'Oase Dakwah'
Penyejuk Hati Penggugah
Jiwa..
Edisi 09 Dzulhijjah 1435 H
03 Oktober 2014 M
Fadhilah
Puasa Arafah
Puasa Arafah adalah puasa sunnah yang
dilaksanakan pada hari Arafah yakni tanggal
9 bulan Dzulhijah pada kalender Islam
Qamariyah/Hijriyah. Puasa ini sangat dianjurkan bagi kaum Muslimin yang tidak menjalankan
ibadah haji. Kesunnahan puasa Arafah tidak didasarkan adanya
wukuf di Arafah oleh jamaah haji, tetapi karena datangnya hari Arafah tanggal 9
Dzulhijjah. Maka bisa jadi hari Arafah di Indonesia
tidak sama dengan di Saudi Arabia yang hanya berlainan waktu 4-5 jam. Ini tentu berbeda
dengan kelompok umat Islam yang menghendaki adanya 'rukyat global', atau
kelompok yang ingin mendirikan khilafah islamiyah, dimana
penanggalan Islam disamaratakan seluruh dunia, dan Saudi Arabia menjadi acuan
utamanya.
Keinginan menyamaratakan penanggalan Islam
itu sangat bagus dalam rangka menyatukan hari raya umat Islam, namun menurut
ahli falak, keinginan ini tidak sesuai dengan kehendak alam atau prinsip-prinsipkeilmuan.
Rukyatul hilal atau observasi bulan sabit yang dilakukan untuk menentukan awal bulan
Qamariyah atau Hijriyah berlaku secara nasional, yakni rukyat yang
diselenggarakan di dalam negeri masing-masing dan berlaku satu wilayah hukum. Ini
juga berdasarkan petunjuk Nabi Muhammad SAW sendiri.
Penentuan hari arafah itu juga ditegaskan
dalam Bahtsul Masa'il Diniyah Maudluiyyah pada Muktamar Nahdlatul
Ulama XXX di Pondok Pesantren Lirboyo, akhir 1999. Ditegaskan
bahwa yaumu arafah atau hari Arafah yaitu tanggal 9 Dzulhijjah berdasarkan
kalender negara setempat yang berdasarkan pada rukyatul hilal. Adapun tentang fadhilah atau keutamaan berpuasa hari Arafah tanggal
9 Dzulhijjah didasarkan pada hadits berikut ini:
ﺻَﻮْﻡُ ﻳَﻮْﻡِ ﻋَﺮَﻓَﺔَ ﻳُﻜَﻔِّﺮُ ﺳَﻨَﺘَﻴْﻦِ
ﻣَﺎﺿِﻴَﺔً ﻭَﻣُﺴْﺘَﻘْﺒَﻠَﺔً
ﻭَﺻَﻮْﻡُ ﻋَﺎﺷُﻮْﺭَﺍَﺀ ﻳُﻜَﻔِّﺮُ ﺳَﻨَﺔً ﻣَﺎﺿِﻴَﺔ
ً
Puasa hari Arafah menebus dosa setahun yang
lalu dan setahun yang akan datang dan puasa Asyura (10 Muharram) menebus dosa setahun
yang telah lewat. (HR Ahmad, Muslim dan Abu Daud dari Abi Qotadah)
Para ulama menambahkan adanya kesunnahan
puasa Tarwiyah yang dilaksanakan pada hari Tarwiyah, yakni pada tanggal 8
Dzulhijjah. Ini didasarkan pada satu redaksi hadits lain, bahwa Puasa pada hari Tarwiyah
menghapuskan dosa satu tahun, dan puasa pada hari Arafah menghapuskan (dosa)
dua tahun. Dikatakan bahwa hadits ini dloif (tidak kuat riwayatnya) namun para
ulama memperbolehkan mengamalkan hadits yang dloif sekalipun sebatas hadits itu
diamalkan dalam kerangka fadla'ilul a'mal (untuk memperoleh keutamaan), dan hadits yang
dimaksud tidak
berkaitan dengan masalah aqidah dan hukum.
Selain itu, memang pada hari-hari pada sepersepuluh bulan Dzulhijjah adalah hari- hari
yang istimewa untuk menjalankan ibadah seperti puasa. Abnu Abbas RA meriwayatkan
Rasulullah SAW bersabda:
ﻣَﺎ ﻣِﻦْ ﺃﻳَّﺎﻡٍ ﺍﻟْﻌَﻤَﻞُ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺢُ ﻓِﻴْﻬَﺎ
ﺃَﺣَﺐَّ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﻣِﻦْ
ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻟْﺄَﻳَّﺎﻡِ ﻳَﻌْﻨِﻲْ ﺃَﻳﺎَّﻡُ ﺍْﻟﻌُﺸْﺮِ
ﻗَﺎﻟُﻮْﺍ : ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ !
ﻭَﻟَﺎ ﺍﻟْﺠِﻬَﺎﺩُ ﻓِﻲْ ﺳَﺒِﻴْﻞِ ﺍﻟﻠﻪِ؟ ﻗَﺎﻝَ
: ﻭَﻟَﺎ ﺍﻟْﺠِﻬَﺎﺩُ ﻓِﻲْ
ﺳَﺒِﻴْﻞِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺇﻟَّﺎ ﺭَﺟُﻞٌ ﺧَﺮَﺝَ ﺑِﻨَﻔْﺴِﻪِ
ﻭَﻣَﺎﻟِﻪُ ﻓَﻠَﻢْ ﻳَﺮْﺟِﻊُ
ﻣِﻦْ ﺫَﻟِﻚَ ﺷَﻲْﺀٌ
Diriwayatkan Rasulullah
SAW bersabda: Tidak ada perbuatan yang lebih disukai oleh Allah SWT, dari pada
perbuatan baik yang dilakukan pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Para sahabat bertanya: Ya Rasulallah, walaupun jihad di jalan Allah? Rasulullah bersabda: Walau jihad pada jalan Allah kecuali seorang lelaki
yang keluar dengan dirinya dan harta bendanya, kemudian tidak kembali
selama-lamanya atau menjadi syahid. (HR Bukhari)
Puasa Arafah dan Tarwiyah sangat dianjurkan
bagi yang tidak menjalankan ibadah haji di tanah suci. Adapun teknis pelaksanaannya
mirip dengan puasa Ramadhan. Bagi kaum Muslimin yang
mempunyai tanggungan puasa Ramadhan juga disarankan untuk mengerjakannya pada
hari Arafah ini, atau hari-hari lain yang disunnahkan untuk berpuasa. Maka ia
akan mendapatkan dua pahala sekaligus, yakni pahala puasa wajib (qadha puasa
Ramadhan) dan pahala puasa sunnah. Demikian ini seperti
pernah dibahas dalam Muktamar NU X di Surakarta tahun 1935, dengan
mengutip fatwa dari kitab Fatawa al- Kubra pada bab tentang puasa:
ﻳُﻌْﻠَﻢُ ﺃَﻥَّ ﺍْﻷَﻓْﻀَﻞَ ﻟِﻤُﺮِﻳْﺪِ ﺍﻟﺘََﻄَﻮُّﻉِ
ﺃَﻥْ ﻳَﻨْﻮِﻱَ ﺍْﻟﻮَﺍﺟِﺐَ
ﺇِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺇِﻟَّﺎ ﻓَﺎﻟﺘَّﻄَﻮُّﻉِ
ﻟِﻴَﺤْﺼُﻞَ ﻟَﻪُ ﻣَﺎ ﻋَﻠَﻴْﻪِ
Diketahui bahwa bagi
orang yang ingin berniat puasa sunnah, lebih baik ia juga berniat melakukan
puasa wajib jika memang ia mempunyai tanggungan puasa, tapi jika ia tidak
mempunyai tanggungan (atau jika ia ragu-ragu apakah punya tanggungan atau tidak)
ia cukup berniat puasa sunnah saja, maka ia akan memperoleh apa yang diniatkannya.
(www.nu.or.id)
0 komentar:
Posting Komentar