"Oase Dakwah"
Penyejuk Hati Penggugah Jiwa
Rabu, 30 April
2014
"Tukang Sol
Sepatu Ali Al- Muaffa"
Pada suatu musim haji, adalah
seorang alim, ahli badah, dan zuhud berasal dari Madinah Al Munawwarah hendak
menunaikan ibadah haji bernama Abdullah Al Mubarakah. Untuk menunaikan niatnya beliau harus berjalan
kaki selain unta yang menjadi alat tranportasi pada masa itu.
Setelah selesai ibadah haji,
Abdullah meninggalkan Mekkah untuk kembali ke kampung halamannya. Karena merasa
letih selama mengerjakan ibadah haji dengan berjalan kaki, disandarkan tubuhnya
disebuah pohon kurma rindang sejenak.
Hari telah pun senja. Keletihan
karena perjalanan panjang dan teriknya panas gurun telah menidurkan matanya.
Dalam lelapnya beliau bermimpi sedang mendengarkan percakapan dua malaikat
Allah.
"Bagaimana keadaan haji
tahun ini?" tanya salah seorang malaikat. "Ribuah kaum muslimin dari
segala penjuru sudah memenuhi panggilan Nabi Ibrahim. Di antara ribuan orang
itu, Allah telah menghadiahkan keutamaan haji mabrur kepada salah seorang hamba
Nya yang tulus, "berkata malaikat lainnya.
"Siapa dia?"
"Namanya Ali Al Mu'affa seorang
tukang sol sepatu di Damaskus."
Abdullah terbangun sambil meminta
ampun kepada Allah mengingat mimpi yang dialaminya. Akhirnya dia bergegas
meninggalkan tempat dia beristirahat menuju mesjid terdekat untuk melaksanakan
sholat malam. Setelah itu dia berbaring, sambil terus memikirkan perbincangan kedua
malaikat dalam mimpinya.
"Adakah orang yang
dimaksud,"tanyanya dalam hati.
Matahari telah timbul, Abdullah
melanjutkan perjalanan pulang. Tiba di suatu kampung, beliau singgah di mesjid
dan menginap disana. Pada malam harinya Abdullah kembali didatangi mimpi yang
sama mendengar percakapan dua malaikat persisi seperti yang didengar
sebelumnya. Maka yakinlah Abdullah bahwa apa yang dialaminya itu bukan hanya
bunga-bunga tidur tapi pasti datang dari Allah yang termasuk rukyah shadiqah
(mimpi yang benar).
"Kalau begitu aku lebih baik
pergi ke Damaskus, akan kucari sampai ketemu siapa Ali Al Muaffa," katanya
dalam hati.
Abdullah al Mubarakah tidak jadi
pulang ke Madinah melainkan melanjtkan perjalanan ke Damaskus. Hampir dua bulan
beliau berjalan kaki menuju kota. Di tempat yang serba asing,
tak mudah untuk mencari seseorang
yang tak dikenal sebelumnya, melainkan hanya sebuah nama. Menelusuri
jalan-jalan kota, mampir ke mesjid sambil bertanya nama gerangan yang sedang
dicarinya.
Setelah bertanya kesana kemari,
akhirnya Abdullah bertemu seseorang yang mengetahui persis tempat tinggal Ali
AL Muaffa.
"Assalamu'alaikum ,"ucapnya
berkenalan.
"Wa'alaikum salam
warahmatullahi wabarokatuh," jawab tuan rumah
"Apakah ini tempat
tinggalnya Ali Al Muaffa?",
tanyanya.
"Betul. Aku yang tuan sebut.
Tampaknya tuan datang dari tempat yang jauh. Bagaimana perjalanan tuan?"
tanya Ali Al Muaffa.
"Alhamdulillah. Allah telah
mengantarkan diriku dapat bertemu dengan tuan,"katanya gembira.
"Adakah yang patutu aku
bantu?"
"Saya baru selesai
menunaikan ibadah haji, dua hari setelah saya bermimpi bahwa tuan mendapatkan
anugerah dari Allah sebagai penerima haji mabrur. Apakah tuan juga pulang dari
Mesjidil Haram, apakah ibadah yang tuan kerjakan? "tanya Abdullah Al
Mubarakah.
"Aku sebenarnya belum sempat
wukuf di Arafah tahun ini, "kata Ali Al Muaffa.
"Tapi Allah telah memberi
tuan keistimewaan, pasti ada yang luar biasa yang tua kerjakan,"kata
Abdullah heran.
Kemudian Aali Al Muaffa bercerita
tentang ihwal dirinya yang sudah lama bercita-cita ingin menunaikan ibadah haji
tapi belum juga kesampaian.
"Bertahun-tahun aku tanamkan
niat untuk beribadah haji. Sejak niat ditanamkan dalam hati, sejak itu pula aku
menabung menyisihkan sebagian dari upah sebagai tukang sol sepatu dan sebagian
untuk belanja keluarga. Setelah beberapa tahun kemudian, simpanan kami cukup
untuk pulang-pergi dan biaya keluarga selama ditinggalkan."
Ketika itu tinggal tiga hari lagi
akan berangkat bersama sahabat.
"Subhanallah...., ucap
Abdullah Al Mubarakah.
"Pada suatu hari sitriku
yang sedang ngidam mencium bau wangi orang membakar daging.
Wanginya menembus celah-celah
dinding rumah kami. Istriku menangis supaya aku minta diberi tetangga yang
sedang membakar daging tersebut. Lalu aku kesana dan mengemukakan keinginan
istriku."
" Subhanallah,"kata
Abdullah.
"Oh tidak bisa tuan. Daging
ini hanya khusus untuk kami," kata perempuan janda itu sambil menutup
pintu.
"Saya pulang menyampaikan
hal itu kepada istriku, namun istriku tidak mau mengerti. Lalu aku kembali lagi
ke rumah janda dengan dua orang anak itu sambil membawa uang penebus. Baru saja
kubayar tapi perempuan itu mengatakan, Maaf tuan Ali.
Makanan ini hanya halal untuk
kami dan haram untuk tuan."
"Mengapa
begitu,"tanyaku.
"Yang kami bakar ini adalah
daging keledai yang kami dapati mati di pinggir desa kita ini. Karena aku dan
anakku sudah dua hari ini tidak makan, maka bangkai keledai itu halal bagi
kami,"kata perempuan itu.
"Mendengar itu hatiku
bergetar, aku segera pulang mengambil uang biaya perjalanan, lalu kubelikan
sekarung gandum dan sedikit uang untuk biaya belanja mereka. Dan saat itu pula
aku suruh mereka membuang bangkai yang belum sempat mereka makan. Dan aku
batalkan keberangkatanku. Hanya itu yang dapat aku ceritakan kepada tuan,"
kata Ali Al Muaffa.
" Subhanallah. Dia telah
memberkahi tuan sekeluarga, memang pantas tuan mendapat
derajat yang tinggi di sisi
Nya," kata Abdullah Al Mubarakah.
Setelah mendengar kisah itu,
Abdllah berpamitan, sementara air matanya mengalir hingga membasahi jenggotnya.
"Subhanallah, Alhamdulillah,
Allahuakbar. Engkau telah mengajariku rahasia ilmuMu ya Allah," kata
Abdullah Al Mubarakah dalam hati. Dan dia merasa berntung bertemu dengan Ali Al
Muaffa karena dengan pertemuan itu, Allah telah mengajarkan pada dirinya
rahasia kesucian hati.
0 komentar:
Posting Komentar