GURU DAN PROSES BELAJAR
MENGAJAR
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS HUMANIORA DAN BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
OKTOBER 2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puja dan puji
syukur penulis haturkan ke hadiratIlahi Robbi, yang telah memberikan
kekuatan serta kesehatan dan segala buah pikiran kepada penulis, sehingga
dengan rahmat dan hidayah – Nya, penulis
bisa menyelesaikan makalah ini, guna memenuhi peningkatan kemampuan di dalam menulis makalah dan pengetahuan dalam
mengikuti mata kuliah Psikologi Pendidikan.
Teriring sholawat serta
salam kepada Nabi Muhammad SAW, seorang sosok revolusioner terbesar dunia yang
mampu merubah dan
menuntun kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang yakni
Addiinul Islam.
Dalam makalah
penulis yang berjudul “Guru dan Proses Belajar Mengajar”, mempunyai suka dan duka yang tidak
pernah penulis lupakan. Dengan belajar menulis makalah ini, penulis banyak mengerti
tentang pentingnya sebuah karya tulis untuk menunjang masa depan dan
pengetahuan tentang pemikiran pendidikan islam. Oleh karena itu, besar harapan
penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat kepada semua
orang sebagaimana hadits Nabi :
خَيْرُ
النَّاس اَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
Artinya
: Sebaik – baik manusia adalah yang
dapat bermanfaat bagi manusia lainnya.
Penulis
menyadari bahwa penyusunan
makalah ini belum sempurna. Maka dari itu, kritikdan saran dari pembaca
sangat penulis harapkan.
Malang,
03
Oktober 2012
Penulilis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah
Dalam
proses kegiatan mengajar belajar (KMB) ialah suatu proses kegiatan yang
dilaksanakan di suatu lembaga pendidikan ataupun instansi pendidikan di dalam
suatu proses belajar mengajar terdapatlah suatu susunan ataupun syarat
terselenggaranya proses belajar mengajar diantaranya yakni Guru,Murid,ruangan
kelas / lingkungan belajar dan juga alat untuk penunjang belajar mengajar
tentunya.
Di dalam
susunan ataupun syarat dalam proses belajar mengajar itu sangatlah berkaitan
antara satu sama lain dan sangat dibutuhkan sekalai dalam proses terjadinya
kegiatan belajar mengajar, apabila dalam proses tersebut tidak ada guru apa
jadinya, kemudian apabila tidak ada murid ataupun siswa maka apa yang akan
berjalan, apabila tidak ada lingkungan kelas, apakah akan kondusif pelaksanaan
belajar mengajarnya tersebut? Dan kemudian jikalau tidak ada alat penunjang
pembelajaran, maka apa jadinya, bagaimana guru memaparkan, meringkas, memberikan sesuatu ilmu kepada muridnya
jika tidak terdapat alat dalam penunjang pendidikan.
Dalam
rangkaian tersebut sangatlah erat hubungannya baik antara satu dengan yang
lainnya, akan tetapi dapat digaris bawahi. Bahwa, didalam suatu suasana belajar
mengajar peran yang terpenting di dalamnya ialah seorang guru. Karena, jika
tidak ada guru, maka tidak ada namanya belajar mengajar dan rusaklah seluruh
komponen yang ada.
Guru
adalah inti daripada seluruh kegiatan belajar mengajar. Maka dari itu segala
sesuatu yang berkaitan dengan belajar mengajar kuncinya ialah guru. Apabila
seorang guru berhasil membuat suatu keberhasilan dikelas maka sukseslah
kegiatan belajar mengajar tersebut. Tapi, apabila sebaliknya, maka hancurlah
proses belajar mengajar tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
Setelah meliha dari segala sesuatu yang terdapat dalam
latar belakang masalah, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Seperti apa
karakteristik kepribadian guru itu?
2. Bagaimana kompetensi
profesionalisme guru?
3. bagaimanakah hubungan
guru dengan proses belajar belajar mengajar?
4. Seperti apa skill
pengajar itu?
1.3. Tujuan Permasalahan
Setelah melihat dari paparan rumusan masalah di atas,
maka dapat diambil tujuan permasalahan sebagai berikut:
1. mengetahui
karakteristik khusus dari seorang guru.
2. Dapat mengenal
kompetensi mengajar guru.
3. Mengetahui hubungan
guru dengan proses belajar mengajar
4. Mengetahui Skill
seorang pengajar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Karakteristik
Kepribadian Guru
Menurut
tinjauan psikologi, kepribadian adalah sifat hakiki individu yang tercermin
pada sikap dan perbuatannya yang membedakan dirinya dari yang lain. McLeod (1989) mengartikan kepribadian
(personality) sebagai sifat yang khas yang dimiliki oleh seseorang. Dalam hal
ini, kepribadian adalah karakter atau identitas.
Kepribadian adalah faktor yang
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru sebagai pengembang sumber
daya manusia. Karena disamping sebagai pembimbing dan pembantu, guru juga
berperan sebagai panutan. Mengenai pentingnya kepribadian guru, seorang
psikolog terkemuka, Prof. Dr. Zakiah Daradjat (1982) menegaskan:
Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah
ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan
menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik terutama bagi anak
didik yang masih kecil (tingkat SD) dan mereka yang mengalami kegoncangan jiwa
(tingkat menengah). Secara
konstitusional, guru hendaknya memiliki keahlian yang diperlukan (pasal 42 ayat
1 dan 2 UU Sisdiknas 2003).
Karakteristik
kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru adalah:
1. Fleksibilitas
Kognitif Guru
Fleksibilitas
kognitif (keluwesan ranah cipta) merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan
tindakan yang memadai dalam situasi tertentu. Kebalikannya frigiditas kognitif
adalah kekauan ranah cipta yang ditandai dengan kekurangmampuan berpikir dan
bertindak yang sesuai dengan situasi yang dihadapi.
Pada
umunya guru yang fleksibel ditandai dengan keterbukaan berpikir dan
beradaptasi. Selain itu ia juga mempunyai resistensi (daya tahan) terhadap
ketertutupan ranah cipta yang prematur (terlampau dini) dalam pengamatan dan
pengenalan. Seorang guru yang fleksibel akan selalu berpikir kritis ketika
mengamati atau mengenali suatu objek atau situasi tertentu. Berpikir kritis
adalah berpikir dengan penuh pertimbangan akal sehat yang dipusatkan pada
pengambilan keputusan untuk mempercayai atau mengingkari sesuatu dan melakukan
atau menghindari sesuatu (Heger & kaye, 1990).
Berikut
ini adalah tabel-tabel perbedaan karakteristik guru yang luwes dan guru yang
kaku, yang bersumber dari Daradjat (1982), Surya (1982), Burns (1991), Petty
(2004).
KARAKTERISTIK KOGNITIF PRIBADI GURU
CIRI PRILAKU KOGNITIF GURU
|
|
Guru luwes
|
Guru kaku
|
1. Menunjukkan
keterbukaan dalam perencanaan kegiatan mengajar-belajar
|
1. Tampak
terlampau dikuasai oleh rencana pelajaran, sehingga alokasi waktu sangat kaku
|
2. Menjadikan
materi pelajaran berguna bagi kehidupan nyata siswa
|
2. Tak
mampu memodifikasi materi silabus
|
3. Mempertimbangkan
berbagai alternatif cara mengkomunikasikan isi pelajaran kepada siswa
|
3. Tak
mampu menangani hal yang terjadi secara tiba-tiba ketika PMB berlangsung
|
4. Mampu
merencanakan sesuatu dalam keadaan mendesak
|
4. Terpaku
pada aturan yang berlaku meskipun kurang relevan
|
5. Dapat
menggunakan humor secara proposional dalam menciptakan situasi PMB yang
menarik
|
5. Terpaku
pada isi materi dan metode yang baku sehingga situasi PMB monoton dan
membosankan
|
SIKAP KOGNITIF GURU TERHADAP SISWA
CIRI SIKAP KOGNITIF GURU
|
|
Guru luwes
|
Guru kaku
|
1.
Menunjukkan prilaku demokratis dan tenggang
rasa kepada semua siswa
|
1. Terlalu
memperhatikan siswa yang pandai dan mengabaikan siswa yang lamban
|
2. Responsif
terhadap kelas (mau melihat, mendengar, dan merespons masalah disiplin,
kesulitan belajar, dsb)
|
2. Tidak
mampu/tidak mau mencatat isyarat adanya masalah dalam PMB
|
3.
Memandang siswa sebagai mitra dalam PMB
|
3. Memandang
siswa sebagai objek yang berstatus rendah
|
4.
Menilai siswa berdasarkan faktor-faktor yang
memadai
|
4. Menilai
siswa secara serampangan
|
5.
Berkesinambungan dalam menggunakan ganjaran
dan hukuman sesuai dengan penampilan siswa
|
5. Lebih
banyak menghukum dan kurang memberi ganjaran yang memadai atas prestasi yang
dicapai siswa
|
SIKAP KOGNITIF GURU TERHADAP MATERI DAN METODE
CIRI SIKAP KOGNITIF GURU
|
|
Guru luwes
|
Guru kaku
|
1.
Menyusun dan menyajikan materi yang sesuai
dengan kebutuhan siswa
|
1.
Terikat pada isi silabus tanpa mempertimbangkan kebutuhan siswa yang dihadapi
|
2. Menggunakan
macam-macam metode yang relevan secara kreatif sesuai dengan sifat materi
|
2. Terpaku
pada satu atau dua metode mengajar tanpa memperhatikan kesesuaiannya dengan
materi pelajaran
|
3.
Luwes dalam melaksanakan rencana dan selalu
berusaha mencari pengajaran yang efektif
|
3. Terikat
hanya pada satu atau dua format dalam merencanakan pengajaran
|
4.
Pendekatan pengajarannya lebih problematik,
sehingga siswa terdorong untuk berpikir
|
4. Pendekatan
pengajarannya lebih preskiptif (perintah/hanya memberi petunjuk atau
ketentuan)
|
2. Keterbukaan
Psikologis Pribadi Guru
Hal
lain juga menjadi faktor yang turut menentukan keberhasilan tugas seorang guru
adalah keterbukaan psikologis guru itu sendiri. Keterbukaan ini merupakan dasar
dari kompetensi profesional (kemampuan dan kewenangan dalam melaksanakan tugas)
keguruan yang dimiliki oleh setiap guru.
Guru
yang terbuka secara psikologis biasanya ditandai dengan kesediaannya yang
relatif tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan faktor-faktor ekstrem
antara lain siswa, teman sejawat, dan lingkungan pendidikan tempatnya bekerja.
Ia mau menerima kritik dengan ikhlas. Disamping itu ia juga memiliki empati,
yakni respon afektif terhadap pengalaman emosional dan perasaan tertentu orang
lain (Reber, 1998). Contohnya: jika seorang murid diketahui sedang mengalami
kemalangan, maka ia turut bersedih dan menunjukkan simpati serta berusaha
memberi jalan keluar.
Keterbukaan
psikologis sangat penting bagi guru mengingat posisinya sebagai anutan siswa.
Keterbukaan psikologis merupakan prakondisi atau prasyarat penting yang perlu
dimiliki guru untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain. Keterbukaan
psikologis juga diperlukan untuk menciptakan suasana hubungan antar pribadi
guru dan siswa yang harmonis, sehingga mendorong siswa untuk mengembangkan
dirinya secara bebas dan tanpa ganjalan.
2.2. Kompetensi
Profesionalisme Guru
Kompetensi berasal dari
bahasa inggris (Competency) yang secara bahasa kompetensi adalah
kemampuan atau kecakapan dan bisa diartikan kewenangan/kekuasaan menentukan
sesuatu. Disamping berarti kemampuan,
kompetensi juga berarti: “The state of being legally competent or
qualified”(McLeod, 1989), yakni keadaan berwewenang atau memenuhi syarat
menurut ketentuan hukum. Adapun kompetensi guru menurut Barlow (1985), ialah “The
ability of a teacher to responsibly perform his or her duties appropriately”.
Artinya kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan
kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Jadi kompetensi guru
dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalammenjalankan profesi
keguruannya. Artinya guru yang piawai dalam melaksanakan profesinya dapat
disebut sebagai guru yang kompeten dan profesional.
Selanjutnya istilah
“profesional” (professional) aslinya adalah kata sifat dari kata profession
(pekerjaan) yang berarti sangat mampu melakukkan pekerjaan. Berdasarkan
pertimbangan arti-arti diatas, maka pengertian guru profesional adalah guru
yang melaksanakan tugas keguruan dengan kemampuan tinggi (profisiensi) sebagai
sumber kehidupan. Kebalikannya guru amatir yang dibarat disebut sub-professional
seperti teacher aid (asisten guru). Di negara-negara maju khususnya
Australia, asisten guru ini dikaryakanuntuk membantu guru profesional dalam
mengelola kelas, tetapi tidak mengajar. Kadang-kadang guru amatir itu ditugasi
menangani keperluan belajar kelompok siswa tertentu, misalnya kelompok imigran.
Dalam menjalankan kewenangan profesionalnya, guru
dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan (competencies) psikologis,
yang meliputi:
1). Kompetensi kognitif (kecakapan ranah cipta)
2). Kompetensi afektif (kecakapan ranah rasa)
3). Kompetensi psikomotor (kecakapan ranah)
Disamping itu, ada satu macam kompetensi yang diperlukan
guru, yakni kompetensi kepribadian. Namun demikian, kompetensi kepribadian ini
tidak akan penyusun uraikan disini mengingat kandungan elemennya secara
implisit sudah terkandung dalam tiga kompetensi diatas.
1.
Kompetensi Kognitif Guru.
Kompetensi ranah cipta merupakan kompetensi utama yang
wajib dimiliki oleh setiap calon guru dan guru profesional. Dan didalam
kompetensi kognitif guru mengandung bermacam-macam pengetahuan baik yang
bersifat deklaratif maupun yang bersifat prosedural. Pengetahuan deklaratif ini
merupakan pengetahuan yang relatif statisnormatif dengan tatanan yang jelas dan
dapat diungkapkan dengan lisan. Sedangkan pengetahuan prosedural adalah
pengetahuan praktis dan dinamis yang mendasari ketrampilan melakukan sesuatu
(Best, 1989; Anderson 1990). Pengetahuan dan ketrampilan kompetensi guru ini
dapat dikelompokkan dalam 2 kategori:
A. Ilmu
pengetahuan Kependidikan
B. Ilmu
pengetahuan materi studi
A. Ilmu
Pengetahuan Kependidikan
Ilmu pendidikan ini terdiri atas dua macam, yaitu:
pengetahuan kependidikan umum dan pengetahuan kependidikan khusus. Pengetahuan
pendidikan umum meliputi: ilmu pendidikan, psikologi pendidikan, administrasi
pendidian dan seterusnya. Sedangkan ilmu pengetahuan khusus meliputi: metode
mengajar, metodik khusus pengajaran dan materi tertentu dan sebagainya.
B.
Ilmu Pengetahuan Materi
Bidang Studi
Ilmu pengetahuan materi bidang studi meliputi semua
bidang studi yang akan menjadi keahlian atau pelajaran yang akan diajarkan oleh
guru/calon guru. Dalam hal ini penguasaan guru atas materi-materi bidang studi
itu seharusnya dikaitkan langsung dengan pengetahuan kependidikan khusus
terutama dengan metodik khusu dan praktek keguruan. Contohnya jika ada seorang
calon guru ingin menjadi guru agama, maka program keahlian yang ditempuh semasa
kuliah adalah program pendidikan keagamaan. Jenis kompetitif lain yang juga
perlu dimiliki seorang guru yaitu, kemampuan mentransfer strategi kognitif
kepada siswa agar belajar secara efisian dan efektif (Lawson, 1991).
2.
Kompetensi Afektif Guru
Kompetensi
afektif guru bersifat tertutup dan abstrak sehingga sangat sukar untuk
diidentifikasi. Kompetensi afektif guru ini meliputi seluruh fenomena perasaan
dan emosi, seperti: cinta, benci, senang, sedih dan lain sebagainya. Namun
demikian, kompetensi afektif guru ini sangatlah penting dan sering dijadikan
objek penelitian dan pembahasan psikologi pendidikan dan pembahasan psikologi
pendidikan yaitu sikap dan perasaan diri yang berkaitan dengan profesi
keguruan. Meliputi:
1). Self
concept dan self esteem;
2). Self
efficacy dan contextual efficacy;
3). Attitude
of self-acceptance dan others acceptance.
A.
Konsep-diri dan Harga-Diri guru
Self-concept atau konsep-diri guru
ialah totalitas sikap dan persepsi seorang guru terhada dirinya sendiri.
Sementara itu, self-esteem (harga diri) guru dapat diartikan sebagai
tingkat pandangan dan penilaian seorang guru mengenai dirinya sendiri
berdasarkan prestasinya. Seorang guru yang profesional memerlukan self-concept
yang tinggi, dengan demikian dalam kegiatan mengajarnya akan lebih cenderung
memberi peluang yang luas pada para siswanya untuk berkreasi dengan berfikir
kritis. Berbalik dengan guru yang memiliki self-concept rendah, berakibat para
siswa cenderung pasif. Maka dari itu, untuk memiliki konsep-diri yang positif,
para guru perlu berusaha mencapai prestasi akademik setinggi-tingginya dengan
cara banyak belajar dan mengikiti perkembangan zaman.
B. Efikasi-diri dan Efikasi Kontekstual Guru
Self-efficacy guru bisa disebut personal
teacher efficacy, adalah keyakinan guru terhadap keefektifan kemampuannya
dalam membangkitkan gairah dan kegiatan para siswanya. Kompetensi ranah rasa
ini berhubungan dengan kompetensi ranah lainnya yang disebut teaching
efficacy atau contextual efficacy yang berarti kemampuan guru dalam
berurusan dengan keterbatasan faktor eksternalnya ketika ia mengajar. Dalam
hasil penelitian memperoleh fakta, bahwa keyakinan terhadap kemampuan pribadi
guru dan calon guru bisa membangkitkan minta belajar siswa berkolerasi positif
dan signifikan). Artinya, responden berkeyakinan bahwa dirinya mampu mengajar
dan menyingkirkan segala hambatan pengajaran yang ada, telah menimbulkan gairah
belajar para siswa.
C. Sikap
Penerimaan terhadap Diri dan Orang Lain
Sikap penerimaan terhadap diri sendiri adalah gejala
ranah rasa seorang guru dalam berkecenderungan positif atau negatif terhadap
dirinya sendiri menurut penilaian yang lugas atas bakat dan kemampuannya. Sikap
ini diiringi dengan rasa puas terhadap kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri
guru tersebut. Sikap ini kurang lebih sama dengan sikap qona’ah dalam
pendidikan akhlak. Sebagai pemberi layanan kepada siswa, guru seharusnya
memliki sikap positif terhadap dirinya sendiri karena cukup berpengaruh
terhadap tinggi rendahnya kualitas dan kuantitas layanan kepada siswa. Seorang
psikolog beranggapan bahwa orang yang lebih banyak mencintai dirinya sendiri
akan berakibat kurang mencintai orang lain. Pendapat ini menyangka bahwa cinta
dan kasih sayang yang dimiliki manusia mempunyai dimensi yang sama seperti
benda konkret dan berakibat individu lebih mencintai barang tersebut dan akan
berlaku pelit terhadap orang lain.
3.
KOMPETENSI PSIKOMOTOR GURU
Kompetensi Psikomotor Guru meliputi keterampilan atau
kecakapan yang bersifat jasmaniah yang pelaksanaannya berhubungan dengan
tugasnya selaku pelajar. Secara garis besar kompetensi ranah karsa atau
kompetensi psikomotor guru terdiri atas dua kategori:
1.
kecakapan fisik umum
2.
kecakapan fisik khusus
a.
Kecakapan fisik yang umum diwujudkan dalam gerak yang berbentuk gerakan dan
tindakan umum jasmani guru seperti duduk, berdiri, berjalan, berjabat tangan,
dan lain sebagainya yang tidak langsung berhubungan dengan aktifitas belajar
b.
kecakapan ranah karasa guru yang khusus meliputi keterampilan ekspresi verbal
atau pernyataan lisan dan non verbal atau pernyataan tindakan tertentu yang
direfleksikan guru terutama selama mengelola proses mengajar-belajar. Namun
demikian, guru yang cakap dalam ekspresi verbal tidak harus selalu bisa
menjawab pertanyaan sisiwa atau berusaha menutup-nutupi kekurangan yang ada
dalam dirinya atau dengan kata lain berdiplomasi. Cara jujur akan menunjukkan
fleksibilitas dan keterbukaan psikologis yang ideal bagi setiap guru,
ketidaktahuan guru yang profesional bagi para siswa dalam dunia pendidikan
modern sekarang ini dianggap belajar dan manusiawi. Cepat atau lambat para
siswa akan menyadari no body knows everything, tak seorang pun yang tahu
segala sesuatu. Mengenai keterampilan ekspresi non verbal harus dikuasai guru
dalam hal mendemonstrasikan hal-hal yang terkandung dalam materi pelajaran.
Kecakapan tersebut meliputi menulis dan membuat bagan di papan tulis;
memperagakan proses terjadinya sesuatu; memperagakan penggunaan alat yang
sedang dipelajari; dan memperagakan prosedur melakukan keterampilan praktis
tertentu sesuai dengan penjelasan verbal yang telah dilakukan guru. Dalam
melakukan ekspresi non verbal guru hendaknya mempertahankan akurasi
(kecermatan) dan konsistensi (keajegan) hubungan antara ekspresi non
verbal tersebut dengan ekspresi verbal. Jadi, guru harus menyatukan ucapan dan
perbuatan. Sebab jika akurasi dan konsistensi gagal diperlihatkan guru pada
para siswa, maka kepercayaan mereka kepada kepiawaian guru dan arti penting
materi pelajaran mungkin akan merosot. Dampak negatif selanjutnya minat dan
gairah para siswa dalam mempelajari materi akan merosot pula.
2.3.
Hubungan Guru dan Proses Belajar Mengajar
Hubungan guru dan proses
mengajar belajar
Hal pokok mengenai hubungan antara guru dengan proses
belajar mengajar. Hal-hal pokok tersebut meliputi.: 1) konsep dasar PMB;
2)fungsi guru dalam PMB; dan 3)Posisi guru dalam PMB.
1. Konsep
dasar proses belajar mengajar
Hal-hal yang termasuk
dalam pembahasan konsep dasar PMB ini meliputi: 1. Definis dan komunikasi dalam
PMB 2. Strategi pengelolaan PMB 3. Sasaran kegiatan PMB.
1. Definisi
dan komunikasi dalam proses belajar mengajar
Pada
umumnya para ahli sependapat bahwa yang disebut PMB iala sebuah kegiatan yang
integral (utuh) antara siswa sebagai pelajar yang sedang belajar dengan guru
sebagai pengajar yang sedang mengajar. Dalam kesatuan kegiatan ini terjadi
interaksi resiplokal yakni hubungan antara guru dengan para siswa dalam situasi
instruksional, yaitu suasan yang bersifat pengajaran.
Para
siswa, dalam situasi konstruksional ini menjadi tahapan kegiatan belajar
melalui interaksi dengan kegiatan tahapan mengajar yang dilakukan guru, namun,
dalam proses belajar mengajar masa kini disamping guru menggunakan interaksi
resiprokal, ia juga dianjurkan
memanfaatkan konsep komunikasi banyak arah dalam rangka mengalahkan student
active learning, cara belajar siswa aktif (CBSA).
Selanjutnya,
kegiatan PMB selayaknya dipandang sebagai kegiatan sebuah sisitem yang
memperoses input, yakni para sisiwa yang diharapkan terdorong secara intrintik
untuk melakukan pembelajaran aneka ragam materi pembelajaran yang disajikan
dikelas. Hasil yang diharapkan dari PMB tersebut adalah output berupa para
siswa yang telah mengalami perubahan positif baik dimensi ranah cipta, rasa
maupun karsanya, sehingga cita-cita mencetak sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas pun tercapai.
B. Sasaran kegiatan proses
belajar mengajar
Setiap
kegiatan belajar mengajar, apapun materinya selalu memiliki sasaran (target).
Sasaran, yang juga lazim disebut tujuan itu pada umumnya tertulis. Akan tetapi,
ada juga sasaran yang tak tertulis dan dikenal dengan objektive of mind.
Sasaran yang dituju oleh
PMB berssifat bertahap dan meliputi beberapa jenjang dari jenjang yang konkret
dan langsung dapat dilihat dan dirsakan sampai u=yang bersifat nasional dan
universal. Ditinjau dari sudut waktu pencapaiannya, sasaran PMB dapat
dikategorikan kedalam tiga macam.
1. Sasaran-sasaran
jangka pendek, seperti TPK (Tujuan Pembelajaran Khusus)
2. Sasaran-sasaran
jangka menengah, seperti tujuan pendidikan dasar, yakni untuk mempersiapkan
siswa mengikuti pendidikan menengah.
3. Sasaran-sasaran
jangka panjang, seperti tujuan pendidikan nasional.
Pada
prinsipnya, setiap guru hanya wajib bertanggung jawab atas terselenggaranya
proses belajar mengajar vak atau bidang studi pegangannya. Namun disamping itu,
ia pun diharapkan ikut memikul tanggung jawab bersam dalam mecapai tujuan yang
lebih jauh sperti tujuan institusional ( jenjang lembaga pendidikan tempatnya
bertugas), dan tujuan nasional. Karena menyadari akan adanya keterkaitan anatra
pelaksanaan PMB bidang studi seorang guru dengan pelaksanaan PMB bidang studi
lainnya, dan juga keterkaitan antara seluruh kegiatan PMB dengan tujuan yang
bersifat konstitusional, maka setiap guru harus ikut memikul tanggung jawab
mencapai tujuan bersama yang berskala nasional bahkan universal.
Alhasil,
tanggung jawab para guru tidak terbatas pada pencapaian kecakapan-kecakapan
tertentu yang dikuasai para siswa, tetapi lebih jauh lagi yakni mencapai
tujuan-tujuan ideal. Tujuan-tujuan ideal meliputi.
1. Tujuan
pengembangan pribadi para siswa sebagai individu mandiri.
2. Tujuan
penhgembangan pribadi paras siswa sebagai warga dunia dan makhluk tuhan yang
maha esa.
Adapun tujuan
pendidikan internasiona/universal terdapat dalam dokumen PBB dalam hal ini
UNESCO (United Nations Educations, Scientific, adn cultural organization).
Dalam dukumen yang khusus berisi tujuan pendidikan disebutkan bahwa sasaran
minimal usaha pendidikan adalah terciptanya warga dunia yang memiliki kemampuan
membaca dan menulis (literacy).
2.3.1. Fungsi
Guru Dalam Proses Belajar Mengajar
Pada asasnya
fungsi atau peranan penting guru dalam PMB ialah sebagai direktur belajar.
Artinya, setiap guru diharapkan untuk pandai-pandai mengarahkan kegiatan belajar
siswa agar mencapai keberhasilan belajar (kinerja akademik) sebagaimana yang
telah ditetapkan dalam sasaran kegiatan PMB. Dengan demikian, semakin jelaslah
bahwa peranan guru dalam dunia pendidikan modern seperti sekarang ini semakin
meningkat dari sekedar pengajar menajdi direktur belajar. Konsekuensinya, tugas
dan tanggung jawab guru pun menjadi lebih kompleks dan berat pula.
Perluasan
tugas dan tanggung jawab guru tersebut membawa konsekuensi timbulnya
fungsi-fungsi khusus yang menjadi bagian integral (menyatu) dalam kompetensi
profenionalisme keguruan yang disandang oleh para guru. Menurut gagne, setiap
guru berfungsi sebagai:
1)
Perancang pengajaran
2)
Pengelola pengajaran
3)
Penilai prestasi belajar siswa.
A. Guru
sebagai designer of instruction
Guru sebagai
perancang pengajaran. Fungsi ini menghendaki guru untuk senantiasa mampu dan
siap merancang kegiatan belajar mengajar yang berhasil guna dan berdaya guna.
Untuk
merealisasikan fungsi tersebut, maka setiap guru memerlukan pengetahuan yang
memadai mengenai prinsip-prinsip belajar sebagai dasar dalam menyusun rancangan
kegiatan belajar mengajar. Rancangan tersebut sekurang kurangnya meliputi
hal-hal sebagai berikut.
1. Memilih
dan menentukan bahan pelajaran
2. Merumuskan
tujuan penyajian bahan pelajaran.
3. Memilih
metode penyajian bahan pelajaran yang tepat.
4. Menyelenggarakan
kegiatan evaluasi prestasi belajar.
B. Guru
sebagai manager of instruction
Guru sebagai
pengelola pengajaran. Fungsi ini menghendaki kemampuan guru dalam mengelola
(menyelenggarakan dan mengendalikan) seluruh tahapan proses tahapan belajar
mengajar.
Diantara
kegiatan-kegiatan pengelolaan proses belajar mengajar, yang terpenting ialah
menciptakan kondisi dan situasi sebaik-baiknya, sehingga memungkinkan para
siswa belajar secara berdaya guna dan berhasil guna.
Salain itu, kondisi dan
situasi tersebut perlu diciptakan sedemikian rupa agar proses komunikasi baik
dua arah maupun multiarah antar guru dan siswa dalam konteks komunikasi
instruksional yang kondusif (yang membuahkan hasil).
C. Guru
sebagai evaluator of student learning
Guru sebagai
penilai hasil belajar siswa. Fungsi ini menghendaki guru untuk senantiasa
mengikuti perkembangan taraf kemajuan prestasi belajar atau kinerja akademik
siswa dalam setiap kurun waktu pembelajaran.
Pada asasnya,
kegiatan evaluasi prestasi belajar itu seperti kegiatan belajar itu sendiri,
yakni kegiatan akademik yang memerlukan kesinambungan. Evaluasi, idealnya
berlangsung sepanjang waktu dan fase kegiatan belajar selanjutnya. Artinya,
apabila hasil evaluasi tertentu menunjukkan kekurangann maka siswa yang
bersangkutan diharapkan merasa terdorong untuk melakukan kegiatan pembelajaran
perbaikan (relearning). Sebaiknya, bila evaluasi tertentu menunujkan hasil yang
memuaskan, maka siswa yang bersangkutan diharapkan termotivasi untuk
meningkatkan volume kegiatan belajarnya agar materi pelajaran lain yang lebih
kompleks dapat pula dikuasai.
Selanjutnya,
informasi dan data kemajuan akademik yang diperoleh guru dan kegiatan evalusai
(khususnya evaluasi formal) seyongyannya dijalankan feed back _umpan balik)
untuk melakukan penindaklanjutan proses belajar mengajar. Hasil kegiatan
evaluasi juga seyogyanya dijadikan pangkal tolak dan bahan pertimbangan dalam
memperbaiki atau meningkatkan penyelenggaraan PMB pada masa yang akan datang,
dengan demikian, kegiatan belajar mengajar tidak akan statis, tetapi terus
meningkat hingga mencapai puncak kinerja akademik yang sangat di dambakan ini.
2.3.2. Posisi
Dan Ragam Guru Dalam Belajar Mengajar
A. Posisi Guru dalam Proses Mengajar-Belajar
Menurut Claife (1976), guru adalah: … an authority in the disciplines relevant to
education, yakni pemegang hak otoritas atas cabang-cabang ilmu pengetahuan
yang berhubungan dengan pendidikan. Walaupun begitu, tugas guru tidak hanya
menuangkan ilmu pengetahuan ke dalam otak para siswa, tetapi juga melatih
keterampilan (ranah karsa) dan menanamkan sikap serta nilai (ranah rasa) kepada
mereka (Daradjat, 1982).
Pendapat lainnya diutarakan oleh Nana Syaodih
Sukmadinata dalam bukunya yang berjudul Landasan
Psikologi Proses Pendidikan. Menurutnya terdapat tiga peranan guru dalam
proses mengajar-belajar, yaitu sebagai berikut.
Guru sebagai
pribadi,
dalam situasi pendidikan atau pengajaran terjalin interaksi antara siswa dengan
guru atau antara peserta didik dengan pendidik. Interaksi ini sesungguhnya
merupakan interaksi antara dua kepribadian, yaitu kepribadian guru sebagai
orang dewasa dan kepribadian siswa sebagai anak yang belum dewasa dan sedang
berkembang mencari bentuk kedewasaan.
Kedudukan guru sebagai pendidik dan pembimbing tidak
bisa dilepaskan dari guru sebagai pribadi. Kepribadian guru sangat mempengaruhi
peranannya sebagai pendidik dan pembimbing. Dia mendidik dan membimbing para
siswa tidak hanya dengan bahan yang ia sampaikan atau dengan metode-metode
penyampaian yang digunakannya, tetapi dengan seluruh kepribadiannya. Mendidik
dan membimbing tidak hanya terjadi dalam interaksi formal, tetapi juga
interaksi informal, tidak hanya diajarkan tetapi juga ditularkan. Pribadi guru
merupakan satu kesatuan antara sifat pribadinya, dan peranannya sebagai
pendidik, pengajar dan pembimbing.
Guru sebagai
pendidik dan pengajar, guru mempunyai peranan
ganda sebagai pengajar dan pendidik. Kedua peran tersebut bisa dilihat
perbedaannya, tetapi tidak bisa dipisahkan. Tugas utama sebagai pendidik adalah
membantu mendewasakan anak. Dewasa secara psikologis, sosial, dan moral. Dewasa
secara psikologis berarti individu telah bisa berdiri sendiri, tidak tergantung
kepada orang lain, juga telah mampu bertanggung jawab atas segala perbuatannya,
mampu bersikap objektif. Dewasa secara sosial berarti telah mampu menjalin
hubungan sosial dan kerja sama dengan orang dewasa lainnya, telah mampu
melaksanakan peran-peran sosial. Dewasa secara moral, yaitu telah memiliki
seperangkat nilai yang ia akui kebenarannya, ia pegang teguh dan mampu
berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang menjadi pegangannya.
Tugas utama guru sebagai pengajar adalah membantu
perkembangan intelektual, afektif dan psikomotor, melalui menyampaikan
pengetahuan, pemecahan masalah, latihan-latihan afektif dan keterampilan. Pada
waktu guru menyampaikan pengetahuan dll., tidak mungkin terlepas dari upaya
mendewasakan anak, dan upaya mendewasakan anak tidak mungkin dilepaskan dari
mengajar (menyampaikan pengetahuan dll). Keduanya sukar untuj dipisahkan, pada
suatu saat mungkin peranannya sebagai pendidik lebih besar sedang pada saat
lain peranannya sebagai guru yang lebih besar. Guru sebagai pendidik terutama
berperan dalam menanamkan nilai-nilai, nilai-nilai yang merupakan ideal dan
standar dalam masyarakat. Sebagai pendidik guru bukan hanya penanam dan pembina
nilai-nilai tetapi ia juga berperan sebagai model, sebagai contoh suri teladan
bagi anak-anak. Oleh karena itu tidak heran apabila banyak tuntutan yang diarahkan
kepada guru. Semua nilai-nilai baik yang ada dalam masyarakat, dituntut untuk
dimiliki oleh seorang guru.
Guru sebagai pembimbing, selain sebagai pembimbing dan
pengajar, guru juga punya peran sebagai pembimbing. Perkembangan anak tidak
selalu mulus dan lancar, ada kalanya lambat dan mungkin juga berhenti sama
sekali. Dalam situasi seperti itu mereka perlu mendapatkan bantuan atau
bimbingan. Dalam upaya membantu anak mengatasi kesulitan atau hambatan yang
dihadapi dalam perkembangannya, guru berperan sebagai pembimbing. Sebagai
pembimbing, guru perlu memiliki pemahaman yang seksama tentang para siswanya,
memahami segala potensi dan kelemahannya, masalah dan kesulitan-kesulitannya,
dengan segala latar belakangnya. Agar tercapai kondisi seperti itu, guru perlu
banyak mendekati para siswa, membina hubungan yang lebih dekat dan akrab,
melakukan pengamatan dari dekat serta mengadakan dialog-dialog langsung. Dalam
situasi hubungan yang akrab dan bersahabat, para siswa akan lebih terbuka dan
berani mengemukakan segala persoalan dan hambatan yang dihadapinya. Melalui
situasi seperti itu pula, guru dapat membantu para siswa memecahkan
persoalan-persoalan yang dihadapinya.
B. Ragam Guru dalam Proses Mengajar-Belajar
Berdasarkan hasil riset mengenai gaya, penampilan dan
kepemimpinan para guru dalam mengelola PMB, ditemukan tiga ragam guru, yakni:
otoriter, laissez-faire, dan demokratis. Tetapi, Barlow (1985) mengemukakan
satu lagi yaitu otoritatif. Penjelasan mengenai ragam-ragam guru ini adalah
sebagai berikut.
Pertama, guru otoriter (authoritarian). Secara harfiah,
otoriter berarti berkuasa sendiri atau sewenang-wenang. Dalam PMB, guru yang
otoriter selalu megarahkan dengan keras segala aktifitas para siswa tanpa dapat
ditawar-tawar. Hanya sedikit sekali kesempatan yang diberikan kepada siswa
untuk berperan serta meutuskan cara terbaik untuk kepentingan belajar mereka.
Memang diakui, kebanyakan guru yang otoriter dapat menyelesaikan tugas
keguruannya secara baik, dalam arti sesuai dengan rencana. Namun guru semacam
ini sangat sering menimbulkan kemarahan dan kekesalan para siswa khususnya
siswa pria, bukan saja karena watakny ayng agresif tetapi juga karena merasa
kreatifitasnya terhambat.
Kedua, guru laissez-faire (sebut: lezei
fee), padanannya adalah individualisme (paham yang menghendaki kebebasan
pribadi). Guru yang berwatak seperti ini biasanya gemar mengubah arah dan cara
pengelolaan PMB secara seenaknya, sehingga menyulitkan siswa dalam
mempersiapkan diri. Sesungguhnya, ia tidak menyenangi proesinya sebagai tenaga
pendidik meskipun mungkin memiliki kemampuan yang memadai. Keburukan lain yang
juga disandang adalah kebiasaannya yang
“semau gue” yang menimbulkan pertengkaran-pertengkaran.
Ketiga, guru demokratis (democratic). Arti demokratis adalah bersiat
demokrasi, yang pada intinya mengandung makna memperhatikan persamaan hak dan
kewajiban semua orang. Guru yang memiliki sifat ini pada umumnya dipandang
sebagai guru yang paling baik dan ideal. Alasannya, disbanding dengan guru-guru
lainnya guru ragam demokratis lebih suka bekerja sama dengan rekan-rekan
seprofesinya, namun tetap menyelesaikan tugasnya secara mandiri. Ditinjau dari
sudut hasil pembelajarannya, guru yang demokratis denganyang otoriter tidak
jauh berbeda. Akan tetapi, dari sudut moral, guru yang demokratis ternyata
lebih baik dan karenanya ia lebih disenangi baik oleh rekan-rekan sejawat
maupun oleh siswanya sendiri.
Keempat, guru yang otoritati (authoritative). Otoritatif berarti
berwibawa karena adanya kewenangan baik berdasarkan kemampuan maupun kekuasaan
yang diberikan. Guru yang otoritati adalah guru yang memiliki dasar-dasar
pengetahuan yang memadai baik pengetahuan bidang studi vaknya maupun
pengetahuan umum. Guru seperti ini biasanya ditandai oleh kemampuan memerintah
secara efektif kepada para siswa dan kesenangan mengajak kerja sama dengan para
siswa jika diperlukan dalam mengikhtiarkan cara terbaik untuk penyelenggaraan
PMB. Dalam hal ini, ia hamper sama dengan guru yang demokratis. Namun, dalam
hal memerintah atau memberi anjuran, guru yang otoritatif pada umumnya lebih
efektif, karena lebih disegani oleh para siswa, dan dipandang sebagai pemegang
otoritas ilmu pengetahuan vaknya seperti yang telah diuraikan dimuka.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Di dalam seluruh materi yang telah
tertulis maka diambilah sebuah kesimpulan dari setiap sub bab yang telah
dibahas sebagaimana berikut:
1. Menurut tinjauan
psikologi, kepribadian adalah sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap
dan perbuatannya yang membedakan dirinya dari yang lain. McLeod (1989) mengartikan kepribadian
(personality) sebagai sifat yang khas yang dimiliki oleh seseorang. Dalam hal
ini, kepribadian adalah karakter atau identitas. Yang meliputi di dalamnya
- Fleksibitas Kognitif Guru
- Fleksibitas Kognitif Guru
- Keterbukaan Psikologi Pribadi Guru
2. Selanjutnya istilah
“profesional” (professional) aslinya adalah kata sifat dari kata profession
(pekerjaan) yang berarti sangat mampu melakukkan pekerjaan. Berdasarkan
pertimbangan arti-arti diatas, maka pengertian guru profesional adalah guru
yang melaksanakan tugas keguruan dengan kemampuan tinggi (profisiensi) sebagai
sumber kehidupan. Kebalikannya guru amatir yang dibarat disebut sub-professional
seperti teacher aid (asisten guru). Di negara-negara maju khususnya
Australia, asisten guru ini dikaryakanuntuk membantu guru profesional dalam
mengelola kelas, tetapi tidak mengajar. Kadang-kadang guru amatir itu ditugasi
menangani keperluan belajar kelompok siswa tertentu, misalnya kelompok imigran.
Dalam menjalankan kewenangan profesionalnya, guru
dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan (competencies) psikologis,
yang meliputi:
1). Kompetensi kognitif (kecakapan ranah cipta)
2). Kompetensi afektif (kecakapan ranah rasa)
3). Kompetensi psikomotor (kecakapan ranah
3. Perluasan tugas dan tanggung jawab
guru tersebut membawa konsekuensi timbulnya fungsi-fungsi khusus yang menjadi
bagian integral (menyatu) dalam kompetensi profenionalisme keguruan yang
disandang oleh para guru. Menurut gagne, setiap guru berfungsi sebagai:
1. Perancang pengajaran
2. Pengelola pengajaran
3. Penilai prestasi belajar
siswa.
4. Dalam
memahami akan skill seorang pengajar terdapatlah beberapa kriteria yakni
diantaranya:
1. Pemahaman Konseptual Pengetahuan
Inti
2. Praktek
Reflektif
3. Pengajaran
untuk Pemahaman
4. Passion for Learning
5. Memahami Sekolah dalam Konteks Masyarakat dan Budaya
6. Profesionalisme
3.1. Saran
1. hendaknya makalah ini dapat membantu teman-teman mahasiswa untuk
menemukan karakteristik yang efektif sebagai seorang guru.
2. melalui materi yang telah dibahas, mahasiswa dapat memahami kompetensi
mengajar sebagai seorang guru.
3. hendaknya mahasiswa mampu memahami peranannya sebagai seorang guru
dihadapan murid.
4. hendaknya mahasiswa mempunyai skill untuk mengajar murid sebagai seorang
guru.
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin,2009, Pendidikan Psikologi
Perkembangan, Jogjakarta: Ar Ruzz Media
B.Uno,Hamzah, 2010, Orientasi Baru Dalam
Psikologi Pembelajaran, Jakarta: Sinar Grafika Offset
Sukmadinata, Nana Syaodih, 2005, Landasan
Proses Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya
Sjyah, Muhibbin, 2000, Psikologi Pendidikan,
Badung, Remaja Rosdakarya
http//www.wikipedia.org
terima kasih
BalasHapussngat brmanfaat :D