HURUF
Hikmah turunnya al-Quran dalam tujuh huruf dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1)
Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi, tidak bisa baca tulis,
yang setiap kabilahnya mempunyai dialek masing-masing, namun belum terbiasa
menghafal syari'at, apa lagi mentradisikannya.
2)
Bukti kemukjizatan Qur'an bagi naluri atau watak
dasar kebahasan orang arab. Qur'an mempunyai banyak pola susunan bunyi yang sebanding dengan
segala macam cabang dialek bahasa yang telah menjadi naluri bahasa orang-orang
arab, sehingga setiap orang arab dapat mengalunkan huruf-huruf dan kata-katanya
sesuai dengan irama yang telah menjadi watak dasar mereka dan lahjah kaumnya,
dengan tetap keberadaan Qur'an sebagai mukjizat yang ditantangkan Rasulullah
kepada mereka. Dan mereka tidak mampu menghadapi tantangan tersebut. Sekalipun
demikian, kemukjizatan itu bukan terhadap bahasa melainkan terhadap naluri
kebahasaan mereka itu sendiri.
3)
Kemukjizatan Qur'an dalam aspek makna dan
hukum-hukumnya.
Sebab perubahan-perubahan bentuk lafaz pada sebagian huruf dan kata-kata
memberikan peluang luas untuk dapat disimpulkan dari padanya bebagai hukum. Hal
inilah yang mentebabkan Qur'an relevan untuk setiap masa. Oleh karena itu, para
fuqaha dalam istinbat (penyimpulan hukum) dan ijtihad berhujjah dengan qiraat
bagi ketujuh huruf ini.
Qiraat & Qurro'
Kode Materi :
UQ/A/11
Pokok-pokok Materi :
1.
Pengertian Qiroat
2.
Sejarah Perkembangan Ilmu Qiro'at
3.
Ragam Qiro'at dan Hukum-hukumnya
4.
Profil Tujuh Qurro' yang Masyhur
5.
Hikmah adanya Perbedaan dalam Qiroah Sab'ah
1.
PENGERTIAN QIROAT
Al-Qira'aat adalah jamak dari kata qiro'ah yang
berasal dari qara'a - yaqra'u - qirâ'atan. Menurut istilah qira'at
ialah salah satu aliran dalam pelafalan/pengucapan Al-Qur'an yang dipakai oleh
salah seorang imam qura' yang berbeda dengan lainnya dalam hal ucapan
Al-Qur'anul Karim. Qira'at ini berdasarkan sanad-sanadnya sampai kepada
Rasulullah SAW.
2.
SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU QIRO'AT
Para sahabat mempelajari
cara pengucapan Al-Quran langsung dari Rasulullah SAW, bahkan beberapa dari
'secara resmi' direkomendasikan oleh Rasulullah SAW sebagai rujukan sahabat
lainnya dalam pengucapan Al-Quran.
·
Dari Abdullah bin Amr bin Ash, Rasulullah SAW
bersabda : " Ambillah (belajarlah) Al-Quran dari empat orang : Abdullah
bin Mas'ud, Salim, Muadz, dan Ubai bin Ka'b " (HR Bukhori)
·
Rasulullah SAW juga bersabda : " Barang
siapa yang ingin membaca Al-Quran benar-benar sebagaimana ia diturunkan, maka
hendaklah membacanya seperti bacaan Ibnu Ummi Abd (Abdullah bin Mas'ud)
Diantara sahabat yang
populer dengan bacaannya adalah: Utsman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Ubay bin
Ka'b, Zaid bin Tsabit, Abu Darda, Ibnu Mas'ud, dan Abu Musa al-Asy'ary. Dari
mereka inilah kebanyakan para sahabat dan tabi'in di seluruh daerah belajar.
Kemudian para tabi'in tersebut menyebar di kota-kota besar pemerintahan Islam,
diantaranya adalah :
a)
Madinah :
Ibnu Musayyib, Urwah, Salim, dan Umar bin Abdul Aziz
b)
Mekah :
Ubaid bin Umair, Atho' bin Abi Robah, Thowus, Mujahid, Ikrimah
c)
Kufah :
ilqimah, al-aswad, masruq, ubaidah, dll
d)
Bashroh :
abu aliyah, abu roja', qotadah, ibnu siirin
e)
Syam :
al-mughiroh, shohib utsman, dll
Kemudian pada masa tabi'in
awal abad 1 Hijriyah, beberapa kelompok mulai sungguh-sungguh menata tata baca
dan pengucapan al-Quran hingga menjadi ilmu tersendiri sebagaimana ilmu-ilmu
syariah lainnya. Kemudian muncul pula madrasah-madrasah qiro'ah yang mempelajai
ilmu tersebut, yang akhirnya memunculkan keberadaan para qurro', yang hingga
hari ini qiroat qur'an banyak disandarkan kepada mereka, khususnya imam qurro
yang tujuh.
3.
RAGAM QIRO'AT & HUKUM-HUKUMNYA
Sebenarnya Imam atau
guru Qiraat itu jumlahnya banyak hanya sekarang yang populer adalah tujuh orang. Qiraat
tujuh orang imam ini adalah qiraat yang shahih
dan memenuhi syarat-syarat disebut qiroaat yang shoih. Syarat tersebut antara
lain :
1) Muwafawoh bil Arobiyah ( sesuai dengan
bahasa arab)
2) Muwafaqoh bi ahad rosm utsmani ( sesuai dengan
salah satu penulisan mushaf Utsmani)
3) Shihhatus Sanad ( bersandarkan
dari sanad atau riwayat yang shohih / kuat)
Dengan
ketentuan-ketentuan di atas, kemudian para ulama membagi qiro'at menjadi
beberapa jenis dilihat dari layak tidaknya untuk diikuti :
1)
Mutawatir ; yaitu qiraat yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat yang tidak
mungkin bersepakat untuk berdusta , dari sejumlah orang yang seperti itu dan
sanadnya bersambung hingga penghabisannya, yakni Rasulullah Saw. Juga sesuai
dengan kaidah bahasa arab dan rasam Ustmani
2)
Masyhur, yaitu qiraat yang sahih sanadnya tetapi tidak
mencapai derajat mutawatir, sesuai dengan kaidah bahasa arab dan rasam Ustmani
serta terkenal pula dikalangan para ahli qiraat sehingga tidak dikategorikan
qiraat yang salah atau syaz. qiraat macam ini dapat digunakan.
3)
Ahad, yaitu qiraat yang sahih sanadnya tetapi menyalahi rasam Ustmani,
menyalahi kaidah bahasa Arab, atau tidak terkenal. Qiraat macam ini tidak dapat
diamalkan bacaanya.
4)
Syaz, yaitu qiraat yang tidak sahih sanadnya.
5)
Ma'udu, yaitu qiraat yang tidak ada asalnya.
6)
Mudraj, yaitu yang ditambahkan ke dalam qiraat sebagai penafsiran (penafsiran
yang disisipkan ke dalam ayat Quran)
Keempat macam terakhir ini
tidak boleh diamalkan bacaannya.
4.
QARI TUJUH YANG MASYHUR
Para Qari yang hafal Al-Qur'an dan terkenal dengan
hafalan serta ketelitiannya, dan menyampaikan qira'at kepada kita sesuai dengan
yang mereka terima dari sahabat Rasulullah SAW. Qira'at yang mutawatir semuanya
kita kutip dari para qari yang hafal Al-Qur'an dan terkenal dengan hafalan
serta ketelitiannya.
Mereka ialah imam-imam qira'at yang masyhur yang
meyampaikan qira'at kepada kita sesuai dengan yang mereka terima dari sahabat
Rasulullah SAW. Mereka memiliki keutamaan ilmu dan pengajaran tentang
kitabullah Al-Qur'an sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Sebaik-baiknya
orang diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan
mengajarkannya".
Berikut sekilas tentang
profil mereka :
1)
Ibnu 'Amir (118 H)
Nama lengkapnya adalah Abdullah al-Yahshshuby seorang
qadhi di Damaskus pada masa pemerintahan Walid ibnu Abdul Malik. Pannggilannya
adalah Abu Imran. Dia adalah seorang tabi'in, belajar qira'at dari Al-Mughirah
ibnu Abi Syihab al-Mahzumy dari Utsman bin Affan dari Rasulullah SAW. Beliau
Wafat di Damaskus pada tahun 118 H. Orang yang menjadi murid, dalam
2)
Ibnu Katsir (120 H)
Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdullah Ibnu
Katsir ad-Dary al-Makky, ia adalah imam dalam hal qira'at di Makkah, ia adalah
seorang tabi'in yang pernah hidup bersama shahabat Abdullah ibnu Jubair. Abu
Ayyub al-Anshari dan Anas ibnu Malik, dia wafat di Makkah pada tahun 120 H.
Perawinya dan penerusnya adalah al-Bazy wafat pada tahun 250 H. dan Qunbul
wafat pada tahun 291 H.
3)
'Ashim al-Kufy (128 H)
Nama lengkapnya adalah 'Ashim ibnu Abi an-Nujud
al-Asady. Disebut juga dengan Ibnu Bahdalah. Panggilannya adalah Abu Bakar, ia
adalah seorang tabi'in yang wafat pada sekitar tahun 127-128 H di Kufah. Kedua
Perawinya adalah; Syu'bah wafat pada tahun 193 H dan Hafsah wafat pada tahun
180 H.
4)
Abu Amr (154
H)
Nama lengkapnya adalah Abu 'Amr Zabban ibnul 'Ala'
ibnu Ammar al-Bashry, sorang guru besar pada rawi. Disebut juga sebagai namanya
dengan Yahya, menurut sebagian orang nama Abu Amr itu nama panggilannya. Beliau
wafat di Kufah pada tahun 154 H. Kedua perawinya adalah ad-Dury wafat pada
tahun 246 H. dan as-Susy wafat pada tahun 261 H.
.
5)
Hamzah al-Kufy (156 H)
Nama lengkapnya adalah Hamzah Ibnu Habib Ibnu 'Imarah
az-Zayyat al-Fardhi ath-Thaimy seorang bekas hamba 'Ikrimah ibnu Rabi'
at-Taimy, dipanggil dengan Ibnu 'Imarh, wafat di Hawan pada masa Khalifah Abu
Ja'far al-Manshur tahun 156 H. Kedua perawinya adalah Khalaf wafat tahun 229 H.
Dan Khallad wafat tahun 220 H. dengan perantara Salim.
6)
Imam Nafi. (169 H)
Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi' ibnu
Abdurrahman ibnu Abi Na'im al-Laitsy, asalnya dari Isfahan. Dengan kemangkatan
Nafi' berakhirlah kepemimpinan para qari di Madinah al-Munawwarah. Beliau wafat
pada tahun 169 H. Perawinya adalah Qalun wafat pada tahun 12 H, dan Warasy
wafat pada tahun 197 H.
7)
Al-Kisaiy (189 H)
Nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Hamzah, seorang imam
nahwu golongan Kufah. Dipanggil dengan nama Abul Hasan, menurut sebagiam orang
disebut dengan nama Kisaiy karena memakai kisa pada waktu ihram. Beliau wafat
di Ranbawiyyah yaitu sebuah desa di Negeri Roy ketika ia dalam perjalanan ke
Khurasan bersama ar-Rasyid pada tahun 189 H. Perawinya adalah Abul Harits wafat
pada tahun 424 H, dan ad-Dury wafat tahun 246 H.
Syathiby mengatakan:
"Adapun Ali panggilannya Kisaiy, karena kisa pakaian ihramnya, Laits Abul
Haris perawinya, Hafsah ad-Dury hilang tuturnya.
5.
HIKMAH PERBEDAAN DALAM QIROAH SAB'AH
Dalam perbedaan di antara
qiroah-qiroah yang shahih, kita dapatkan hikmah sebagai berikut :
1)
Bukti yang jelas tentang keterjagaan Al-Quran dari
perubahan dan penyimpangan, meskipun mempunyai banyak qiroat tetapi tetap
terpelihara.
2)
Keringanan bagi umat serta kemudahan dalam
membacanya.
3)
Membuktikan kemukjizatan Al-Quran, karena dalam
qiroat yang berbeda ternyata bisa memunculkan istinbat jenis hukum yang berbeda
pula.
Contoh dalam masalah ini adalah lafadhz : " wa arjulakum"
dalam Al-Maidah ayat 6, yang juga bisa dibaca dalam qiroah lain dengan "wa
arjulikum ". Maka yang pertama menunjukkan hukum mencuci kedua kaki dalam
wudhu. Sementara yang kedua menunjukkan hukum mengusap ( al-mash) kedua
kaki dalam khuf atau sejenis
sepatu.
4)
Qiroat yang satu bisa ikut menjelaskan /
menafsirkan qiroat lain yang masih belum jelas maknanya.
Contoh
masalah ini : dalam surat Jumat ayat 9, lafal " Fas'au ", asli
katanya berarti berjalanlah dengan cepat, tetapi ini kemudian diterangkan
dengan qiroat lain : " famdhou" yang berarti pergilah , bukan
larilah.
TAJWID
& TILAWAH
Kode Materi : UQ/A/12
Pokok-pokok Materi :
1.
Pengantar Singkat Ilmu Tajwid
2.
Kesalahan-kesalahan pada Praktek Tajwid
3.
Keutamaan Tilawah
4.
Adab Tilawah
1.
PENGANTAR SINGKAT ILMU TAJWID
Dalam pengantar singkat
ilmu tajwid ini, akan kita bahas beberapa hal antara lain : Pengertian Tajwid, Keutamaan
Tajwid, Hukum Tajwid serta Objek Pembahasan Ilmu Tajwid.
a.
Pengertian Tajwid & Ilmu Tajwid
Tajwid secara bahasa
artinya at-tahsiin wal ijaadah : baik dan membaguskan. Secara Istilah
Tajwid berarti :
التجويد هو إعطاء
الحروف حقوقها و ترتيبها , و رد الحرف إلى مخرجه و أصله, و تلطيف النطق به على
كمال هيئة من غير إسراف ولا تعسف ولا إفراط ولا تكلف.
Tajwid adalah : Memberikan setiap huruf hak-haknya dan susunannya,
mengembalikan huruf pada makhrojnya dan asalnya, menghaluskan pelafalan pada
kondisi yang sempurna, tanpa berlebihan dan pembebanan.
Sedangkan ilmu tajwid diartikan sebagai : ilmu yang menjelaskan
hukum-hukum dan kaidah-kaidah yang harus dijaga pada saat membaca Al-Quran,
sesuai dengan apa yang dipraktekkan kaum muslimin, dari generasi ke generasi ,
dari Rasulullah SAW.
b.
Keutamaan Tajwid
Allah SWt berfirman :
"الله نزل أحسن الحديث كتاباً متشابهاً مثاني تقشعر منه جُلودُ
الذين يخشون ربهم، ثم تلين جُلودهم وقُلوبهم إلى ذكر الله" (الزمر ـ 23).
Artinya : Allah Telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu)
Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya
kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, Kemudian menjadi tenang kulit dan
hati mereka di waktu mengingat Allah. (QS Az-Zumar 23)
Pada ayat di atas diisyaratkan bahwasanya Al-Quran idealnya dibaca
dengan benar, baik agar bisa mempengaruhi hati mereka yang mendengarnya.
Sebaliknya, jika al-quran dibaca dengan seenaknya, maka tidak akan berpengaruh
apapun bagi hati yang mendengarnya.
Rasulullah SAW bersabda : " seorang yang pandai membaca
Al-Quran akan bersama malaikat yang mulia, sedangkan yang membaca Quran dengan
terbata-terbata dan kesusahan, maka baginya ada dua pahala " (HR
Bukhori & Muslim)
c.
Hukum Mempelajari Ilmu Tajwid
Para ulama Tajwid bersepakat bahwa setiap muslim dituntut untuk
mempelajari hukum-hukum tilawah, dan memperhatikannnya ketika sedang membaca
al-quran. Sedangkan lalai dalam masalah ini – tanpa udzur syar'I yang bisa
diterima- adalah berdosa.
d.
Objek Pembahasan Ilmu Tajwid
Objek pembahasan dalam Ilmu
Tajwid, secara garis besar meliputi :
·
Hukum-hukum berkaitan dengan Nun ( Ahkamu an-Nuun)
·
Hukum-hukum berkaitan dengan Hamzah ( ahkaamu
alhamzah)
·
Tata Cara Berhenti ( Kaifiyah Al-Waqf )
·
Makhorijul Huruf ( Tempat Keluar Huruf)
·
Sifat-sifat Huruf
·
Ahkamul Mad ( Panjang Pendek Harokah)
2.
KESALAHAN-KESALAHAN DALAM PRAKTEK TAJWID
Kesalahan dalam praktek
tajwid , secara umum bisa dibagi menjadi dua bagian besar :
a.
Kesalahan Al-Lahn ( Kekurangan dalam
pelafalan /tanpa tajwid)
Kesalahan al-lahn dibagi menjadi dua bagian ;
·
yang pertama adalah kesalahan Al-Jaliyy (yang
Jelas) yaitu kesalahan pelafalan / tajwid yang diketahui oleh banyak orang awam
secara umum. Misalnya adalah : salah dalam harokat ( I'rob), atau salah dalam
tashrif.
·
Yang kedua adalah kesalahan Al-Khofiyy
(tersembunyi), yang tidak diketahui kecuali oleh mereka yang bergelut lama di
ilmu tajwid atau pakar di bidang Qiro'at. Seperti dalam masalah makhorijul
huruf dan sifat-sifatnya.
b.
Berlebihan dalam Tajwid ( Mubalaghoh wa Ifrooth)
Berlebihan dalam pengucapan dan pelafalan Al-Quran juga sama bahayanya
dengan meninggalkan tajwid. Berikut contoh-contoh kesalahan yang berhubungan
dengan berlebihan dalam pengucapan al-Quran :
·
At-Tar'iid :
pembacaan al-quran dengan bergetar secara berlebihan, bagaikan orang yang
menggigil kedinginan atau menahan sakit.
·
At-Tarqish :
berhenti dan diam pada tempat berhenti, untuk kemudian melanjutkan harokah
dengan cepat seperti lari dari musuh atau terkejut.
·
At-Tathriib : pembacaan seperti musik, khususnya
memanjangkan secara berlebihan pada huruf mad
·
At-Tahziin : membaca al-Quran dengan nada sedih
yang berlebihan dan hampir-hampir menangis berlebihan
·
At-Tardiid : pengulangan ayat terakhir yang dibaca
seorang qori' oleh sekumpulan orang yang mendengarkannya.
3.
KEUTAMAAN TILAWAH
Tilawah Al-Quran adalah
ibadah sunnah yang mempunyai banyak keutamaan, diantaranya yang digambarkan
dalam hadits sebagai :
a)
Dari Ibnu Umar, Rasulullah bersabda : " Tidak
boleh hasad kecuali pada dua orang, yaitu seorang yang diberikan Allah harta
lalu ia menginfakkannya siang dan malam, dan seorang yang diberikan Allah
al-quran, lalu ia membacanya siang dan malam " (HR Bukhori dan Muslim)
b)
Dari Ibnu Mas'ud , Rasulullah SAW bersabda : "
Barang siapa yang membaca satu huruf dai kitabullah maka baginya satu kebaikan,
dan setiap satu kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipatnya "
(HR Tirmidzi)
c)
Dari Abu Umamah, Rasulullah SAW bersabda : "
Bacalah Al-Quran , karena ia akan datang pada hari kiamat memberi syafaat bagi
pembacanya " (HR Muslim)
4.
ADAB TILAWAH
Dianjurkan bagi orang yang membaca Quran memperhatikan hal‐hal berikut
:
a)
Hendaknya membaca Quran dalam keadaan berwudlu, karena ia termasuk
dzikir yang paling utama, meskipun boleh membacanya bagi orang yang berhadast.
b)
Membacanya hanya di tempat yang bersih dan suci,
untuk menjaga keagungan Al-Quran.
c)
Membacanya dengan khusyuk, tenang dan bersahaja.
d)
Bersiwak (membersihkan mulut) sebelum mulai
membaca.
e)
Membaca taáwwuz (audzu billahi minasysyaitanir rajim)
pada permulaannya, berdasarkan firman Allah SWT :
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآَنَ فَاسْتَعِذْ
بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ (98)
" dan jika engkau membaca Al-Quran maka berlindunglah kepada Allah
dari syaitan yang terkutuk " (QS An-Nahl 98)
f)
Membaca basmalah pada permulaan setiap surah,
kecuali surah Al‐Baraáh.
g)
Membacanya dengan tartil yaitu dengan pelan
dan terang serta memberikan setiap huruf haknya (betul makhrajul hurf dan
tajwidnya), seperti panjangnya, idgamnya, dsb. Allah SWT berfirman :
وَرَتِّلِ الْقُرْآَنَ تَرْتِيلًا (4)
" Dan bacalah Al-Quran secara tartil " (QS Muzammil 4)
Karena itulah
dalam beberapa haditsnya, Rasulullah membatasi keinginan sahabat yang ingin
mengkhatamkan Al-Quran dengan cepat. Dari Ibnu Umar, ia bertanya pada
Rasulullah SAW : Ya Rasulullah, berapa lama aku seharusnya mengkhatamkan
Al-Quran ? .Rasulullah menjawab : dalam satu bulan. Ia berkata : aku kuat
kurang dari itu, maka terus saja Abu Musa minta lebih kurang dari itu, hingga
Rasulullah SAW menjawab : bacalah dalam tujuh hari. Ia menjawab : aku kuat
kurang dari itu . Maka Rasulullah SAW bersabda : " Tidak akan paham
(Al-Quran), orang yang mengkhatamkan Al-Quran kurang dari tiga hari " ( HR
Abu Daud)
h)
Memikirkan dan mentadabburi ayat‐ayat yang dibacanya. Sesuai perintah
Allah dalam firmannya :
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ أَمْ
عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا (24)
"Apakah mereka tidak mentadabburi al-Quran ataukah pada hati
mereka ada gembok-gemboknya ? " (QS Muhammad 24)
i)
Meresapi makna dan maksud ayat‐ayat Quran yang
berhubungan dengan janji dan ancaman.
j)
Membaguskan suara karena itu akan lebih berasa di
hati . Rasulullah SAW bersabda : Hiasilah Al-Quran dengan suaramu (HR
Ibnu Hibban )
k)
Mengeraskan bacaan jika dianggap lebih baik dan
tidak menimbulkan riya.
-----ooo0000ooo--------
Alhamdulillah, atas rahmat dan kemudahan dari
Allah SWT
Selesai pembahasan ulumul qur'an (I) untuk
semester satu
semoga bermanfaat
Daftar Referensi
1.
Terjemah Kitab " Mabahits fi Uluumil
Qur'an " karya Manna'ul Qatthan
2.
Bagaimana berinteraksi dengan Al-Quran karya Dr.
Yusuf Qaradhawi
3.
Kitab " At-Tibyan fii Uluumil Qur'an "
oleh Muhammad Ali As-Shobuni
4.
Kitab " Al- Adhwa ala ulumil quran "
oleh Dr. Abdul Aziz Saqor
5.
Kitab " Manahilul Irfan " oleh Syaikh
Az-Zarqooni
6.
Kitab " Jam'u Al-Jadawil " oleh
Syeikh Jasim Al-Muhalhil
7.
Makalah : " Tadwin Al-Qur'an,
asy-syubuhaat wa ar-rodd alaihi ", Hatta Syamsuddin
8.
Situs-situs Islam dalam negri dan timur tengah.
0 komentar:
Posting Komentar